Chapter 12

6 1 0
                                    

Dua minggu sudah kematian Denis dan Gerald, menambah catatan kelam agen rahasia PKK menerima kegagalan. Sejak pemakaman Denis, Alex sudah memutuskan untuk mengundurkan diri dari tim agen rahasia PKK. Hari ini adalah hari terakhir berada dalam asrama. Dulu tempat itu adalah tempat dimana ia dan sang sahabat mendiskusikan banyak hal. Kenangannya dalam setiap sudut ruangan membawa bekas luka yang terkubur bertahun-tahun lalu.

"Akhirnya kita ditempatkan dalam asrama ini. Ya, ampun! Aku sudah tak sabar memecahkan banyak kasus dan membawa banyak duit untuk keluarga di kampung," seru Denis kegirangan saat memasuki sebuah tempat mirip apartemen. "Kali ini aku akan membuat mereka bangga. Apalagi aku anak pertama dan membuktikan jika aku adalah kakak yang hebat."

Alex menghempaskan nafas kasar dan duduk di sofa. "Sebenarnya, aku juga punya keinginan yang sama. Membiayai keluargaku sendiri. Walaupun, aku tidak berminat dalam hidup yang penuh kekerasan. Tetapi buat ibu dan Nesi, aku akan melakukan apapun. Walaupun nyawaku terancam," ujarnya.

Denis melempar barang bawaan ke kamar depan tanpa merapihkannya. Pemuda yang suka bertingkah koyol menyusul duduk di samping sahabat. Tidak lupa ia meronggoh saku kemeja, menunjukkan surat kelulusan menjadi agen rahasia. Kertas atas nama dirinya sendiri terus dipandang dengan mata yang berbinar-binar. Selanjutnya pandangannya teralih pada Alex, pasti dia sedang memikirkan tahun yang akan dilewati bersama dan penuh rintangan.

"Tugas kita bakalan berat, Bro! Aku tidak tahu apakah di tahun-tahun yang akan datang masih bisa menginjakkan kaki di tempat ini atau tidak," katanya menepuk bahu Alex. "Kira-kira kalau kita sudah cukup bekerja di sini, kau mau mengundurkan diri saat masih hidup atau sudah mati?"

"Lebih baik mengundurkan diri saat masih hidup. Jika aku mati, aku tidak bisa membiarkan keluargaku hancur menangisi kepergianku." Alex menjawab.

"Lha!? Bayar dendanya mahal, Lex! Tunggu saja sampai ajal menjemput," protes Denis. "Aku ingin menebus semua kesalahan waktu di STM dengan mengabdikan separuh hidupku untuk negeri ini. Kamu malah sebaliknya. Jadi agen rahasia harus punya sikap nasionalis, Lex! Dan pada saat situasi sulit pun, kamu harus tetap berada di sini." Dia memberi nasihat dan motivasi.

"Iya, aku tahu." Karena tidak ingin menanggapi ocehan sahabatnya, Alex beranjak dari sofa untuk membereskan semua barang bawaannya.

"Saatnya untukku pergi. Aku masih bisa menghidupi keluargaku tanpa harus mengorbankan nyawa untuk negeri. Aku tidak memiliki sikap nasionalis yang kuat sepertimu, Den. Maaf, jika aku mengecewakanmu lagi." Perlahan Alex mengangkut semua barang bawaan dan menutup pintu asrama.

Langkah kaki pemuda itu menelusuri setiap asrama agen rahasia. Rekan kerjanya sangat menyayangkan keputusan Alex untuk mengundurkan diri setelah sepeninggal Denis. Mereka hanya bisa mengucap selamat tinggal, bahkan ada yang sampai menangis terisak-isak. Pemuda berparas tampan itu merangkulnya dan kembali berjalan ke depan.

"Seharusnya kau tidak perlu mengundurkan diri, Bro! Masih ada aku, Cleo, Renald, dan Marcel yang akan menemanimu bertugas saat tak ada Denis." Aslan menghampiri Alex dan memeluk sebentar sambil menepuk punggung.

"Aku sangat menyayangkan pengunduran dirimu, Alex. Kita berada dalam satu angkatan dan berjuang sama-sama," tambah Claudia. "Jangan ngundurin diri lah! Kejadian meninggalnya sahabatmu memang menyakitkan. Tapi itu bukan solusi yang baik. Mungkin saja kamu akan menghadapi bahaya di luar sana dan kamu kesulitan bertahan hidup sendiri. Jika kamu tetap dalam tim ini, kami akan selalu siap membantumu."

"Maaf, Bu Claudia. Keputusanku sudah bulat dan aku sudah membayar denda. Permisi!" Tidak ingin mendengar keluhan rekan kerjanya agar tidak jadi mengundurkan diri, Alex berjalan tergesa-gesa dan pergi.

Mission Attack (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang