Presipitasi

11.7K 1.4K 100
                                    

pre·si·pi·ta·si /présipitasi/ n 1 Geo proses pengendapan, baik dari dalam larutan maupun dari udara permukaan ke permukaan bumi;
.
.


"Weh masak ape tuh?" Gayatri terlonjak ketika sedang menghangatkan ikan sarden. Gadis itu menatap kesal ke arah Meta yang cengar-cengir karena nylonong masuk ke kontrakan sederhana Gayatri itu tanpa salam.

"Sorry, gue panggil lo nggak nyaut. Terpaksa gue nylonong deh." Dengan sisa kekehannya, Meta menjelaskan ke Gayatri.

"Kebiasaan. Yaudah ayok makan." Gayatri membawa makan malam untuk di santap bersama di ruang tamu yang merangkap jadi ruang makan.

"Gue udah makan Ya. Nggak perlu repot-repot."

"Beneran gak mau makan? Biasanya nambah mulu kalau di kantin pas hari Jum'at." Memang di kantin kantor mereka setiap jumat ada penawaran khusus dengan hanya membayar 15.000 mereka bisa makan sepuasnya di tempat dan Metalah yang paling untung di sana. Gadis itu dengan pedenya nambah dan bodo amat dengan lirikan polisi yang melihat seorang Polwan makan dengan porsi kuli.

"Gue tau porsi lu. Udah makan. Nggak usah jaim!" Tanpa bertanya lagi, Gayatri mengambilkan nasi dan lauk untuk Meta.

"Hehe, tau aja lo. Kan gue malu Ya."

Gayatri memutar bola matanya malas. Gadis itu langsung memakan makan malamnya.

"Eh iya, lo nginep disini sekalian?"

Meta langusng mengangguk. "Heem. Nggak papa kan? Rumah Bulek gue pasti udah di kunci kalau gue balik jam 12an. Yaudah mending gue balik besok jam 5 pagi aja." Gayatri mengangguk. Kebiasaan Meta jika menginap akan pulang setelah subuh.

Setelah itu, mereka membereskan makan malam mereka. Sambil santai-santai mereka menyalakan televisi 21 inchi milik Gayatri.

"Gimana kabarnya ibu lo? Udah mendingan?" Tanya Gayatri. Gadis itu tahu jika ibunda Meta sedang berjuang melawan kanker payudara dan mereka harus berpisah. Meta di Jakarta sedangkan ibunda dan keluarga di Karawang. Meta tinggal bersama tantenya yang rumahnya tak jauh dari kantornya.

"Nyokap masih kemo Ya. Gue pengen banget pulang tapi tahu sendiri kalau sekarang mau ambil jatah cuti agak susah."

"Tapi sampai sekarang gue kayak rada nyesel kenapa gue nggak kerja aja langsung pas lulus SMA, gue malah sibuk ikut tes kedinasan yang akhirnya zonk semua. Gue kayak nggak ada gunanya. Coba aja gue kerja, sekarang nyokap udah bisa sembuh mungkin. Nyokap nggak perlu utang sana sini. Gaji gue selalu nggak cukup buat orang rumah. Kadang hidup selucu ini ya Ya?"

Gayatri tersenyum tipis. Ia hampir mirip dengan Meta. Dua tahun berusaha membuktikan  kalau dirinya layak di mata sang ayah. Rela ikut tes sana sini. Berjuang sambil ikut part time. Masuk seleksi kedinasan yang akhirnya semuanya zonk pun pernah Gayatri lakoni hingga dirinya merasa tak pantas ketika melihat kesuksesan kakak-kakaknya. Namun beruntung Tuhan yang sayang padanya, memberikan jalan dan takdir yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Tak akan ia ingkari nikmatnya.

"Jangan pernah menyesal mengambil keputusan, Ta. Boleh lo menyesal tapi jangan sampai lo menyalahkan takdir yang ada. Perjuangan lo nggak bakal sia-sia. Mungkin sekarang masih sama seperti dulu, tapi Tuhan itu sangat baik bahkan kita nggak minta pun pasti di kasih. Lo cukup bersyukur dan jalani takdir yang udah di tentukan."

"Dan gue yakin kalau nyokap lo pasti bangga sama lo." Sambungnya.

Tiba-tiba dada Gayatri sesak ketika membicarakan tentang ibunda. Kadang ia berpikir bagaimana rasanya punya ibu yang merawat dan menjadi tempat curhatan anak perempuannya. Kadang Gayatri berpikir jika akan asyik dengan ibu yang diam-diam mendoakan dan mendukung kita selalu. Namun nyatanya ia tak di beri kesempatan untuk itu.

DersikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang