I Think I'm Ugly | 43. Officially, married

51.6K 3.2K 263
                                    

Hari pernikahan semakin dekat.

Aku pikir, aku tidak akan gugup. Tapi nyatanya, aku susah tidur belakangan ini. Terbayang, bagaimana kehidupanku setelah menikah nanti. Walaupun aku sudah mengenal Lando cukup lama. Tetap saja akan terasa berbeda kalau status kami berubah menjadi suami istri.

Apalagi aku harus melewati prosesi pingitan yang wajib aku laksanakan gimana pun kondisinya. Padahal tanpa proses itu pun, intensitasku bertemu dengan Lando sudah sangat sedikit. Dan saat Lando sudah punya banyak waktu luang karena pekerjaannya telah selesai—aku harus melaksanakan prosesi pingitan. Nggak boleh ketemu Lando sampai hari H. Hanya diam di rumah dengan dua guru galak yang suka menyiksaku.

Ibu dan Eyang Putri begitu kompak memarahiku setiap kali aku tidak bisa mengingat nama-nama bumbu dapur. Selain itu, aku harus melaksanakan berbagai perawatan diri agar 'wangi' di hari H. Karena Eyang Putri di rumah, tiap pagi, beliau akan membuatkanku minuman tradisional yang rasanya sangat amat pahit. Bikin aku sampai mengernyitkan kening dan memejamkan mata di buatnya.

Aku mau nangis. Beneran mau nangis. Cobaan calon pengantin kok begini banget?

Padahal aku kangen sama Lando. Beneran kangen yang sampai aku harus dengar suaranya sebelum tidur. Kalau nggak gitu, aku nggak akan tidur sampai pagi.

"Hari ini aku kena marah lagi," ceritaku sambil berbaring miring di tempat tidur. Menatap wajah Lando yang juga melakukan yang sama. Di kamarnya sendiri. "Aku nggak sengaja bikin ikannya gosong. Aku kira supaya ikannya cepat masak, tinggal aku besarin apinya. Terus kan, goreng ikan itu suka lama, jadi aku tinggal bentar buat nonton. Eh baru bentar aku tinggal, ikannya udah gosong. Aku langsung dimarahin Ibu sama Eyang. Katanya, mereka heran, kok kamu mau nikah sama aku."

Lando terkekeh, suara beratnya terdengar jelas karena aku lagi pakek earphone. Bikin aku nambah kangen. Pengen ndusel-ndusel.

"Karena kamu cewek yang aku sayang. Itu udah cukup jadi alasan buat aku mau kamu jadi istri aku."

"Tapi kan ya Lan,  seorang suami pasti mau punya istri yang serba bisa." Bantahku. "Pinter masak, rajin, bisa ngurus suami. Nggak pemalas kayak aku."

"Aku nyari istri, Ra. Bukan pembantu." Sahut Lando tegas. "Kamu nggak harus nanggung beban itu semuanya. Kita bisa bagi-bagi tugas soal itu. Urusan rumah tangga kan bukan cuma istri yang ngurus tapi suami juga."

Aku diam sejenak. "Tapi aku tetap mau belajar masak. Meskipun kamu nggak keberatan, gimana kalau anak aku yang keberatan karena Ibunya nggak bisa masak? Ntar, anak aku nyari Ibu baru gimana?"

Lando tersenyum. "Lakuin apapun yang buat perasaan kamu lebih lega. Aku selalu dukung kok."

Aku menatapnya, membenarkan letak bantal. "Lan,"

"Hm?"

"Kangennnnn,"

"Kangen aja apa kangen banget?" tanyanya dengan nada jahil.

"Kangen bangettttt." Rengekku manja.

Dia tertawa.

Sementara aku tergila-gila sama suara tawanya.

***

Ternyata menggelar acara pernikahan itu sangat menguras tenaga.

Oh, iya. Aku lupa memberitahu kalau pada akhirnya aku menggunakan jasa WO. Pun begitu, aku masih terlibat penuh, bahkan setiap detail-detail kecilnya. Termasuk memilih dekorasi gedung yang bernuansa warna, putih, emas, dan abu-abu agar terlihat elegan. Lando kembali membujukku untuk menggunakan jasa WO karena dia nggak mau aku kecapekan mengurus ini sendirian. Katanya, nggak lucu banget kalau aku malah sakit pas honeymoon nanti.

I Think I'm UglyWhere stories live. Discover now