FUTURE THAT YOU WANT

7.7K 496 204
                                    

Noted: cerita ini adalah kebalikan dari A lot like a dream. Kayak versi Alternate Universe-nya. Karena kalian bakalan sadar ada yg aku 'balik' hehe. Enjoy xx.

••••

Membicarakan masa depan selalu membuat Huang Renjun bersemangat.

Ini membawanya ke sebuah skema tertentu seperti cetak biru overlay dengan percikan ide menarik di setiap warna keabu-abuan, berdebu, beraroma grafit atau hitam legam, garis yg percaya diri, garis tinta, sedikit luka dari rencana yg terhapus yg menghiasi perencanaan awal, tarikan garis yg berani dan yg kurus, angka-angka yg menghitung harapannya berada di sebelah setiap bagian dari 'masa depan'-nya yg ingin ia tata.

Dia akan merekam di tempurung tengkoraknya, pengingat untuk mencapai mimpinya tidak setinggi langit karena langit terdengar terlalu penuh harapan dan klise.

Dalam cetak biru, ia menggambar rumah masa depannya serta detailnya, bahkan ke arah mana pintu depan akan mengungkapkan dunianya. Dan dimana ia harus membangun kamarnya sehingga jendela dapat memberikan lebih banyak lampu alami di semua musim. Di sekitar rumah, terdapat merek mobil masa depan dan tempat kerja masa depan, palet warna untuk dinding dan pagar, ruang tamu dan dapurnya, film-film terbaru—yg saat itu cukup tua untuk disebut legenda—dan mungkin sedikit mencoret-coret mainan masa depan untuk bayinya. Logo Google yang berwarna-warni terukir di sebelah monokromatik World' Bank's web laba-laba, poster Me Before You di sebelah sketsa klasik gym bayi berbulu lembut, 'lantai kayu untuk mencocokkan dinding biru pastel' di sebelah kode pintu depan yg berwarna.

Dan pipi Renjun bersemu merah muda pucat(lagi), ketika matanya menangkap sosok makhluk hidup lain di ruangan yg ia gambar di hari terakhir sekolah menengah atas ketika matahari terbenam, dan siluetnya yg memancar sinar oranye, sebelum akhirnya nampak menyatu dengan tubuhnya. Renjun ingat senyum yg mengukir di wajahnya, yg ia klaim sebagai 'hanya untuk Renjun' dan tiba-tiba, Renjun tak peduli terhadap jarak pada mereka, sesuatu yg sering orang-orang salahkan pada dunia.

Renjun masih menggambarnya dengan pensil, namun dengan tambahan garis yg lebih berani dan mimpi juga yg lebih berani.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ketika Renjun memilih kelas bisnis karena kegagalannya dalam sains karena guru kimianya, Renjun tak pernah menyangka bahwa ia akan menikmatinya dan menjadi was tipikal siswa bisnis dengan cepat; penuh ambisi, anti sosial, kompetitif, dan sedikit idealis. Tidak, tidak. Bukan berarti Renjun berubah menjadi orang yg buruk atau apa, Renjun yg biasanya lebih mementingkan orang lain dari hidupnya sendiri, tidak lagi memiliki jiwa sosial meskipun ia masih tetap Huang Renjun yg sama—yg bersimpati pada gelandangan.

"Piip! Ini adalah layanan sistem siaran nasional! Kami baru diberitahu bahwa bangsa telah kehilangan seorang dokter sejati."

Pemuda di depannya menginterupsi fikiran Renjun, namun tanpa mengangkat wajahnya dari tugasnya sendiri. Rambut serupa permen kapasnya disisir ke atas berbentuk quiff, memperlihatkan dahinya serta alis tebalnya yg tercetak sempurna. Renjun selalu penasaran, untuk siapa dia berdandan seperti itu tapi, mengetahui sifat natural pemuda itu lebih lama dari orang-orang kecuali orang tua pemuda itu sendiri, sudah memberikan jawabannya sendiri.

Jawabannya, tidak ada.

Karena sebenarnya itu adalah profesionalitas, dan Jaemin tentu flirted disana-sini, tapi tidak ada yg lebih dari candaan. Terlebih, mereka berada di apartemen mereka sendiri, Jaemin berselonjor dengan meja belajar mininya, dan Renjun di sofa dengan laptopnya dan beberapa buku catatan, dan tak ada orang lain lagi.

Pemuda tersebut sibuk membuat garis-garis, dan menghitung nomor beserta simbol-simbol pelajaran matematika pada kalkulator. Dan ada senyum pengertian, hampir, hampir, menghiasi wajahnya yg serius. Renjun seharusnya merasa sebal pada itu, namun Renjun lebih tahu. Menjadi sahabatnya bertahun-tahun membuatnya mengerti pemuda itu luar dan dalam.

PATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang