6.갱신 (Renewal)

3.8K 386 15
                                    

Berbagai cara sudah dilakukan Jimin beberapa hari ini, agar ia dan Alisa  bisa keluar dari rumah. Tapi nihil. Siapa lagi yang bisa menghentikan langkahnya selain Yoo Han. Walaupun Jimin sudah menyakinkan kakek nya dengan seklumit alasan, seperti ingin memiliki ruang khusus hanya berdua saja dengan Alisa, sampai Jimin harus menahan malu ketika ia terpaksa memakai 'anak' sebagai alasan nya.

Yoo Han tidak sepolos dan semudah itu untuk membiarkan Jimin membawa Alisa keluar dari rumah. Tapi, bukan Jimin namanya jika ia tidak gigih. Lihat saja sekarang, sudah setengah jam yang lalu ia hanya mengikuti kemana Yoo Han berjalan, mengekor seperti anak kecil yang meminta uang jajan.

"Boleh ya kek" seru Jimin ketika Yoo Han baru mendudukan tubuhnya pada kursi kebesaran dirumah ini. Diruang tamu. Entah sudah berapa kali Jimin mengulangi kalimat yang sama, dan entah berapa kali juga Yoo Han memberikan jawaban yang sama juga.

Yoo Han menggeleng. Iya lebih memilih memejamkan mata nya dan membawa kepala yang renta itu bersandar pada punggung kursi putar dengan kedua tangan yang ia lipat tepat setengah dada.

"Aku ingin benar-benar menjadi suami dan memiliki istana ku sendiri kek, boleh ya?"

Mendengar itu Yoo Han membuka mata nya perlahan. Sedikit menegakkan kepala nya dan menatap Jimin. Tatapan nya kali ini benar-benar berbeda, atensi Yoo Han hanya terpaku pada sosok Jimin yang sedang mengulas senyum semanis mungkin, seperti anak kecil yang membujuk ayah nya agar dibolehkan bermain.

Tapi seketika senyum Jimin kembali memudar kala Yoo Han menggelengkan kepalanya dan berucap. "Kau dan Alisa akan tetap dirumah ini. Kau dengan kan Park Jimin!" kalimat pemutus harapan Jimin yang tidak akan bisa diganggu gugat lagi.

Jimin menghela napas prustasi. Tidak tahu lagi cara apa yang bisa meyakinkan Yoo Han agar ia bisa membawa Alisa keluar dari rumah. Tujuan nya hanya satu, agar wanita yang sudah sangat lama ia tunggu kedatangan nya tidak mengetahui fakta bahwa Jimin sudah menikah. Gwen tidak boleh tahu itu. Hidup nya sudah sangat kacau semenjak hadir nya Alisa, jangan ditambah lagi jika Gwen nanti pergi dari hidupnya. Jimin tidak yakin akan bisa bertahan hidup jika Gwen benar-benar melakukan nya.

Selama ini jika seribu wanita sudah mencoba menjilat. Hanya Gwen yang tidak tertarik untuk itu, bahkan nyali Jimin seolah diuji dengan sifat Gwen yang sangat menantang untuk didapatkan. Hanya Gwen, hanya perempuan itu lah yang digilai Jimin.

Memang seberpengaruh itu Gwen terhadap keangkuhan Jimin.

Jimin telah kembali ke kamar nya, dengan wajah seribu bayang, masih memikirkan bagaimana cara agar Gwen tidak mengetahui tentang Alisa.

"Aku tidak bisa meyakinkan kakek" ucap Jimin kala ia baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dengan kedua tangan yang terbuka lepas, pasrah.

Alisa hanya bergedik, potongan demi potongan buah mangga dan apel hijau itu tetap masuk kedalam mulutnya. Duduk pada sebuah sofa yang sengaja diletakkan dipinggir jendela, merasakan sepoian angin yang menyejukkan kulit mulus nya, membuat Alisa begitu nyaman dan menemukan sensasi sendiri dari terpaan angin dari celah kain jendela. Tapi sekarang ketenangan nya terancam, karna keparat itu sudah kembali entah dari mana.

"Ya sudah mau bagaimana lagi" jawab Alisa seadanya. Dengan mulut yang tengah mengunyah pecahan-pecahan buah didalamnya.

Jimin bangkit dari tidurnya. Duduk pada sisi ranjang lalu meremas hebat rambutnya penuh prustasi. Alisa hanya tertawa kecil. Tidak percaya jika manusia arrogant itu bisa juga prustasi karna perempuan.

"Oh shit!" umpat Jimin kemudian. Membuat Alisa menghentikan aktifitasnya. Alisa tertegun kala melihat pria itu dengan wajah merah penuh kesal dan amarah.

Sesama manusia yang mempunyai hati, sungguh Alisa sama sekali tidak menyukai laki-laki yang terlihat lemah seperti Jimin saat ini. Meski ia juga memiliki hati yang sederhana, gampang terluka, tapi Alisa merasa tidak pantas saja jika Jimin yang sudah beberapa bulan ia kenal dengan begitu kejam dan angkuh harus terpuruk.

