27. Apa yang akan terjadi?

11.4K 2.4K 1.8K
                                    


Hidup adalah teka-teki. Yang bahkan, kita sendiri tidak bisa menebaknya.

~HASEIN~
Adelia Nurahma

"Ada uang kecil, Dek? Ibu belum ada kembalian."

"Bentar ya, Bu."

"Saya bayar ini," lelaki itu mengambil sebotol air mineral dingin dari dalam box, lalu lanjut bicara, "Sekalian bayar punya Humaira, gak usah kembalian." Sambil memberikan lembaran berwarna biru yang diterima dengan suka cita oleh penjual. Memang sudah bukan sekali dua kali lelaki itu melakukan hal tersebut. Awal-awal, si penjual sampai mengejarnya dan memberikan kembalian, tapi sungguh tidak ada yang bisa menentang sifat pemaksa lelaki tersebut.

Mendengar itu, Humaira langsung menoleh, agak mendongak lantas bergeser sedikit. Butuh waktu baginya untuk dapat mengenali lelaki di sebelahnya ini. Hmmmm... Hampir dua tahun sekelas, Humaira masih belum bisa membedakan jika si kembar Hasan dan Husein tidak sedang berbicara dengannya.

"Makasih," ucap Humaira pada akhirnya tanpa menyebutkan nama. Takut salah.

Saat hanya gumaman yang ia dapati. Humaira kini berdehem pelan, gugup karena ternyata lelaki di sebelahnya ini Hasan. Tapi, gugupnya bukan seperti ia sedang bicara dengan Husein, gugup yang ia rasakan saat ada di sekitar Hasan adalah gugup takut dirinya berbuat salah. Karena jujur saja, Humaira kurang suka dengan cara Hasan memperingati orang lain. Agak... Nyelekit gimanaaa gitu. Sekalipun memang benar, tapi tetap saja, cara lembut Husein lebih menyejukan. Meski kalau ada di dekat Husein, jantungnya selalu berdebar-debar.

"Nanti aku ganti."

"Gak perlu."

Humaira mengerjap, lalu tersenyum dan kembali mengucap terima kasih. Setelahnya dia berbalik ingin segera menyusul sahabatnya yang sudah lebih dulu pergi ke kelas setelah membayar makanannya. Jujur saja, sekalian menghindari Hasan. Tapi oh tapi, sepertinya lelaki itu juga ingin pergi ke kelas karena sekarang sudah berjalan di sampingnya. Dan tumben sekali dia tidak bersama Husein. Tuh kan, Husein lagi. Astaghfirullah, Humaira harus pandai menjaga pikirannya.

"Lo ketemu Arsyi dimana?"

"Ya?"

Hasan memulai percakapan tiba-tiba. Bahkan, reflek Humaira kelewat cepat dengan langsung menoleh padanya. Lelaki itu masih terlihat tenang, berjalan santai dengan pandangan lurus ke depan. Tapi... Siapa Arsyi?

"Syila," jelas Hasan tanpa ditanya.

"Oh, Syila. Kita ketemu di kuburan."

Hasan sungguh tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Apa lagi kali ini yang membuat Syila sampai ada di kuburan?

"Ngapain dia di sana?"

"Ziarah."

Hasan mengerjap. Oke, pertanyaannya tadi memang sangat bodoh. Dan kenapa juga ia tidak terpikirkan itu? Orang pergi ke kuburan ya kemungkinan besar pasti ziarah.

"Tadi, waktu mereka nuduh lo yang enggak-enggak, kenapa lo diem aja?"

Humaira mengulum bibirnya sejenak. Sebenarnya, ia tidak menyangka kalau Hasan akan bertanya soal ini.

"Karena mereka bener."

"Bener apanya? Jelas mereka nuduh lo."

"Karena mereka gak tau yang sebenarnya."

"Thats it! Itulah kenapa gue bilang mereka nuduh."

Namun Humaira menggeleng, masih kekeuh dengan cara pandangnya, "Itulah kenapa aku bilang mereka bener."

Hasein [SELESAI]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant