BAB 22

2.8K 158 1
                                    

Ajeng memandang Aru yang keluar dari kamar mandi, handuk putih itu melingkar di sisi pinggang. Aru membalas pandangannya,

"Bisa minta tolong?" ucap Aru,

"Minta tolong apa?,"

"Sesuatu yang aku simpan di saku jaket," ucap Aru, ia mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Ajeng memandang jaket kulit Aru yang tidak jauh darinya. "Oke," ucap Ajeng,

Ajeng lalu berdiri mengambil jaket dan akan membawa jaket itu kepada Aru,

"Cukup ambilkan saja sayang, bukan di bawa," ucap Aru yang tengah memperhatikan Ajeng.

"Owh, iya," ucap Ajeng, mengikuti intruksi Aru. Ia memeriksa sesuatu di dalam saku jaket. Ajeng tidak menemukan apa-apa di sana, hanya sebuah kotak bludru hitam.

"Ini yang kamu maksud?," ucap Ajeng, menunjukkan benda satu-satunya yang ada di sana, ia berjalan mendekati diri Aru.

"Iya," ucap Aru.

"Itu untukmu,"

Ajeng memgerutkan dahi, kini beralih lihat kotak bludru itu, "Untuk aku," ucap Ajeng tidak mengerti.

"Iya, itu untuk kamu, bukalah," ucap Aru, memandang wajah cantik Ajeng.

Ajeng menelan ludah ketika, Aru menatapnya intens. Ajeng memandang tulisan Elegance Jewelery di sudut kotak. Ia membuka secara perlahan, lalu terpana melihat sebuah cincin berwarna silver dengan permata ditengahnya. Bentuk yang simpel dan elegant.

"Aku tadi sengaja membeli di outlet perhiasan,"

"Aku sebenarnya tidak tahu ukuran jari kamu, tapi aku yakin cincin ini pas, karena aku sudah sering menggenggam jemari kamu," ucap Aru.

Ajeng hanya diam, dan ia menatap Aru. Ia sulit percaya bahwa Aru memberi sebuah cincin permata yang indah. Oh Tuhan, ia tidak bisa menutupi rasa bahagiaanya, ketika Aru menyelipkan cincin itu di jari manisnya secara perlahan. Ia seperti seorang wanita yang sedang di lamar oleh sang kekasih.

"Sejarah penyematan cincin seperti ini, bermula dari mesir kuno. Cincin yang di pilih berbentuk bundar sempurna. Sebagai simbol siklus abadi dan tiada akhir,"

"Kamu tahu? Kenapa aku menyematkannya di jari manis tangan kirimu?,"

"Kenapa?,"

"Karena pada jari manis sebelah kiri, terdapat pembuluh darah yang langsung mengalir ke jantung,"

Jantung Ajeng seketika bedegup kencang setelah mendengar ucapan Aru.

"Cincin ini sebuah simbol komitmen, keintiman dan koneksi yang kuat diantara kita berdua,"

"Semoga cincin ini sebuah pengikat hubungan kita, disaat kita jauh,"

Ajeng menarik nafas, kembali memandang Aru. Kata-kata itu membuatnya begitu tersentuh. Ajeng menarik nafas, ia dengan berani menyentuh tubuh Aru secara perlahan.

"Kamu tahu, sudah lama sekali aku menanti, ada seorang laki-laki menyematkan cincin ini di jemariku,"

Ajeng memegang jemari Aru, ia usap punggung tangan itu. Permukaan tangan Aru sedikit kasar, bertanda bahwa laki-laki ini pekerja keras. Ia mengecup puncak punggung tangan itu, sebuah bentuk tanda hormat kepada laki-laki ini,

"Sekarang aku sudah merasakan bagaimana rasanya, tentu saja aku sangat bahagia,"

"Pada saat ini, tepat di hari Minggu sore kamu menyematkan cincin di jemariku," ucap Ajeng.

"Aku akan mengingat wajahmu, senyummu, dan matamu yang selalu menyentuh jantungku di saat aku jauh,"

"Kamu tahu? bahwa ketika kita jauh akan membentuk sebuah rindu yang utuh,"

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now