24 ● BAD INTENTION

92.7K 3.2K 64
                                    


'Enggak mungkin...'

Seingin apapun Rosa menyangkal, ia tak akan bisa mengubah kenyataan bahwa seseorang yang tengah dipergokinya saat itu adalah benar suaminya sendiri. Ia tau lelaki itu adalah Alex, yang sedang bercumbu dengan sang mantan kekasih di tengah lorong yang sepi dan dingin.

Dan yang lebih menyakitkan bagi Rosa, adalah ketika ia mendapati pakaian wanita yang bersama Alex tampak awut-awutan. Rosa tak berani membayangkan pergelutan macam apa yang baru saja terjadi di antara keduanya.

Rosa belum mampu menggerakkan tubuhnya yang tiba-tiba kaku. Ia hanya bisa menatap getir saat jari jemari Shely tengah menyugar rambut tebal suaminya penuh gairah.

Rosa kian merasa lemas. Ia ingin menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Tapi sebelum ia ambruk, seseorang tiba-tiba menahan lengannya, membalikkan badannya kemudian menyeretnya pergi dari lorong.

"Ah, apa-apaan sih Shely sama Alex, bisa-bisanya mereka mesra-mesraan disini!" Dreisa mendengus kesal. Dan celetukan itu membuat Rosa yakin bahwa ia tidak sedang berhalusinasi.

"Rosa, dengerin gue..." samar-samar Rosa mendengar Dreisa berucap. Namun ia terlalu tuli saat itu. Rosa juga tak bisa benar-benar melihat wajah Dreisa yang menatapnya. Semua itu karena pandangannya telah terhalang oleh air yang menggenang di pelupuk matanya. 

Rosa menutup bibir untuk menahan isakan tangis. Bulir airmata kini mengalir membasahi jemari Rosa. Rosa pun tidak ingin berlama-lama. Dalam hati gadis itu menjerit ingin pergi, ia ingin segera menyingkir.

Kemudian Rosa pun menepis pelan tangan Dreisa yang ada di pundaknya. Rosa melangkahkan kaki dan berlari sekuat tenaga menjauh dari tempat terjadinya peristiwa yang menyakitkan untuknya tersebut.

***

"Gak usah buang tenaga lo buat pura-pura peduli sama dia!"

Seseorang mencengkeram erat lengan Dreisa ketika ia mencoba menyusul Rosa yang tengah berlari meninggalkan lorong.

"Harvey..." bisik Dreisa pelan menyebutkan nama lelaki yang tengah mencekalnya. Ia terperangah menyadari laki-laki yang ia puja itu sudah berada di depannya. Sejak kapan? Tanya batin Dreisa.

"Puas lo sekarang?" Geram Harvey sembari menatap Dreisa tajam. Ia menghempaskan lengan wanita itu dengan kasar.

"Gue... gak ngerti ap-apa maksud lo?" Dreisa terbata. Tatapan Harvey kala itu benar-benar mengerikan baginya dan ia langsung merasa ketakutan.

Harvey menyunggingkan senyum sinis. Tanpa menjawab, pria itu pun pergi meninggalkan Dreisa. Dreisa menoleh dan melihat punggung Harvey dari belakang. Lelaki itu tampak berjalan lambat, kemudian berjalan cepat kemudian setengah berlari dan, akhirnya berlari kencang.

"ROSA!"

Suara bariton Harvey menggema di lorong. Saat Harvey memanggil nama tersebut, detik itu juga kebencian Dreisa pada Rosa bertambah seribu kali lipat.

***

"Rosa! Tunggu! .... Rosa...."

Akhirnya berhasil juga Harvey menyusul gadis yang sedari tadi ia panggil namun masih saja terus berlari.

"Sa..." panggilnya lagi. Tapi kali itu Harvey memilih memelankan nada suaranya. Dan tanpa ia sadari tangannya sudah menahan pergelangan tangan Rosa. Agak lancang memang, tapi Harvey acuh sebab hanya itu satu-satunya cara agar Rosa berhenti berlari.

Rosa menatap jemari Harvey yang mencekal pergelangan tangannya. Ia lalu mengalihkan pandangan ke wajah lelaki sahabat suaminya itu.

Harvey melihat wajah Rosa yang basah. Saat itu airmata masih mengalir turun di pipi Rosa. Dan isakan kecil Rosa entah mengapa terdengar menyakitkan di telinga Harvey. Melihat gadis di hadapannya tampak pilu tiba-tiba membuat dada Harvey menjadi ikut sesak. Agaknya Rosa benar-benar sangat mudah mempengaruhinya sekarang. 

MARITAREOù les histoires vivent. Découvrez maintenant