BAB 19

3.6K 191 0
                                    


Aru tahu pada saatnya semuanya akan pergi dan mengucapkan selamat tinggal. Melepaskan seseorang yang sangat berarti itu, merupakan suatu yang sangat berat. Ia tidak punya hak untuk melarang wanita itu pergi. Karena mereka tidak memiliki hubungan apa-apa.

Jujur ia tidak bisa berpikir jernih, ingin marah, kecewa, sedikit perih menjadi satu. Ia tidak tahu kenapa semua bisa seperti ini. Ia bahkan masih bisa merelakan Tania pergi jauh hingga ke ujung dunia sana, dari pada melepaskan Ajeng ke Bali.

Aru memandang langit-langit plafon, mengatur nafas agar tetap tenang. Ia tahu bagaimana rasanya berharap, tapi jika harapan itu tidak sesuai dengan keinginan, maka akan membuat sakit.

Kadang ia berpikir ini tidak adil, ketika sudah mulai nyaman lalu akan pergi. Ini tentu akan menjadi dilema dalam hidup. Ia tak kuasa membayangkan bagaimana rasa kehilangan.

Aru memejamkan mata dan mengatakan tetap tenang. Ia buang sifat egois yang ia miliki agar tidak menyakiti wanitanya. Rasa cemas dan khawatir akan kehilangan memang ada, tapi ia tidak membuatnya menjadi rumit.

Setelah hatinya tenang, Aru menegakkan tubuh kembali menuju kamar. Ia membuka hendel pintu, memandang Ajeng yang sedang duduk di sisi tempat tidur, wanita itu ternyata sedang menunggu dirinya.

Aru memperhatikan penampilan Ajeng, wanita itu mengenakan celana pendek berwarna biru dan kaos putih berbahan lembut. Pakaian itulah yang di beli Ajenh di mall, walau sederhana pakaian itu sederhana tapi terlihat begitu menarik. Aru memandang iris mata bening itu, Ajeng membalas pandangannya. Aru menutup pintu itu kembali, melangkah mendekati Ajeng.

Rasa nyaman yang ia alami saat ini mengalahkan semua rasa, meski di sini mereka tidak mengatakan cinta tapi, rasa nyamanlah mempertahankannya. Ia baru tahu bahwa jatuh cinta karena cantik, akan kalah dengan jatuh cinta dengan rasa nyaman.

Jika sudah nyaman maka akan menemukan kebahagian. Hubungan dengan rasa nyaman akan bertahan sampai kapanpun. Jangan heran orang di luar sana yang belum menemukan kebahagian, maka akan menikung mencari kebahagian sendiri.

Pantas saja banyak orang yang terlihat biasa-biasa saja dan tidak punya apa-apa, akan kalah dengan orang yang sempurna. Alasannya hanya satu, yaitu rasa nyaman itu sendiri. Jangan takut dia akan meninggalkanmu, karena alasan wanita di luar sana jauh lebih cantik. Yakinlah dia akan tetap mempertahankanmu karana dia sudah menemukan kebahagiannya.

"Sudah selesai," tanya Aru berusaha tenang, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain duduk di samping Ajeng.

"Iya sudah," ucao Ajeng pelan, padahal pikirannya sudah bercabang-cabang.

Tadi di kamar mandi ia menangis, karena rasa itu semakin sesak. Bahkan perasaan ini lebih parah ketika mendengar Tatang akan menikah.

Aru mengulur tangan ke arah Ajeng. Yakinlah dengan menggengam jemari lentik itu membuat hatinya lebih tegar. Ajeng meraih tangan Aru dan menggengam erat.

Aru menatap Ajeng, wanita itu membalas pandangannya. Ia memegang pundak Ajeng, agar wanita itu tahu apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.

"Aku tidak tahu jenis hubungan ini, tapi rasanya begitu menyesakkan,"

"Aku tahu kamu dan aku, dalam situasi ketidak pastian,"

"Ketidak pastian itu seperti menggenggam erat, tapi tidak memiliki,"

"Jangan berpura-pura tegar karena kamu sama saja seperti aku,"

"Kamu tahu? Sesak itu sakit,"

"Aku berharap kita segera menyadari, perasaan ini," ucap Aru.

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now