DÆMON-1

9.5K 723 172
                                    

Jeno menatap kaget Jaemin.

"Apa?" Jaemin mengacuhkan tatapan Jeno dan tetap berjalan mendahului sahabatnya itu. Jeno mengerjap beberapa kali. "Kau... kau serius, Jaemin-ah?" Jeno merasa syok dan tidak percaya, dia bahkan berhenti di jalanan rumah komplek mereka. Jaemin menghela nafas dan ikut berhenti juga, lalu mengangguk.

"Aku serius, orang tuaku akan bercerai. Ayahku berselingkuh," Jaemin menggertakkan giginya marah.

Jeno membeku. Memang, akhir-akhir ini saat ia berkunjung ke rumah Jaemin, ia sering mendengar cekcok dan pertengkaran disana-sini. Namun, ia fikir itu adalah pertengkaran suami dan istri yg biasa saja. Seperti orang tuanya, yg terkadang suka berselisih paham. Atau pertengkaran macam sepasang kekasih yg seperti ia dan kekasihnya—Lee Donghyuck—lakukan. Jeno tidak pernah berfikir bahwa pertengkaran yg terjadi itu adalah sebuah pertengkaran besar yg di awali oleh sebuah pengkhianatan. Dia tidak mau percaya, karena sejak ia balita, ia sangat mengenal orang tua Jaemin, yg mesranya luar biasa. Tapi melihat kondisi Jaemin seperti ini, Jeno yakin sahabatnya sama sekali tidak mencoba membuat lelucon.

"Dan yg lebih buruk, Jeno-ya, mereka tidak ada yg akan membawaku," Jaemin menghembuskan nafas yg bergetar. "Mereka sepakat untuk meninggalkanku sendiri di tempat bibiku di Jeju-do. Karena mereka fikir akan menjadi beban bagi mereka yg baru berpisah untuk membawa aku, putra kandung mereka sendiri." Lalu senyum pedih itu tercetak di wajah tampan Jaemin. Jeno tertegun.

Tanpa ba-bi-bu Jeno segera memeluk sahabatnya dan mengusap punggung Jaemin pelan. Namun Jaemin hanya terdiam berdiri disana. Tidak bergerak juga tidak membalas pelukan Jeno.

"Aku tidak akan pergi ke Jeju-do. Aku akan tinggal disini sendiri jika itu perlu. Lebih baik aku mati daripada aku menumpang tinggal di tempat bibiku yg jelas sama sekali tidak akan menerimaku dengan senang hati," gigi Jaemin bergemeletuk, entah karena kesal atau ingin menangis namun ia tahan.

"Kau tidak perlu ke Jeju-do, Jaemin-ah. Kau bisa tinggal bersamaku, aku yakin orang tuaku tidak akan keberatan. Kita berdua tahu seberapa sayang orang tuaku padamu," Jeno memegang kedua bahu Jaemin dan menatapnya lurus. Jujur, Jeno tidak siap jika harus berpisah dengan Jaemin. Mereka bersahabat sejak berusia empat tahun, selalu bersama sepanjang waktu. Seperti kata pepatah.

Through thick and thin. Through sad and happy.

Jaemin tidak merespon. Ia hanya mengangkat wajahnya dan menatap cakrawala di atas langit yg seketika mendung. "Entahlah, Jeno-ya. Aku tidak ingin merepotkan orang tuamu," jawabnya berbisik. Benar, sudah cukup dia merepotkan orang lain. Dia tidak ingin menambah daftarnya lagi.

"Hei, hei. Kau sama sekali tidak merepotkan orang tuaku. Aku yakin mereka akan menerimamu dengan tangan terbuka seperti aku. Jaemin-ah, sebentar lagi kita lulus dan sudah berjanji akan melanjutkan ke perguruan tinggi yg sama, kan? Bahkan bersama Hyuckie juga! Kau tidak bisa tiba-tiba pindah begitu saja! Bagaimana dengan persahabatan kita selama ini? Apa tidak ada artinya sama sekali bagimu?" Jeno tahu dia bermain curang. Tidak seharusnya ia membahas 'kartu persahabatan' di saat Jaemin di ambang kehancuran begini. Tapi Jeno benar-benar tidak mau Jaemin pergi.

("Kita berdua memang sangat menyayangi sahabat kita, Jeno-ya. Tahun lalu saat Renjun tiba-tiba mengatakan kepadaku bahwa ia ingin kembali ke Jilin, aku merasa patah hati. Dan yah, kau tahu bagaimana aku berusaha keras agar ia tetap berada disini hingga sekarang," Donghyuck terkekeh mengingat bagaimana ia memohon kepada orang tuanya, lalu kepada orang tua Renjun untuk tidak membawanya kembali ke Jilin. Perlu dicatat, Donghyuck sambil menangis-nangis saat itu.)

Jadi Jeno juga akan melakukan hal yg sama. Jeno juga akan berjuang agar Jaemin tidak pergi. Meskipun jika ia harus memohon, bersujud sambil menangis di kaki orang tuanya dan orang tua Jaemin(mungkin ia akan meminta bantuan Donghyuck juga)agar Jaemin tetap berada disini. Tapi sebelum itu, Jeno harus meyakinkan Jaemin bahwa ia bukanlah beban. Ia siap ditampung dan disayangi selayaknya remaja laki-laki pada umumnya.

PATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang