BAB 35

2.8K 143 0
                                    

Aru memperhatikan setiap gerak gerik wanitanya. Ia hanya tidak ingin sikap wanita itu hanya sebuah drama yang dia buat untuk melarikan diri dari. Ia seperti ini hanya terlalu takut wanita itu pergi lagi.

"Masakkanmu enak," ucap Aru jujur dan bersikap tenang, melirik Ajeng yang tengah memperhatikannya. Lihatlah wanita itu menatapnya dengan tatapan cinta. Ia tidak kuasa menahan bahagia, melihat kebersamaan ini.

Ajeng tersenyum mendengar pujian dari Aru, ia mendekatkan wajah, mengecup pipi kiri itu lagi. Begitu rindu ia dengan laki laki ini. Ajeng tidak tahu apa yang ia sukai dari Aru. Entahlah semua terlihat begitu indah jika bersama seperti ini.

Aru meletakan sendok setelah bibir tipis itu menjauh. Oh tidak, lama-lama ia bisa hilang kendali jika bersama Ajeng. Wanita ini begitu agresif, lagi makan pun sempat menciumnya.

"Kamu mencium aku hemm," gumam Aru, ia menyudahi makannya. Ia meneguk air mineral di gelas, setelah itu ia letakkan lagi di meja.

"Enggak boleh ya?,"

Aru tersenyum menatap iris mata Ajeng, pupil mata itu membesar. Ia pernah membaca sebuah buku bahwa ketika seseorang mengalami rangsangan emosional, maka pupil itu sepuluh kali lebih besar.

Aru yakin Ajeng memiliki hasrat yang lebih kepada dirinya, karena wanita itu terlihat jelas menginginkannya.

"Aku lebih suka kamu menciumku di sini," Aru menunjuk bibirnya.

Ajeng tersenyum, lalu mengecup bibir Aru. Hanya kecupan biasa dan hanya ingin menggoda sang kekasih.

"Apa seperti ini?," ucap Ajeng sambil terkekeh.

Aru menahan tawa, ia lalu memegang pundak Ajeng, menyelipkan rambut panjang itu ke belakang. Ia tidak ingin kehilangan wanita ini lagi. Aru mengusap wajah itu dengan jemarinya.

"Setelah ini kita ke rumah orang tuaku, aku akan mengenalkanmu kepada beliau,"

Ajeng mengangguk, "Tapi aku perlu ganti pakaian," Ajeng memperlihatkan penampilannya, karena sama sekali tidak pantas ia mengenakan pakaian ini. Terlebih ada logo ayam di sana.

"Nanti kita cari pakaian yang pantas untukmu,"

"Kita ke apartemen aku aja sebentar, pakaian aku masih banyak di sana,"

"Oke," Aru menyetujui ide Ajeng.

"Sayang ...,"

"Hemmm," ucap Ajeng.

"Lebih baik kita tidur bersama," ucap Aru pada akhrinya. Ia hanya ingin Ajeng menjadi miliknya.

Ajeng menelan ludah mendengar Aru, mengajaknya tidur bersama. Tidur bersama di sini bukan jenis tidur di kasur yang sama, lalu memejamkan mata. Tapi melakukan suatu hasrat dan keinginan untuk memiliki seutuhnya. Mereka sama-sama dewasa tahu apa yang harus ia lakukan. Toh, ia tidak akan menyesal melakukan dengan laki-laki yang ia cintai. Ia juga bukan wanita polos yang tidak tahu apa-apa, mengenai masalah ranjang.

"Kenapa?," ucap Ajeng.

"Aku hanya tidak ingin kehilanganmu lagi,"

Ajeng menyentuh rahang tegas Aru, ia mengecup bibir Aru. Kali ini dengan penuh perasaan, inilah tanda bukti ia menerima ajakkan Aru. Aru membalas lumatannya, walau singkat tapi kesan itu begitu dalam.

Ajeng melepas lumatannya, "Kamu tahu jawaban aku," gumam Ajeng.

Aru menarik nafas, ia tersenyum menatap Ajeng. Ia tidak percaya bahwa Ajeng menginginkannya. Sama sekali tidak menolak.

"Sebenarnya aku tidak ingin melepaskan hasratku yang paling manusiawi saat ini. Hingga menunggu sampai komitmen suci ini dilangsungkan,"

Walaupun Aru memiliki tampang laki-laki sejati, tapi lihatlah dia begitu menghormati wanita. Ia pernah beberapa hari tidur dengan Aru di kamar hotel, bahkan ia pernah berpakaian seksi di hadapan laki-laki ini. Tapi Aru sama sekali tidak pernah menjadi laki-laki bajingan. Dia begitu tahu cara menghormati wanita, dan malah menasehatinya secara terbuka. Di mana lagi ia akan mendapati laki-laki seperti Aru. Ia merupakan wanita yang paling beruntung mendapati sosok laki-laki yang menghargai wanitanya.

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now