17. Temporary (임시의)

12.4K 2.6K 442
                                    

"Taeyong-ssi."

Lelaki manis yang tengah tertidur sembari menyandarkan kepala pada jok mobil lantas terkesiap saat merasa tubuhnya berguncangㅡlebih tepatnya diguncang oleh seseorang. Ia kemudian menguap hingga mulutnya melebar sebelum menyeka sudut bibirnya dengan punggung tangan.

Taeyong pun menoleh dan mendapati pria paruh baya yang seingatnya adalah supir taxi suruhan Jaehyun. Pintu mobil disampingnya juga telah terbuka, dan sosok berpakaian serba hitam itu tengah berdiri di sisinya.

"Kita sudah sampai di Busan, Taeyong-ssi." Kata pria paruh baya itu.

"Benarkah?" Taeyong bergumam lalu mengerucutkan bibirnya seraya mengusap mata kanan dengan punggung tangan. Berusaha mengumpulkan kesadaran akibat tertidur selama perjalanan dari Seoul hingga Busan.

Siren itu kemudian menoleh ke sisi kiri dan kanan mobil bergantian. Suara desir ombak seketika menyapa gendang telinganya, sebuah hal yang tidak pernah ia dapati di Seoul. Tak jauh dari taxi spesial yang ia tumpangi, pantai berpasir putih telah membentang dan seakan melambai-lambai agar ia segera kembali.

Namun, dalam benak Taeyong masih bersarang nama Jung Jaehyun. Ia tidak ingin pergi. Ia tidak ingin kembali ke pantai untuk saat ini. Sayangnya si lelaki berlesung pipi tak lagi menatapnya dengan raut bahagia dan penuh cinta melainkan benci.

Dengan kedua kaki yang masih sangat berat untuk beranjak, Taeyong lantas berusaha turun dari mobil hingga ia berdiri di samping si supir taxi. "Apa kau punya ponsel?" Tanya Taeyong.

Si pria paruh baya mengangguk. "Ya, aku punya, Taeyong-ssi. Ada yang bisa ku bantu sebelum aku pergi?" Tanyanya. Sebab sebelum diperintahkan oleh sang tuan mudaㅡJaehyunㅡuntuk mengantar si lelaki manis ke pesisir pantai Busan, ia juga mempunyai agenda pekerjaan lain untuk mengantar Nyonya Jung ke acara reuni jam sembilan malam nanti.

"Apa ponselmu juga bisa menyampaikan pesanku pada Jaehyun?" Tanya Taeyong lagi. Sebab seingatnya, baik dalam drama maupun kebiasaan Jaehyun sehari-hari saat menggunakan ponselnya, ia bisa melihat jika benda itu mampu membuat dua orang atau lebih saling bertukar kabar juga pesan.

"Tentu bisa, Taeyong-ssi." Si pria paruh baya terkekeh. "Apa anda ingin aku mengirim pesan darimu untuk Tuan muda Jaehyun?"

Taeyong mengangguk. "Ya, tolong." Katanya sembari memasang tampang memelas.

Sang supir pun mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia kemudian menggenggam layar datar persegi itu lalu berucap. "Silahkan katakan pesan anda Taeyong-ssi."

"Kenapa kau tidak menggerakkan jari-jarimu seperti ini?" Protes Taeyong seraya mempraktikkan bagaimana saat Jaehyun mengirim pesan untuk seseorang pada ponselnya. Sebab si pria paruh baya disampingnya justru hanya memegangi benda persegi itu lalu menyodorkannya, seakan ingin menyuapinya dengan ponsel.

Sang supir terkekeh. "Aku akan merekam suara anda, Taeyong-ssi."

"Merekam? Apa itu?" Taeyong mengangkat alisnya.

Si pria paruh baya lantas tersentak. Ia melebarkan mata sebelum tertawa melihat raut kebingungan Taeyong yang begitu menggemaskan. Apa dia benar-benar tidak tahu? Pikirnya.

"Merekam artinya, aku memindahkan suaramu ke ponsel ini sebelum mengirimkannya pada tuan Jaehyun, Taeyong-ssi." Jelas supir itu diikuti senyum tipis.

Taeyong mengangguk paham. "Apa aku boleh menyampaikan pesan ku sekarang?" Tanyanya dan dibalas anggukan oleh sang lawan bicara.

Menarik napas dalam-dalam, Taeyong kemudian menunduk sembari menautkan jemarinya. "Jaehyun, maafkan aku." Ucapnya lirih. "Aku tidak bermaksud membohongi mu."

S I R E N | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now