3. Bertemu Sosok Baru

353 81 8
                                    

Aku menatap tubuhku yang masih dikuasai oleh sosok perempuan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku menatap tubuhku yang masih dikuasai oleh sosok perempuan. Rasanya aneh melihat tubuh sendiri bergerak dan berbicara dengan orang banyak. Ini terasa lebih mengerikan dibanding melihat bayangan dicermin bergerak sendiri.

Sosok perempuan di dalam tubuhku seenaknya saja menjadikan tubuhku sebagai cara agar bisa berinteraksi dengan orang lain, terutama Lee Jeno.

Sejak tadi sosok perempuan itu berusaha mendekati Jeno, mulai dari duduk di sebelahnya, memegang tangan Jeno, bersender di bahunya, dan lain-lain. Intinya, perempuan itu melakukan hal-hal aneh yang bahkan tidak pernah aku lakukan pada Jeno.

Hei, apa sosok itu lupa kalau tubuh yang dirasukinya adalah tubuh seorang laki-laki? Setidaknya kalau mau bermesraan dengan Jeno, ya jangan pakai tubuhku juga.

Kring. Kring.

Bel masuk berbunyi nyaring. Anak-anak kelas kembali ke tempat duduk mereka, tapi tidak dengan tubuh Renjun yang kerasukan. Sosok perempuan itu tetap duduk di samping Jeno. Dia sepertinya tidak menyadari kalau Jeno terlihat risih.

Ya gimana Jeno tidak risih, aku saja selama hidup tidak pernah akur dengannya, dia memang tetanggaku, tapi dia yang telah menyebarkan gosip kalau aku ini gila, dan aku membencinya. Namun lihatlah sekarang, sosok perempuan di tubuhku malah seenaknya menggunakan ragaku agar bisa dekat dengan Jeno.

Jeno sendiri terlihat bingung dengan tingkahku, dia ingin lepas dariku, tapi tidak bisa. Sosok yang menguasai tubuhku lebih keras kepala mempertahankan posisinya.

Aku merinding sendiri melihat tubuhku menempel dengan Jeno, kurasa aku akan langsung mandi sepulang dari sekolah, kalau sosok itu sudah melepaskan tubuhku tentunya.

Malas melihat tubuhku terus menempel dengan Jeno, aku memilih pergi meninggalkan kelas, keluar mencari udara segar sepertinya bukan sesuatu hal yang buruk. Walau sekarang wujudku hanya sebagai arwah.

Kakiku melangkah ke koridor sepi, ada banyak kursi rusak di ujung koridor, lalu ada sebuah pintu dekat sana. Kurasa ruangan itu adalah gudang yang tidak terpakai.

Kulangkahkan kakiku memasuki ruangan yang kukira gudang. Rasanya aneh ketika aku menembus pintu dengan mudah. Jadi begini rasanya menjadi arwah gentayangan. Bisa menembus apapun dengan mudah.

Pemandangan yang kulihat pertama kali bukanlah gudang dengan tumpukan barang, melainkan sebuah piano besar yang telah berdebu. Piano itu terletak di tengah ruangan, dan yang membuatku tak percaya adalah kehadiran seseorang di sana.

Orang itu tengah duduk di depan piano, tangannya menekan tuts piano, menimbulkan suara alunan merdu yang indah. Pandangannya lurus ke arahku, menatapku dalam kediaman yang tak kunjung.

"Kamu siapa?" tanyaku lebih dulu.

Ting.

Suara piano berakhir, sosok dari balik piano berdiri, melangkahkan kakinya ke arahku walau tidak menapak tanah.

"Kamu masih hidup." -adalah kalimat pertama yang ia ucapkan ketika sampai di hadapanku.

Sosok itu melihat kakiku yang masih menapak tanah, berbeda dengan dia yang mengambang. Inilah perbedaanku dengan arwah yang telah tiada. Menapak tanah dan mengambang.

"Ya. Tubuhku diambil alih sosok wanita."

Tawa kecil terdengar memenuhi ruangan. Sosok didepanku mengulurkan tangan, mengajakku berkenalan.

Aku menerima uluran tangan itu sambil mengucapkan namaku. "Renjun. Huang Renjun."

"Aku Mark Lee."

