BAB 4

3.2K 190 0
                                    

Membelah jalan seperti merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan. Mungkin semua orang memiliki pandangan berbeda-beda terhadap kendaraan roda dua ini. Bagi Ajeng memakai motor roda merupakan suatu kebebasan. Ia tidak peduli hujan atau panas, yang pasti naik motor itu suatu hal yang begitu seru.

Ajeng dapat merasakan aroma citrus yang menenangkan dari tubuh Aru. Betapa nyamannya jika bersandar di tubuh bidang itu. Motor berhenti perempat lampu merah, ia merasakan tangan Aru di betis. Laki-laki itu menoleh ke belakang memandang. Sumpah, iris mata itu begitu tajam hingga menusuk jantungnya.

"Kamu tinggal di mana?" Ucap Aru.

Ajeng menelan ludah, ia membalas tatapan mata tajam Aru, "Apartemen taman Anggrek,"

"Sudah lama tinggal di sana?" Tanya Aru.

"Lumayan sih,"

"Sama orang tua?" Aru semakin penasaran.

"Enggak, sendiri,"

"Jadi orang tua kamu di Bali?" Aru mencoba menyimpulkan, karena ia melihat tempat kelahiran wanita itu.

"Kok kamu bisa tahu Bali?" Ucap Ajeng.

"Aku tidak sengaja melihat tempat kelahiran kamu, di KTP, kamu lahir di Denpasar. Jadi kemungkinan besar orang tua kamu di sana,"

Ajeng menggigit bibir bawah dan mencoba berpikir. Ia tidak mingkin menceritakan masalah hidupnya bersama orang yang baru di kenal. Ia kembali memandang Aru, laki-laki itu masih menunggu jawabannya.

"Papi di Bali dan mami aku di Jakarta," ucap Ajeng sekedarnya.

Aru mengerutkan dahi, ia mencoba mencerna kata-kata Ajeng. Kedua orang tua Ajeng ternyata hidup terpisah. Sepertinya ia salah menanyakan hal itu kepada Ajeng, terlalu privacy menurutnya, terlebih mereka baru mengenal.

"Kamu sudah makan," Aru mengalihkan pertanyaan, dan memandang lurus kedepan.

"Belum,"

"Kita makan terlebih dahulu kalau begitu," Aru meneruskan perjalanannya karena lampu hijau telah menyala.

Sepanjang perjalanan hanya diam, hanya deru motor terdengar ia tidak bertanya lagi. Aru merasakan tangan Ajeng merenggang, ia menahan tangan itu agar tetap di sisinya pinggangnya. Entahlah ia tidak ingin Ajeng melepaskan. Karena ia lebih suka seperti ini.

Beberapa menit kemudian Aru menghentikan motor di parkiran mall Taman Anggrek, karena mall inilah tempat terdekat dari apartemen wanita itu. Ajeng lalu turun dari motor, ia berusaha membuka pengait helm. Tapi pengait helm begitu susah di lepas.

"Pengaitnya susah di lepas," ucap Ajeng, karena ia telah berusaha melepas tapi sulit.

Aru menyimpan helm di dekat kaca spion, dan kini mengambil Alih tangan Ajeng. Ia bisa memandang wajah itu dari jarak dekat. Ia sempat terpana memandang iris mata coklat bening itu, iris mata yang cantik dan begitu menenangkan. Tatapannya beralih ke arah bibir tipis berwarna ranum itu, sangat menggoda untuk di cicipi. Aru menyandarkan diri, pikirannya sudah memikirkan tidak tidak. Ia dengan cepat melepas pengait helm.

"Mungkin helm nya masih baru, makanya susah," ucap Aru berusaha tenang. Sedetik kemudian pengait itu terlepas,

"Owh gitu," ucap Ajeng.

Ajeng dan Aru berjalan menuju lobby mall. Sebenarnya ia ingin langsung ke apartemen dan langsung tidur. Tapi ia juga tidak menolak ajakkan Aru.

Aru melirikk Ajeng yang hanya diam, mengikuti langkahnya. "Kamu ingin makan apa?" Tanya Aru,

"Makan KFC aja," tunjuk Ajeng, karena outlet itulah yang paling dekat.

Aru mengikuti mau Ajeng, yang ingin makan ayam berbalur tepung. Mereka mengantri bersama pengunjung lainnya. Setelah memesan paket makanan, Aru dan Ajeng memilih duduk di salah satu meja kosong.

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now