part 1

11K 677 179
                                    

Budayakan Vote dan Comment.
Gomawong!

# Happy Reading #

🌸🌸🌸

"Ke mana Adikku yang nakal itu? Kenapa belum pulang juga?" tanyanya dengan diri sendiri.

Pemuda berusia 22 tahun berkacamata ini begitu tampak cemas pada saudara kembarnya. Meski ia tahu kebiasaan buruk saudara kembarnya selalu pulang malam. Bahkan sering tidak pulang. Sampai kapanpun ia akan tetap terus menunggunya.

Helaan nafas keluar dari bibir. Kepalanya terdongak menatap jam dinding tepat di atas Televisi. Sudah jam 11 malam, saudara kembarnya belum juga pulang. Punggung ia sandarkan dan menatap langit - langit kamar.

Sedari tadi keringat terus mengucur di sekujur wajahnya. Dadanya terpompa naik turun ketika merasakan sesak. Raut wajah telah berubah semakin pucat. Kedua matanya terpejam erat. Juga kepala pemuda Kim sedikit pening.

Penyakit bawaannya kambuh. Jika memaksakan diri tidur terlalu larut.

Ceklek

"Eoh? Jun-a, kenapa belum tidur sayang?" tanyanya setelah membuka pintu kamarnya.

Pemuda itu bergeming. Tak berbalik atau membalas pertanyaan Wanita paruh baya yang datang ke kamarnya. Wanita itu mengerutkan keningnya. Sedikit merasa aneh dengan tingkah Putranya.

Tangan terulur mengusap lembut surai hitam milik Putranya ketika sampai di hadapannya. 'Lepek? Apa penyakitnya kambuh?' batinnya. Ia menelusuri wajah pucat Putranya dengan seksama.

Sangat yakin jika Jantung bawaannya kambuh malam ini. "Sayang, ayo. Kau harus istirahat. Ini sudah larut malam, tidak baik untuk jantungmu." ajaknya lembut. Berusaha tidak panik dan cemas.

Mata Kim Seokjun terbuka, menengadah ke atas. Menatap tepat pada retina sang Ibu. Lantas tersenyum lirih. "Aku ingin menunggu Seokjin pulang, Eomma." jawabnya pelan.

Raut wajah sang Ibu berubah menjadi datar. "Anak itu lagi. Kenapa kau selalu mementingkan anak itu daripada kesehatanmu, Seokjun-a? Jangan perdulikan anak itu! Tidurlah!" tegasnya, menatap tajam pada Seokjun.

Ketegasan dan tatapan tajam sang Ibu membuat kedua bibir Seokjun terkatup erat. Anak itu sangat takut jika berhadapan dengan sang Ibu yang tengah emosi. Kepalanya tertunduk.

Tanpa sepatah kata, Nyonya Kim lekas membawa Putra kesayangannya ke kasur. Dengan terpaksa Seokjun mengikuti langkah Ibunya. Nyonya Kim membaringkannya perlahan dan menyelimuti Seokjun sebatas dada.

Beranjak dari tempatnya berdiri. Lantas melangkah menuju lemari yang memang disediakan di kamar Seokjun. Karena itu khusus untuknya. Tempat itu untuk penyimpanan peralatan medis lengkap. Nyonya Kim mengambil nebulizer dan memasangkan masker oksigennya ke Wajah tampan Seokjun. Sebelumnya, ia meminumkan satu butir obat yang selalu dikonsumsi oleh Seokjun setiap harinya.

Duduk di sisi kasurnya dan mengelus dada Putranya yang masih naik turun. "Jangan lagi - lagi kau menunggu anak pembawa sial itu pulang! Biarkan dia tinggal di luar. Eomma tak perduli. Eomma tidak ingin melihat penyakitmu kambuh karena anak itu, Seokjun-a." peringatnya.

Mata terpejam itu terbuka. Menatap sayu wajah cantik Ibunya. "Jangan berkata seperti itu Eomma... Dia juga Putramu," lirihnya.

"Dia bukan Putraku! Selamanya bukan Putraku!" sergahnya.

Seokjun tersentak kaget. Membuat dadanya kembali naik turun sesak karena terkejut. Anak itu sekalinya dikejutkan maka penyakitnya akan kambuh.

Nyonya Kim tentunya merasa bersalah telah mengejutkan Putranya. "Mianhae Chagi. Eomma tidak bermaksud mengejutkanmu." sesalnya. Tangannya kembali mengelus dada Putranya agar sesaknya mereda.

The Twins ✓Where stories live. Discover now