12. Kisah :: 12 Juli 2010

57 3 0
                                    

Jangan lupa vomments

Selamat membaca

Lamongan, 12 Juli 2010 pukul 06.35 WIB

Pagi ini adalah hari pertamaku berstatus sebagai pelajar sekolah dasar. Dengan mengenakan seragam putih merah, Ibu mengantarku ke sekolah. Berbeda saat PAUD dan TK, kali ini Ayah tidak ikut mengantarku. Memangnya apalagi yang bisa aku harapkan dari Ayah?

"Jadi anak yang pintar ya, nak," pesan Ibu.

Belum sempat aku menjawab, beberapa orang muncul dari balik punggung Ibu. Menginterupsi pembicaraanku dengan menyapa basa-basi.

Sampai salah seorang Ibu yang mengenakan jilbab berwarna ungu berkata, "Loh Wulan, itu dahi kamu kenapa? Karena Ayah kamu lagi?"

Aku tahu Ibu itu. Dia adalah tetangga rumahku. Rumah kami hanya dipisahkan oleh dua rumah. Jadi wajar saja kalau dia tahu tentang apa yang terjadi di keluargaku. Apalagi keluargaku akhir-akhir ini menjadi topik hangat pembicaraan bagi para tetangga.

Aku diam tak menanggapi. Sementara Ibu mengambil alih menjawab, "Tidak apa-apa, Bu. Wulan sudah baikan."

"Gimana sih, Bu? Gitu kok sudah baikan? Emang udah diperiksa ke rumah sakit? Oh, belum ada duit ya?" tanya Ibu lain dengan beruntun. Aku paham, ada nada mengejek di balik kalimatnya.

Ingin sekali aku membantah. Namun lagi-lagi aku memilih bungkam. Aku tidak ingin menambah kesan negatif di keluargaku dengan menambah cap anak tidak sopan lalu orang lain akan mencela Ibu. Mengatakan bahwa Ibu tidak becus mengurus keluarga.

"Wulan masuk ya. Nanti kalau pulang, Ibu jemput," kata Ibu, mengabaikan ucapan Ibu-ibu tadi.

Aku mengangguk kemudian mengambil tangan kanan Ibu untuk aku cium tangannya. "Assalamualaikum, Bu."

"Waalaikumsalam."

Baru kali ini aku berat untuk jauh dari Ibu. Rasanya ada yang menggenang di kedua mataku. Menghindari air mata jatuh, aku menunduk lalu mengusapnya dengan tangan kananku sebelum jatuh.

Tbc

21 Juni 2020
Tertanda,

Erina Putri

Akan Kuceritakan Semua Tentangku [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt