BAB 34

2.6K 145 0
                                    

"Tentu saja kamu," ucap Aru, kini mengurung tubuh Ajeng, ia pandangi setiap inchi wajah cantik itu.

Ajeng memandang iris mata tajam itu. Ia tidak akan membakar api ini lebih besar. Di sini ia dan Aru sama-sama emosi, Ajeng memejam kan mata sejenak, untuk menenangkan debaran jantung. Laki-laki inilah yang memiliki pengaruh besar dikehidupannya.

Ajeng menarik nafas ia menatap Aru. Ajeng meraih jemari itu, ia mengecup punggung tangan Aru. Ini lah sebuah bukti bahwa ia menghormati dan mengaggumi Aru, sebagai laki-laki dewasa.

Cinta itu seharus memiliki, sesuai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang. Bukankah cinta itu untuk kebaikkan diri sendiri. Mentramkan jiwa jika memilikinya. Bagaimana cinta itu tidak saling memiliki yang selalu diperbincangkan? Itu adalah kata-kata yang tidak masuk akal. Ibarat kamu memiliki perhiasan, membiarkan permatamu diambil orang begitu saja. Jelas akan merasakan menderita dan tersiksa.

Cinta seperti itu tidak masuk akal, bahkan mengatakan jodoh tidak lari kemana. Bukan berarti membiarkan melihat saja tanpa berusaha apa-apa. Cinta itu butuh pengorbanan dan perjuangan untuk meraihnya.

Lebih baik ia merasakan bahagia dari pada menderita. Benar kata Aru mereka dua orang yang saling mencintai, saling menunggu dan menahan rindu. Ini bukanlah rasa suka, seperti ia membeli kucing persia lalu dibiarkan saja, tapi juga ia harus menjaga, dan merawatnya dengan baik.

Rasa cinta ini memang sulit ia uraikan dengan kata-kata, rasa itu sungguh luar biasa. Ia tidak pernah tahu jika rasa cinta ini telah terjadi pada dirinya. Tidak ada alasan untuk tidak mencintai laki-laki ini, karena ia tahu bahwa cinta adalah soal rasa, bukan karena dia tampan, kaya ataupun memiliki tubuh keren.

"Kamu mencintaiku ?," tanya Ajeng.

"Sangat," gumam Aru.

Lama terdiam, ia masih memandang iris mata tajam Aru,

"Bawalah aku dihadapan orang tuamu, bilang kepada beliau bahwa kamu akan menikahiku," itulah kata-kata yang ada di dalam benaknya.

Sesungguhnya ia sudah begitu muak dengan status pacaran yang tidak berujung itu. Menikah adalah jalan satu-satunya jika ingin bersama.

Ajeng menyentuh wajah tampan Aru, ia akan mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya, "Kamu tahu?,"

"Kamu adalah laki-laki terhebat yang pernah aku kenal,"

"Aku bahkan selalu berharap akan dipertemukan kembali disisimu," ucap Ajeng dengan suara bergetar.

"Sekarang aku kalah dengan sikap dominanmu, pertahananku runtuh begitu saja berhadapan denganmu,"

"Inilah sebabnya aku tidak tahan berada di dekatmu, karena aku tahu bahwa aku akan kalah. Karena aku terlalu mencintaimu,"

"Sekarang aku wanitamu,"

"Aku mau menjadi bagian dari hidupmu,"

"Munafik sekali jika aku tidak menginginkanmu, aku selalu memutar balikkan fakta, karena mungkin aku terlalu takut, setelah itu menangis tersedu-sedu karena menyesal,"

"Sikapku sungguh kekanak-kanakkan, aku seperti ABG labil sebentar bilang tidak dan sebentar bilang iya,"

"Aku sungguh bingung dengan tindakkanku seperti ini,"

Ajeng menarik nafas, laki-laki itu masih terdiam mendengar ucapannya.

"Sebenarnya aku sudah terlalu lelah, ingin rasanya langsung menikah saja,"

"Apa aku egois jika ingin menikah tanpa embel-embel pacaran?," ucap Ajeng.

Aru mendengar itu lalu tersenyum, oh Tidak wanita ini sungguh memberinya kejutan yang luar biasa. Tadi ia emosinya memuncak hingga mendidih. Sekarang malah ia diberikan sebuah kejutan yang luar biasa. Bagaimana ia bisa menolak wanita itu mengajaknya menikah. Inilah yang ia inginkan, menikah itu memiliki hubungan yang jelas melahirkan sebuah tanggung jawab baru untuknya.

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now