"Mark Lee?" seruku tertahan. Pasalnya, aku sangat mengenal nama itu. Bukan cuma aku, tapi semua orang yang ada di sekolah ini hampir mengenalnya. Aku sungguh tidak percaya akan ucapan sosok di depanku barusan.

"Mark Lee anak pemilik sekolah kan?"

"Iya." Sosok didepanku tersenyum. "Senang bertemu dengan orang yang bisa kuajak bicara, Renjun."

"Tapi.. kenapa kamu bisa.." Aku tidak bisa mengucapkan kalimat selanjutnya, terlalu terkejut akan hal tiba-tiba ini.

"Aku koma Huang, sudah enam bulan. Selama itu juga aku selalu menghabiskan waktu di tempat favoritku ini, sambil menunggu waktuku pergi."

"Kalau kamu koma berarti kamu masih hidup kan? Tapi kamu .." ucapanku lagi-lagi tidak diteruskan begitu melihat senyuman di wajah Mark luntur.

"Aku sudah meninggal. Pagi ini. Tepat pukul tiga dini hari."

Aku tidak bisa berkata apapun lagi. Pantas saja sewaktu aku masuk ke sini, aku seperti mengenal wajah sosok di balik piano, nyatanya memang benar aku mengenal dia.

Sosok itu, Mark Lee, anak pemilik sekolah sekaligus kakak kelasku yang dikabarkan menghilang selama setengah tahun. Aku tidak tahu kalau dia ternyata mengalami koma, dan kini, dia sudah meninggal.

"Lalu bagaimana dengan tunanganmu?" tanyaku yang tiba-tiba mengingat kalau Mark sudah memiliki tunangan walau masih sekolah.

Mark terkekeh kecil, kekehannya terdengar menyakitkan di telingaku. "Entahlah Huang, aku yakin dia merasa sedih."

"Kenapa tidak menemuinya saja?"

"Andai aku bisa. Aku pasti akan menemuinya."

Aku jadi merasa kasihan dengan sosok di depanku. Sebenarnya ini bukan kali pertama aku berhadapan dengan sosok hantu yang memiliki kisah sedih seperti Mark, namun bagiku ini terasa berbeda karena sosok yang aku temui adalah seorang Mark Lee.

"Aku bisa membantumu, sunbae," tawarku padanya.

"Panggil aku hyung saja."

Aku mengangguk. "Aku akan membantu hyung agar bisa berkomunikasi dengan tunangan hyung."

"Terima kasih, Huang. Omong-omong, kamu tidak ingin kembali ke tubuhmu?"

"Aku ingin, tapi sosok itu terlalu kuat. Aku tak bisa menariknya keluar dari tubuhku jika tidak ada yang membantu."

"Begitukah?"

Aku mengangguk. "Hyung ingin ikut denganku? Tidak bosan apa di dalam sini terus?"

Mark tertawa. "Bosan sebenarnya."

"Yasudah, ayo ikut aku."

Aku akhirnya berjalan keluar menembus pintu, diikuti Mark yang kini menatap takjub lingkungan sekolah, seakan ia sudah lama tidak melihatnya.

"Selama enam bulan ini aku menghabiskan waktu di ruang musik, Huang. Jadi aku tidak terlalu memperhatikan suasana lingkungan sekolah."

"Eh?" Kutolehkan kepala ke samping begitu mendengar Mark berbicara. Ia seperti bisa membaca pikiranku.

"Hantu kan memang bisa merasakan itu Huang, kamu pasti tidak lupa kan kalau setiap ingin mengusir hantu dari sekitarmu, kamu berbicara di dalam hati?"

Ah benar juga, pikirku. Kenapa jadi aku yang bodoh begini ya?

"Kamu tidak bodoh kok, Huang. Hanya kurang pintar saja." Mark tertawa keras setelahnya.

Satu yang bisa aku simpulkan dari sosok Mark Lee. Ia terlalu receh untuk ukuran orang kaya.

"Jadi Huang, dimana kelasmu? Bisa kita ke sana?"

Aku mengangguk. "Ikuti aku hyung."

Aku dan Mark akhirnya berjalan beriringan menuju kelas, ya, anggap saja kami memang berjalan sungguhan walau nyatanya Mark terlihat seperti terbang di udara.

Tbc.

The 7th Sense | HRJ x You ✔Where stories live. Discover now