Alisa meletakkan mangkuk yang berisi potongan buah tadi pada meja kecil disamping sofa. Melipat kaki nya dengan nyaman dan beralih fokus pada pria dengan kepala menunduk itu disana.

"Apa kau begitu mencintai perempuan itu Jimin-ssi?"

Mendengar Alisa yang menyumbang kalimat, Jimin mendongak, menatap kearah Alisa yang tengah memangku tangan dengan santai. "Sangat" jawab nya kemudian.

"Lalu kenapa kau menikahi ku, bukan nya dia?"

"Kau pikir menikah dengan mu atas dasar kesukarelaan ku. Aku terpaksa, benar-benar terpaksa harus menikahi perempuan seperti mu!"

Oke

Alisa yang salah.

Ia yang memancing kata-kata sampah itu keluar dari mulut keparat itu. Tapi tidak apa, Alisa akan memakluminya untuk kali ini. Jadi dia hanya mengangguk saja, memberi isyarat bahwa dia tidak masalah dengan penuturan Jimin barusan.

"Jika saja Gwen tidak menerima kontrak kerjasama dengan perusahaan asing, mungkin disaat aku harus melakukan cara ini. Gwen lah perempuan yang ku nikahi saat itu." Alisa membolakan kedua mata nya. Ia tidak menyangka bahwa Jimin mau bercerita, padahal Alisa tidak bertanya.

Alisa bangkit dari duduk nya. Dengan penuh percaya diri ia pun mendekati Jimin, duduk bersebelahan meski ia takut kalau Jimin akan memakinya. Ternyata tidak, Jimin tidak memberikan respond seperti yang Alisa bayangkan. Dia terlihat acuh dan tidak mempermasalahkan jika duduk berdampingan dengan Alisa, diujung ranjang itu.

"Jadi, apa sekarang dia akan menetap di korea?" Alisa tidak yakin kenapa dia ingin sekali mengorek informasi tentang Gwen. Tapi ia merasa, dengan begini bisa membuat Jimin sedikit melupakan kesal dan amarah nya tadi karna membahas Gwen, wanita yang digilai pria itu katanya. Itu akan sedikit lebih baik, daripada mendengar sumpah serapah manusia keparat ini didalam kamar yang seharusnya penuh ketenangan.

Jimin mengangguk, ia menatap Alisa kemudian, membuat kedua pasang manik itu saling bertemu. Kenapa Alisa tiba-tiba gugup? dia tidak pernah ditatap Jimin begitu tenang selama ini. Hanya tatapan benci dan menjijikan yang berlebihan, yang selalu pria angkuh itu tampilkan. Tapi jika seperti ini, Alisa merasa bahwa pribadi Jimin tidak sepenuhnya menyebalkan.

"Lalu apa yang kau takutkan? pernikahan sialan ini akan berakhir beberapa bulan lagi. Tenang lah" seru Alisa yang terdengar sedang menasehati. Lebih kepada kesedihan pun Alisa rasakan. Pertama kali menikah dan itu hanya menjadi permainan bukan hal spele untuk nya. Entahlah, Alisa merasa dirinya begitu kecil dan rendah saat ini. Padahal jauh didalam sana, yang merasa sesak seolah terbelenggu dan sudah lama terikat, Alisa juga ingin merasakan bahagia. Bahagia yang sesungguhnya telah sangat lama ia nantikan. Bisa kah Alisa mendapatkan nya?

"Kau tidak tahu seberapa berharganya Gwen dimat--"

"Aku tahu Jimin-ssi, kau sudah memberitahu ku dari reaksi mu."

Jimin mengalihkan fokusnya kearah pintu. Menelisik dinding abu bersih disana lalu berucap. "Aku takut jika Gwen mengetahui keberadaan mu sebelum kontrak ini selsai, dia akan meninggalkan ku. Gwen akan membiarkan ku bahagia bersama mu, begitulah sifat baik nya yang tidak akan pernah aku temui pada perempuan lain" Jimin menatap Alisa lagi seketika.

"Kau paham kan bagaimana Gwen dimataku?"


[]

Segini dulu ya 🤗

Makasih buat kalian yang nungguin cerita ini update. Meski ga banyak tapi itu senapan untuk aku lebih semangat lagi biar banyak yg suka cerita ku. Makasih 💜

Kak ceritanya jangan pendek² dong? aku ga terlalu bisa menghayalkan sebuah cerita sampe 3000 kata gitu loh, ga tau kenapa. Kayak ga nympe aja di otak ku, jadi maaf ya kalo ceritnya pendek pendek gitu kayak jari Jimin 🙊

Jangan lupa follow ya rezamelissaa pencet bintang di pojok kiri bawah juga boleh kalo berkenan 🤗

Kalo ada kesalahan terhadap kalimat atau typo dan pengulangan kata maaf ya, soalnya ga aku edit lagi 😢🙏🙏🙏🙏

BECAUSE OF YOU [Park Jimin]✓Where stories live. Discover now