PANDORA #1

14.3K 1K 45
                                    

Bagi Na Jaemin, Huang Renjun itu sangat rapuh. Serapuh putik bunga dandelion yg bisa kapan saja diterbangkan oleh angin. Serapuh kelopak daisy yg dengan mudahnya berguguran ketika tangkainya dipetik. Dan serapuh kaca yg mudah sekali pecah dalam satu pukulan.

Karena itu, Na Jaemin hadir untuk melindungi sesosok mungil nan rapuh tersebut.

Pertama kali Jaemin bertemu Renjun, usia mereka saat itu enam belas. Renjun, baru saja pindah ke sebelah rumahnya. Renjun berasal dari Jilin, Cina. Dan Renjun pindah bersama bibinya ke Seoul karena Renjun ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di Seoul. Selain itu Jaemin tak tahu menahu apa pun tentang Renjun.

Namun itulah yg membuat Jaemin tertarik. Renjun itu terlihat sangat misterius dan sulit dibaca. Ekspresi Renjun sangatlah terjaga dan matanya tidak mampu menjelaskan banyak hal. Bagi Jaemin, Renjun itu seperti kotak pandora yg ingin Jaemin pecahkan teka-tekinya. Singkat kata, Renjun itu tertutup.

Karena mereka bertetangga, tentu membuat keduanya cepat akrab(menurut Jaemin). Namun tetap saja tidak membuat Renjun siap membuka dirinya kapan saja. Dan terlebih, Renjun sangat melindungi privasinya meskipun mereka sudah hampir dua tahun berteman(read : sahabat bagi Jaemin). Yg Jaemin tahu adalah Renjun itu suka membaca, suka karakter Moomin, Renjun memiliki bekas luka di punggungnya yg melebar(Renjun bilang itu karena terjatuh—meskipun Jaemin tidak percaya jatuh bisa membuat luka seperti itu), Renjun suka menari(balet atau kontemporer Jaemin tidak bisa membedakannya), dan Renjun suka melukis.

Lukisannya lebih dari luar biasa. Hampir seperti tidak mungkin, karena Jaemin yakin bakat melukis Renjun setara dengan Vincent van Gogh atau Pablo Picasso—tapi mungkin Jaemin sedikit bias.

Lukisan-lukisan yg dihasilkan oleh Renjun berupa sebuah karya dengan bentuk yg familiar untuk Jaemin atau tidak sama sekali. Misalnya seperti lukisan siluet setengah badan  seseorang yg berdiri membelakangi, lalu lukisa sepasang tungkai yg seperti sedang melompat, dan sepasang tangan yg terkepal. Tapi entah kenapa Jaemin merasa setiap lukisannya mengandung arti yg sangat dalam. Karena Renjun melukisnya dengan gradasi warna-warna pilihan dan juga meletakkan titik fokus pada siluet yg dilukisnya. Dan saat Jaemin bertanya kenapa Renjun hanya menggambar barang semacam itu, jawaban Renjun; karena itu adalah masa lalu Renjun.

Satu lagi yg membuat Jaemin jatuh cinta kepada pesonya.

Eh?

Jatuh cinta? Ah. Entah kapan Jaemin menyadarinya, tapi suatu pagi di perpustakaan kampus tempat mereka mengemban ilmu, Jaemin merasa dunianya jauh lebih berwarna dari sebelumnya. Entah kenapa hari itu Jaemin terus tersenyum tanpa sebab. Padahal yg ia lakukan seharian hanyalah menemani Huang Renjun berkeliling toko perlengkapan melukis dan menemaninya melukis di bawah rindang pohon ek dengan semilir angin musim gugur yg membuat rambut pirang yg sudah kelewat panjang dan poni Huang Renjun bergoyang. Membuat Jaemin gemas untuk menyisir jari-jari panjangnya pada surai halus tersebut. Dan saat Renjun selesai melukis, ia meminta pendapat Jaemin.

("Luar biasa seperti biasanya, Injunnie." Begitu kira-kira jawaban Jaemin. Renjun mengenyit. "Kau selalu mengatakan itu. Jawablah dengan serius Nana." Jaemin kemudian menatap kedua mata Renjun dalam dan mengulang," lukisanmu luar biasa seperti dirimu, Injunnie.")

Dan saat melihat reaksi Renjun—dengan pipi yg memerah padam dan kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman—saat itulah Jaemin merasa dunianya lengkap. Jaemin merasa bahwa ia bisa bernafas dengan lega. Dan jika saat itu ia mati, maka ia akan mati dengan rasa membuncah didada, karena mampu membuat Renjun tersenyum sebegitu bahagianya.

Sejak saat itu Jaemin memutuskan untuk selalu melindungi Renjun dan juga untuk selalu menjaga senyumannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

PATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang