34. Kisah :: 24 Agustus 2019

25 1 0
                                    

Selamat membaca

Lamongan, 24 Agustus 2019 pukul 13.07 WIB

Karena hari sabtu, maka kegiatan belajar mengajar di sekolahku hanya berdurasi setengah hari. Berbeda dari hari biasanya yang memakan waktu hingga sore hari.

Seperti biasa, aku baru mengambil sepedaku yang terparkir di parkiran sekolah ketika sekolah sudah sepi. Jarak antara rumah dan sekolahku yang tidak terlalu jauh, semakin memudahkanku untuk mengayuh sepeda ke sekolah. Aku ingat. Sepeda berwarna abu-abu kesukaanku ini diberikan oleh ibu ketika aku berhasil mendapatkan rangking pertama pararel se-SMP-ku dulu. Dengan menggunakan sepedaku ini, aku bisa sampai ke sekolah 30 menit dari rumah, kategori kecepatan sedang.

Tepat di samping sepedaku terparkir, aku menatap nanar ban belakang sepedaku yang kempes. Pasalnya, di sekitar sekolahku ini tidak ada tukang tambal ban. Yang paling dekat kurang lebih satu km jaraknya.

Aku mengambil keputusan untuk mendorong sepedaku ini menuju ke tempat tambal ban. Meskipun kelihatannya jauh, bagiku tidak apa-apa sebab aku juga tidak punya seseorang yang akan aku minta bantuan untuk saat ini.

"Sepedanya kenapa, Wulan?" Seseorang menghentikan motornya tepat di sampingku. Wajahnya tertutupi kaca helm sehingga membuat kerutan di dahiku terlihat. Menyadari kebingunganku, dia melepaskan helmnya. Baru saat itulah aku mengenali dia, Exan.

"Oh, ini bannya bocor kayaknya."

"Jarak dari sini ke tukang tambal ban jauh lho, Wulan."

Aku mengangguk, menyetujui. "Mau gimana lagi?"

"Kamu tinggal disini aja dulu, deh. Besok aku ke sekolah lagi karena ada urusan ekstrakulikuler. Jadi, besok bisa aku tambalin bannya," sarannya.

"Nggak perlu, Xan. Aku nggak mau ngerepotin kamu."

"Nggak ngerepotin, Wulan. Kan udah sewajarnya sesama manusia saling bantu." Dia tersenyum. "Kamu taruh sini aja sepedanya," tambahnya.

"Serius?"

Exan mengangguk. "Aku tahu kamu pasti nolak kalau aku tawarin bonceng di motor. Jadi, kamu bisa nggak naik bus?"

Aku mengangguk sebagai jawaban. "Makasi, ya," ucapku kemudian meninggalkan Exan menuju halte depan sekolah. Tepat ketika aku sampai di sana, ada sebuah bus yang menuju ke rumahku. Aku lantas masuk ke dalamnya dan mengambil duduk di kursi yang sama sekali belum diduduki serta dekat dengan jendela. Tempat yang strategis menurutku.

Aku menolehkan kepalaku ke kanan ketika aku merasakan ada seseorang yang juga mengambil duduk di sampingku.

"Exan?"

Exan nyengir. "Sebagai balasan aku udah biarin kamu naik bus, biarin aku ikut naik bus juga, ya. Anggap aja biar aku nggak khawatir."

"Tapi--"
"Aku nggak bakal ganggu kamu, kok. Nih, biar kamu nyaman," selanya lalu mengatur jarak. Di dua kursi yang bersebelahan itu, Exan mengatur jarak di antara kami. Dia memberikan celah sekitar satu jengkal tangan di antara tempat duduk kami. Dia rela membiarkan beberapa bagian duduknya untuk membuatku merasa aman dan nyaman.

Exan. Aku rasa dia sangat mengerti tentang apa yang terjadi padaku.

Tbc

Jadi sebenarnya Exan tuh siapa, sih? Hahaha

20 November 2020
Tertanda,

Erina Putri

Akan Kuceritakan Semua Tentangku [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora