BAB 24

2.5K 140 0
                                    

Keesokan harinya,

"Kamu hati-hati di sana ya sayang," ucap mami Ajeng, memeluk anak semata wayangnya. Betapa ia menyayangi Ajeng melebihi dari apapun.

"Iya mi,"

Mami Ajeng melepaskan pelukkan, memandang wajah cantik itu, "Minggu depan mami nyusul kamu ke Bali,"

"Iya," ucap Ajeng.

"Mami sayang banget sama kamu," beliau mengecup kening Ajeng dengan penuh kasih sayang.

"Ajeng juga sayang mami,"

Ajeng mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki berambut pirang dan bermata abu-abu yang tidak jauh darinya, itu adalah ayah tirinya. Ia tahu bahwa laki-laki itu tulus menyayanginya. Ini bukanlah cerita drama yang ada di film film, ayah tiri yang jahat untuk menguras harta orang tuanya, sama sekali bukan, ayah tiri cukup baik dan sopan.

Beliau juga memiliki usaha yang cukup meyakinkan untuk membuat masa depan lebih baik. Restoran yang dimiliki beliau begitu berkelas, tidaklah mungkin mencintai mami karena harta semata, ia yakin mereka bersama karena cinta. Mata sendu itu terlihat begitu tulus, menganggap dirinya sebagai anak tidak ada sedikitpun untuk membedakan. Beliau selalu bersikap terbuka menerima dengan baik. Hanya saja ia tidak terbiasa dengan beliau, karena mungkin tidak terlalu dekat.

"Kamu hati-hati ya Ajeng," ucap beliau, memeluk tubuh Ajeng.

Ajeng membalas pelukkan laki-laki itu, "Iya dady," ucap Ajeng, lalu melepas pelukkanya.

Ajeng menyebutkan kata "dady" karena kedua adik tiri mengucapkan mami kepada ibunya. Ia tidak ingin bersikap egois menyebutkan kata om atau uncle, karena beliau sudah menikah dengan mami. Ia sudah menerima kehadiran beliau di hidupnya.

"Kamu jangan sungkan berkunjung ke restoran dady di Ubud," ucapnya mengusap puncak kepala Ajeng dengan penuh kasih sayang.

"Iya dady,"

"Itu pacar kamu?," tanyanya melirik laki-laki berambut gondrong yang tidak jauh darinya.

Ajeng mengalihkan pandanganya kearah Aru, ia hanya tersenyum, dari awal ia dan Aru tidak memiliki hubungan apa-apa. Dirinya dan Aru hanya berbagi kenangan indah tidak lebih. Jujur ia tidak ingin merusak hubungan Aru dan kekasihnya. Laki-laki itu hanya kenangan manis tidak mungkin ia lupakan.

Toh, setelah ini ia akan melupakan Aru. Ia tidak akan menemui lagi, apalagi untuk menghubunginya. Ia terlalu takut untuk jatuh kesekian kali. Ia tidak ingin menangis meratapi kesedihan. Terlalu banyak ia menangisi Tatang, sekarang ia tidak akan menangisi laki-laki ini lagi. Ini lah detik detik terakhir ia melihat wajah tampan itu. Ia yakin Rasa ini akan hilang dengan seiringnya waktu. Ia tidak akan memikirkannya lagi.

"Bukan, hanya teman," ucap Ajeng pelan.

"Dady pikir pacar kamu,"

Ajeng manarik nafas, hatinya seketika sesak jika berhadapan dengan Aru. Rasanya begitu berat untuk berpisah. Wajah tampan itu lah yang akan ia rindukan nanti. Ajeng melirik cincin dijari manisnya, cincin cantik ini pemberian Aru. Ajeng melangkah mendekati Aru, laki-laki itu menyempati diri untuk mengantarnya.

"Hei, aku pergi dulu ya," ucap Ajeng parau, menatap wajah tampan Aru.

Aru tidak kuasa untuk melepas kepergian Ajeng. Hatinya seketika sesak dan sulit bernafas. Ada perasaan tidak enak menyelimuti hati. Entahlah ia melihat suatu yang berbeda di sini. Hatinya tidak tenang, karena terlalu banyak memikirkan nasib nya setelah ini.

Aru lalu memeluk tubuh ramping itu dengan erat seakan tidak ingin lepas. Ada perasaan tidak ingin kehilangan dan melepaskan. Rasa ini semakin kuat dan tidak tertahankan. Melepaskan kepergian ini merupakan suatu hal yang sangat berat ia lakukan. Ia berusaha tidak egois, ia juga tidak pernah berhak untuk menghalangi Ajeng pergi.

"Aku akan membawamu kembali," ucap Aru, ia mengecup puncak kepala Ajeng.

"Jujur aku masih berat untuk melepaskan kamu," gumam Aru menahan Amarah, ia berusaha mati-matian untuk mengendalikan emosinya.

Ajeng menangis dalam diam, ia juga sebenarnya berat untuk melapaskan Aru. Ajeng dengan cepat menepis air mata agar Aru tidak melihatnya. Ia membalas pelukkan Aru dengan segenap hati. Inilah pelukkan terakhir yang akan ia rasakan.

Ajeng melonggarkan pelukkanya, ia memandang wajah tampan itu, ia tahu bahwa Aru sama saja dengan dirinya,

"Sudahlah lagian Bali itu dekat, kalau kamu liburan bisa ke Bali kita bisa bertemu di sana. Kita juga bisa video call kalau kangen," ucap Ajeng.

Aru memandang Ajeng, wanita cantik itu membalas pandangannya. Iris mata bening itulah yang akan ia rindukan. Aru mencoba berpikir positif, Ya sekarang cukup canggih kalau rindu ia bisa menelfon dan kalau ingin bertemu ia bisa ke Bali, kapanpun ia mau. Jakarta menuju Bali tidaklah jauh, ia bisa pergi kapan saja.

"Makasih ya, udah ngajak aku ke Semarang. Itu adalah kenangan terindah yang enggak akan pernah aku lupakan," ucap Ajeng, mencoba tersenyum.

"Jangan sedih, kita akan bertemu lagi nanti,"

"Aku sayang kamu," ucap Ajeng.

"Aku juga sayang kamu,"

Ajeng menarik nafas panjang, ia menjauhi Aru dan kedua orang tuanya. Ia melangkah mendekati petugas Avsec yang sedang bertugas di pintu masuk. Sekali lagi Ajeng memandang Aru, lihatlah laki-laki itu seakan tidak rela melepas kepergiannya. Ajeng melambaikan tangan, sebagai tanda perpisahan terkahir darinya.

Ia tahu bila adanya pertemuan, maka bersiaplah ada perpisahan. Jika adanya kebahagiaan maka bersiaplah ada kesedihan. Ketahuilah pertemuan dan perpisahan ini akan menyisakan sebuah perasaan yang sangat dalam. Biarkan waktu yang menjawab, setidaknya ia akan menunggu. Sampai dimana kisah ini berakhir.

**********





Ajeng duduk di kursi tunggu untuk menenangkan pikirannya. Ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 21.15 menit. Beberapa menit lagi keberangkatannya menuju Bali akan berlangsung. Ajeng memandang ke arah layar ponsel, ia menatap foto-foto dirinya dan Aru di sana.

Ajeng menarik nafas, dengan perasaan berat hati, ia menghapus semua foto-foto itu. Ia tidak ingin menyisakan kenangan itu lagi. Biarlah ia mengingat di dalam hatinya saja, bila suatu saat ia merindu biarkan ia saja hati yang merasakannya. Ia melakukan ini hanya ingin melupakan kenangan itu. Ia akan membuka kehidupan baru. Terlalu banyak kenangan manis ia berada di Jakarta dan sekarang ia akan melupakannya.

Ajeng mencari nama Aru di sana, di dalam daftar kontak nama. Ia lalu menekan tombol blokir pada layar. Tidak lupa ia menutup semua akun sosial media miliknya. Ajeng menarik nafas panjang apa yang ia lakukan sudah benar. Dengan begini ia tidak akan memikirkan Aru. Ia tahu bahwa ia wanita pengecut yang tidak memperdulikan perasaanya. Ia tidak ingin terlalu berlebihan dengan status hubungan ini, toh mereka juga baru mengenal. Jujur ia terlalu takut dengan perasaan yang ia alami saat ini. Ia takut sakit untuk kesekian kalinya dan tidak ingin menangis lagi.

Ajeng memejamkan matanya sejenak, menenangkan hati dan perasaanya. Dengan begini ia akan melewati hari tanpa Tatang dan Aru. Kedua laki-laki itu telah menguras seluruh pikirannya. Ia hanya biaa mengatakan tenang dan sabar. Kenangan manis pasti akan berlalu.

"Selamat tinggal kenangan, suatu saat pasti kita akan saling melupakan,"

********

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now