35. Kisah :: 26 Agustus 2019

32 1 0
                                    

Selamat membaca

Lamongan, 26 Agustus 2019 pukul 09.43 WIB

Rencanaku hari ini tidak berjalan lancar. Sebenarnya, aku ingin membawakan bekal makan untuk Exan dan diriku sendiri, sebagai bentuk terima kasihku padanya karena hari sabtu lalu dia menolongku. Lantaran semalam aku begadang mengerjakan tugas dan belajar, aku bangun kesiangan. Aku yang takut terlambat, lantas terburu-buru dan lupa membawa bekal yang sudah ibu siapkan.

Karena itulah saat ini aku sedang menuju ke kantin sekolah ketika jam istirahat pertama. Sebenarnya aku tidak pernah ke kantin. Kan sudah pernah aku sampaikan kalau aku tidak menyukai keramaian, bukan? Sekalipun aku membutuhkan sesuatu, aku akan pergi ke koperasi sekolah yang cenderung lebih sepi. Namun sayang, di koperasi sekolah tidak menjual nasi, hanya ada camilan ringan saja.

Letak kantin yang berada di ujung koridor gedung belakang membuatku harus melewati deretan ruang kelas 12 IPS agar sampai di sana. Bukan menjadi rahasia lagi jika remaja laki-laki kelas IPS cenderung lebih berani. Sebut saja di sekolahku ini, mereka secara terang-terangan menggoda adik kelas, meminta uang pada adik kelas, dan hal ekstrim lainnya.

Biasanya kakak kelas IPS di sekolahku ini berkumpul di anak tangga dekat pintu masuk kantin. Bisa dibilang, tempat itu keramat bagi orang yang baru menginjakkan kakinya di sana, termasuk aku yang sedari tadi menundukkan wajahku sambil memilin kedua tanganku, tanda gugup.

"Dek, ngapain lihat bawah? Nyari uang jatuh? Sini sama Mas aja, duitnya banyak."

Ocehan itu disambut oleh suara gelak tawa dan kehebohan lainnya. Aku enggan menanggapi dan semakin menambah kecepatan jalanku. Hingga aku merasakan tanganku dicekal oleh seseorang. Aku mendadak kaku, tidak berani menoleh ke belakang, aku hanya bisa berdoa dalam hati seraya berusaha melepaskan cekalan itu.

"Kok diam aja?" tanya lelaki itu sembari membalik tubuhku. Aku mundur beberapa langkah sebab dia semakin mendekat ke arahku. "Kenapa? Takut?" Dia hendak menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajahku. Aku lantas menepisnya. Dia yang tidak terima mengangkat tangannya, seperti ingin menamparku.

Tatapanku yang berubah waspada membuatku bertindak refleks dengan mendorongnya cukup kuat hingga membuatnya mundur beberapa langkah. Hal itu menyebabkan beberapa temannya mendekat ke arah kami. Mereka mengepungku seperti tawanan.

"Berani banget jadi adik kelas," kata salah satu dari mereka.

Aku yang hendak menerobos lingkaran itu segera dihalangi oleh mereka dengan mencekal kedua tanganku. Aku meronta tidak karuan namun ada yang membungkam mulutku.

Seketika kenangan buruk itu muncul di benakku. Aku akan jadi seperti apa? Apakah akan ada kenangan buruk lagi? Demi apapun aku kehabisan napas dan tenaga. Apalagi aku belum sarapan. Sudah pasti energiku terkuras habis.

Semakin aku memberontak, semakin aku lemas. Dan tak lama kemudian, kesadaranku menghilang. Hanya kegelapan yang datang. Memangnya apa yang bisa aku harapkan? Oh ralat. Memangnya orang sepertiku berhak punya harapan?

Tbc

22 November 2020
Tertanda,

Erina Putri

Akan Kuceritakan Semua Tentangku [COMPLETED]Where stories live. Discover now