25. Beruntung

10.6K 2.5K 995
                                    

Biarin orang bicara apa. Kamu menjadi baik untuk diri kamu sendiri, bukan untuk mereka.
-Humaira-

~HASEIN~
Adelia Nurahma

"Kakak lo pergi ke mana, Ra?"

"Ke taman."

"Ha, serius? Sendirian?"

Humaira mengangguk mengiyakan. "Setiap hari minggu Kak Khalisa selalu pergi ke taman."

"Gak pernah nyasar?"

Humaira tersenyum dan menggeleng. "Dibandingkan kekurangan yang terlihat, dia lebih banyak punya kelebihan yang gak bisa dilihat dengan mata."

Kembali Syila terkagum dengan sosok Khalisa yang selama empat hari ini ia jumpai. Khalisa dan Humaira, mereka adalah saudara tiri paling goals versi Syila. Pasalnya, tinggal di tengah antara mereka berdua, membuat Syila merasakan begitu banyak kasih sayang, perhatian dan cinta. Sungguh orang-orang yang sangat baik.

Syila sangat bersyukur sore itu ia bertemu dengan Humaira. Saat Syila memeluknya, tanpa bertanya Humaira membalas pelukan itu, seakan memberinya kekuatan, sekaligus membuat segala beban di pundaknya menjadi lebih ringan.

Seperti yang Syila pikirkan, Humaira sangat baik. Gadis yang sehari-hari di sekolah begitu ramah dan murah senyum bukanlah manusia munafik seperti beberapa orang yang Syila temui. Humaira memang memiliki pribadi yang lembut.

Sore itu...

Setelah Syila puas menangis, ia merenggangkan pelukannya, mengusap air matanya sampai tak tersisa lalu tersenyum.

"Makasih."

Humaira membalas senyumnya dengan senyuman hangat. Lalu menggandeng lengannya dan membawanya berjalan.

"Kita minum teh sambil ngobrol."

Dan sekali lagi, itulah yang Syila butuhkan. Hal sederhana yang tak pernah ayahnya mengerti.

"Lo abis ziarah ke kuburan siapa?" tanya Syila, setelah merasa lebih baik. Mereka sudah duduk di sebuah kafe dan masing-masing dihadapi secangkir minuman dan kentang goreng.

"Mama."

Syila tertegun sejenak, lalu tersenyum tipis. "Gue juga."

"Kangen, ya. Rasanya... Gak ada yang bisa gantiin posisinya."

Syila mengangguk, satu pemikiran dengan Humaira.

"Tapi alhamdulillah, ibuku yang sekarang juga baik."

"Bokap lo menikah lagi?"

"Iya."

Syila mengulum bibirnya. Kalau ayahnya menikah lagi... Astaga, tidak pernah terpikirkan oleh Syila.

"Kamu mau ke mana bawa-bawa tas?"

"Gak tau."

Kening Humaira mengernyit.

Syila pun memberitahu tanpa ditanya, "Gue kabur dari rumah."

"Astaghfirullah. Kenapa?"

"Berantem sama papa."

Syila kira, Humaira akan menghakiminya, setidaknya menasehatinya agar tidak jadi anak durhaka sekalipun tidak tahu asal-usul ceritanya. Karena kebanyakan manusia kan memang seperti itu. Langsung men-judge orang lain tanpa mau mencari tahu. Tapi Humaira...

Hasein [SELESAI]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant