BAB 27

2.4K 132 0
                                    

Keesokan harinya,

Bima memandang Ajeng, sepertinya wanita itu cukup serius atas bisnis ini. Ia tahu bahwa Ajeng adalah satu orang yang memiliki modal kuat untuk membangun kerja sama.

Bima memperhatikan penampilan Ajeng, wanita itu mengenakan kemeja putih dan celana jins, penampilan yang cukup simpel. Rambut panjang itu di ikat seperti ekor kuda, wanita itu duduk memperhatikan ke arah layar proyektor 70 inchi itu. Sementara Bima menatap layar laptop sambil mempresentasikan kepada Ajeng. Di dalam ruangan ini hanya ada dirinya dan Ajeng, karena ini merupakan meeting penting.

"Disini kita akan buat bisnis makanan cepat saji atau fast food," ucap Bima sambil memandang ke layar proyektor.

"Pengaruh budaya barat sudah tumbuh subur di kawasan Asia, termasuk Indonesia salah satunya,"

"Mungkin kita salah satunya sering makan di salah satu putlet mereka, seperti Mc Donald, Pizza Hut, KFC, atau yang lainnya. Kita bisa melihat restoran itu di setiap sudut kota bahkan kita rela antri untuk mendapatkannya,"

"Di sini kita akan mencontoh bisnis frenchise ala barat tapi dengan cita rasa lokal. Banyak pengusaha Indonesia meniru hal tersebut dengan versi lokal dan hasilnya cukup baik. Kita di sini jangan takut bersaing dengan mereka yang di luar sana. Aku yakin dengan bisnis ini, kedepannya akan lancar, karena kita memiliki kualitas dan harga yang cukup mampu jangkau oleh mahasiswa sekalipun,"

"Kita tidak perlu membeli brand dari luar sana, karena aku sudah mempatenkannya,"

Ajeng mengangguk paham, ia tahu laki-laki di sampingnya ini cukup cerdas. Dia menjelaskannya cukup lugas dan mudah di mengerti. Ia yakin prospek restoran cepat saji ini cukup menjanjikan, karena ia sudah paham kedepannya seperti apa.

"Jika ingin usaha ini berkembang dengan pesat, aku tidak bisa mengerjakan ini sendiri. Aku perlu kerja sama dengan orang lain agar bisa membangun banyak cabang,"

"Kamu tahu sendiri bahwa bisnis restoran cepat saji selalu di banjiri oleh konsumen, yang hanya ingin sekedar mengganjal perut atau kumpul bersama keluarga,"

"Disini kita ada layanan pesan antar delivery service,"

"Lagian berbahan dasar ayam selalu menjadi primadona konsumen baik dalam dan luar negri. Kita tidak perlu takut bersaing dengan restoran lokal maupun asing,"

Ajeng melirik Bima, di sini mereka membicarakan bisnis yang cukup serius. Jujur ini merupakan pertama kalinya ia terjun langsung ke dunia bisnis ini.

"Apakah di sini kita hanya memakai sambal terasi saja?," tanya Ajeng.

"Ya, hanya sambal terasi saja. Tapi di sini hanya memainkan level dari tertinggi sampai terendah. Aku tidak mau memasukkan berbagai macam sambal di sini, karena aku ingin fokus satu saja. Jika sudah berkembang dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan kita bisa memasukan berbagai jenis sambal seperti, sambal matah, sambal ijo ala padang, ataupun sambal kacang,"

"Ya, kamu benar, jika terlalu banyak kita tidak bisa fokus," ucap Ajeng mencoba membenarkan.

Tadi Ajeng sudah mencicipi ayam suka suka di restoran bawah dan rasanya enak, terlebih harganya murah. Konsumen rela mengantri deretan panjang demi mendapati makanan tersebut. Tidak luput para ojek online memenuhi antrian di sana. Restoran ini sudah di buka sejak enam bulan yang lalu, tapi pelanggannya semakin ramai saja. Mungkin karena harganya murah. Sepertinya papi tidak salah memiliki rekan bisnis seperti Bima. Toh ia akan mengeluarkan banyak dana jika bergabung dengan pihak waralaba ini.

"Oke, setelah ini kamu akan membuka cabang dimana?,"

"Tentu saja setelah ini di Denpasar dan Jakarta," ucap Bima.

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now