part 8

1.5K 150 18
                                    

.

.

.

Jungkook membuka matanya perlahan, bunyi mesin monitor pendeteksi jantungnya terdengar mengganggu telinganya. Ia mengerjapkan matanya, mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Tidak ada seorangpun disana, ia sendirian. Apa yang terjadi padanya?

Jungkook menerawang menatap langit-langit kamar, terakhir yang ia rasakan dan ia ingat, ia di gendong ayahnya menuju ke ruangan penuh alat dan setelah itu ia tidak ingat apapun. Ahh, pria aneh itu. Jungkook ingat ia bertemu pria aneh yang mengakuinya sebagai adik.

Jungkook menarik masker oksigen yang menutup setengah wajahnya. Ia tidak suka menggunakan benda itu, membuatnya panas. Ia melirik ke tubuhnya yang terbaring, berusaha bangun dan bersandar. Melepas alat yang menempel di jarinya dan menarik infusnya. Sekedar pengetahuan, Jungkook terbiasa melepas infusnya sendiri tanpa menunggu persetujuan dokter.

Jungkook berjalan keluar dari kamarnya, masih menggunakan pakaian pasien. Langkahnya perlahan tapi pasti, nampak sehat dan baik-baik saja. Jungkook mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru, tidak ada satu manusia pun di lihatnya di koridor itu.

Sedikit lemas, langkah Jungkook menjauhi ruang kamar rawatnya. Ia tidak mencari sosok ayahnya, di pikirannya, ia hanya ingin pulang. Rumah sakit tidak membuatnya nyaman sama sekali. Bisa di bilang ia bosan melihat rumah sakit. Jungkook sesekali berpegangan pada dinding saat tubuh kurusnya itu oleng. Jungkook berdiri di depan lift, menekan tombol dan diam menunduk.

.

.

Yoongi terpaksa meninggalkan tumpukan not baloknya di studio miliknya dan bergegas ke rumah sakit. Ia mendapat panggilan dari Seokjin untuk mereka berkumpul di ruang rawat Taehyung, penting katanya. Yoongi bukan tidak perduli Taehyung, ia cukup tahu sudah banyak dan siap menjaga Taehyung jadi ia memilih menyelesaikan pekerjaannya dan muncul jika di perlukan saja. Seperti sekarang.

Kaki jenjang berbalut skinny jeans hitam dengan warna sepatu senada itu memasuki area rumah sakit. Ia tidak berlari, hanya berjalan seperti biasa, untuk apa terburu-buru, bagi Yoongi mereka akan tetap menunggunya. Seokjin mengatakan semua sudah berkumpul di rumah sakit, tapi itu tidak membuatnya lantas tergesa-gesa.

Sepasang airpod tersangkut di telinganya, memutar lagu yang sedang di buatnya. Ya, meski sedang menyelesaikan urusan lain, tapi tidak ada salahnya mengoreksi pekerjaannya juga kan? Time is.. billboard! Itu tujuan Yoongi. Sebuah pintu lift terbuka di depan Yoongi, ia segera masuk ke dalam lift. Hari itu tidak banyak orang ke rumah sakit, dia hanya sendiri di lift. Tangan pucatnya menekan tombol tujuan dan menunggu.

1...

2...

3...

4...

5. Ting!

Pintu lift terbuka, Yoongi siap melangkah keluar, tapi langkahnya terhenti menatap sosok tertunduk di depannya dengan pakaian pasien. Yoongi mengamati setiap inchi sosok di depannya, ada darah mengalir kecil dari balik piyama di lengannya. Pasien ini mencoba kabur, begitu pikir Yoongi. Apa yang harus dia lakukan? Menegur atau membiarkannya?

Yoongi melangkah keluar lift, memutuskan untuk cuek. Sementara sosok anak muda jauh di bawah umurnya itu melangkah masuk dengan menunduk memijat kepalanya. Sepertinya ia tidak sedang dalam kondisi yang baik. Tepat saat mereka bersebelahan, anak itu oleng ke arah Yoongi yang spontan memeganginya.

"Gwaenchanna?,"tanya Yoongi. Anak itu hanya mengangguk pelan.

"Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi sebaiknya kau kembali ke kamarmu, kau sepertinya belum sehat."Tegur Yoongi pelan.

Love Yourself || book 2Where stories live. Discover now