23. Are you okay?

10.9K 2.2K 829
                                    

Terkadang, dalam situasi yang sulit, kita hanya membutuhkan seseorang yang dengan tulus bertanya,
"Apa kamu baik-baik saja?"

~HASEIN~
Adelia Nurahma

"Cila, kamu bener nendang Martin?"

"Ya. Aku tonjok juga."

Satya melotot kaget. Pasalnya, Martin hanya bilang kalau Syila menendang masa depannya. Apa coba yang putrinya ini pikirkan?

"Siapa yang ajarin kamu jadi perempuan kasar kaya gitu?!"

Syila diam. Kepalanya menunduk, tapi bukan karena ia merasa bersalah. Ia menunduk karena emang pengen nunduk aja.

"Kamu tau gak kalo itu bahaya! Kalo sampe terjadi apa-apa gimana?"

"Lebay."

"Arsyila!" Satya geram dengan jawaban sang putri.

"Papa gak pernah ajarin kamu jadi cewek bar-bar kaya gitu."

Mendengar itu, Syila langsung mengangkat wajahnya. Alisnya kian menyatu dengan rahang mengeras.

"Memangnya kapan papa ajarin Syila jadi cewek yang anggun?!"

"Gak usah kasih pembelaan."

Syila berdiri. "Itu bukan pembelaan. Itu faktanya. Ya, Papa gak ajarin Syila jadi perempuan kasar, Papa gak ajarin Syila jadi cewek bar-bar. Iya, itu bener. Dan memangnya apa yang Papa ajarin? Gak ada! Kapan terakhir kali Papa ada waktu buat Syila? Kalau kita tatap muka, selalu berakhir kaya gini. Berantem. Secara gak langsung, itu yang Papa ajarin!"

Syila menarik napas panjang. Matanya memanas, lantas ia mengusapnya kasar. Menangis sungguh tak ada gunanya di depan sang ayah.

"Kenapa gak papa aja yang pergi. Kenapa harus mama."

"SYILA."

"APA?"

Syila sudah tidak tahan lagi dengan segala sesak di hatinya. Rasanya... Ia lebih baik hidup sendiri sekalian daripada memiliki seseorang yang tak menganggapnya ada.

"Papa pulang sore ini juga karena apa yang Martin bilang kan! Mana pernah Papa pulang karena mikirin Syila. Mana pernah Papa pulang jam segini kalo bukan untuk marahin Syila."

Syila menggigit keras bibir bawahnya menahan isak. Air matanya sudah mengumpul dan menggenang, sekali berkedip saja sudah pasti akan berderai.

"Bukannya tanya alesan apa yang buat Syila lakuin itu ke Martin, Papa malah langsung nyalahin Syila. Apa memang seperti itu seorang ayah?"

"Syila-"

"Betapa bencinya Syila sama Papa. Kalo bisa milih, Syila lebih baik ikut sama Mama."

"Kamu harusnya bersyukur masih punya Papa. Di luar sana banyak anak-anak yang tidur di jalanan karena gak punya apa-apa dan gak punya orang tua."

Syila berdecih, lalu mengusap kasar air matanya yang terjatuh saat tak sengaja berkedip. Ia tak sudi menangis di depan pria ini.

"Kalau begitu, terima kasih Tuan Satya Ardhitama. Anda sudah memberikan banyak fasilitas kepada saya dan juga selama ini telah berperan sebagai orang tua untuk saya."

"ARSYILA, KAMU SUDAH KELEWATAN."

Syila tertegun lalu tersenyum. Kali ini air matanya berderai karena bentakan ayahnya mengagetkannya. Hatinya sakiittt sekali. Rasanya seperti ditikam-tikam tanpa henti.

Hasein [SELESAI]Where stories live. Discover now