BAB 25

2.5K 151 1
                                    

Keesokan harinya,

"Sayang ...,"

"Ajeng sayang, kamu enggak bangun? ini sudah jam sepuluh loh !,"

Ajeng membuka matanya secara perlahan, ia mendengar suara dari balik pintu. Ia tahu bahwa itu adalah suara papi. Ia melirik jam menggantung di dinding, menunjukkan pukul 10.12 menit. Ajeng merenggangkan otot-otot tubuh, sambil menahan kantuk. Karena semalaman ia menangis, laki-laki bernama Aru. Ia wanita bodoh menangisi laki-laki yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan dirinya. Ia seperti ini bukan sedang patah hati, ia tidak mengerti kenapa ia bisa sepertu ini. Tapi hati ini tidak bisa ia bohongi, perasaan sedih teramat sangat jika mengingat kenangan manis itu.

"Sayang, kamu enggak bangun !,"

"Iya pi, ini udah bangun kok," ucap Ajeng dengan suara serak khas bangun tidur. Wajar saja ia bangun siang, karena kemarin ia baru saja melakukan perjalanan yang panjang, ditambah menangisi Aru.

"Sayang .....,"

Ajeng menyibak bedcover lalu menegakkan punggung. Ia mengambil karet gelang yang ada di atas meja, lalu mengikat rambut secara sembarang. Ajeng melangkah menuju pintu utama. Ia membuka hendel pintu, memandang papi tepat di hadapannya. Lihatlah penampilan laki-laki separuh baya itu begitu rapi, beliau mengenakan kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam.

"Papi,"

"Papi rapi bener mau kemana? ada meeting?," tanya Ajeng, karena tidak biasanya papi seperti ini.

"Papi mau ketemu seseorang hari ini, biasalah urusan kerjaan," ucap papi Ajeng.

"Owh gitu," Ajeng mengangguk paham.

"Papi sudah siapin sarapan buat kamu, jangan lupa di makan,"

"Iya," ucap Ajeng.

Papi Ajeng memandang putri cantiknya, beliau lalu tersenyum, "Sebaiknya kamu mandi gih, anak gadis kok bangunya siang,"

"Maklumlah pi, kecapekan baru pulang dari semarang langsung ke sini. Badan masih pegel pegel semua, pengen pijet," rengek Ajeng, melangkah mengikuti papi ke teras.

"Ya kamu pijetlah, sekalian ke salon atau kemana gitu, itukan kesenangan kamu,"

"Iya pi, rencananya sih gitu, nanti deh aku pijet habis sarapan," ucap Ajeng.

"Papi pulang jam berapa?" Tanya Ajeng.

"Nanti sore papi sudah pulang,"

"Yaudah, papi pergi dulu kalau begitu," ucap papi Ajeng, mengelus puncak kepala Ajeng.

"Iya, papi hati-hati ya di jalan,"

Ajeng melihat mobil hitam sang ayah menjauhi area rumah. Ajeng melambaikan tangan kearah beliau. Rasanya begitu tenang jika sudah seperti ini. Ajeng menarik nafas dan melangkah masuk ke dalam. Tidak lupa ia tutup pintu itu kembali. Hidup seperti ini lebih baik, semoga saja semuanya baik-baik saja.

Ajeng memandang seorang wanita yang sedang mengepel tidak jauh darinya, wanita itu mengenakan daster berwarna kuning. Itu adalah Bi Cece, asisten ayah yang mengemasi rumah setiap hari. Bi Cece masih cukup muda menurutnya, entahlah ayah dapati di mana wanita itu. Karena bi Cece bukanlah orang Bali, karena beliau berasal dari Sumedang. Ia tidak terlalu kenal bi Cece seperti apa karena ia mereka jarang bertemu.

"Eh Neng Ajeng kapan pulang, kok bibi baru tau," tanya bi Cece, tersenyum ke arah Ajeng.

"Jam dua belas malam tadi bi," ucap Ajeng.

"Malam banget neng,"

"Biasalah bi, naik penerbangan terakhir," ucap Ajeng ia meneguk air mineral yang ada di meja makan.

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now