19. Bu Lita

51 9 38
                                    

"Cogan weh cogan!"

Tepat pukul sembilan lebih tigapuluh lima menit siswa siswi SMP N 1 diwajibkan untuk masuk ke kelas. Meskipun wajib, bukan berarti para begajulan-nya delapan 'A' ini menuruti apa mau pihak sekolah.

Anak teladan ini sudah duduk manis depan kelas. Sambil nungguin guru datang katanya, walaupun tetap dalam hati mereka berdoa supaya freeclass.

Cowok-cewek duduk rapi sambil makan sisa jajanan kantin yang nggak habis dimakan pas istirahat. Cowoknya pada main game. Kalau ceweknya pada liatin kakak kelas yang ganteng katanya.

Ngomong-ngomong kakak kelas ganteng, entah kenapa dan entah siapa pencetus kalimat 'Kakak kelas lebih menarik daripada teman sekelas'.

Teman sekelas disini maksudnya ya satu angkatan itu. Entah kenapa Jeje pun suka bingung sama pertanyaannya sendiri.

'Kenapa cowok yang umurnya diatas kita lebih menarik daripada teman seumuran?'

Nggak hanya Jeje, temen-temen yang lain pun begitu.

Tinggalkan teori antah berantah tadi sekarang kelas unggulan ini udah didatangi Bu Lita yang notabe guru prakarya tepat sama pelajaran kelas mereka.

Sebenarnya banyak kontroversi tentang Bu Lita ini.

Ada yang suka sama cara mengajarnya beliau.

Ada juga yang nggak suka.

Menurut Mala, anak yang suka sama cara mengajar beliau. "Bu Lita itu kalo ngajar nggak muluk-muluk. Sama kayak gue, beliau nggak suka teori tapi langsung praktek."

Beda lagi sama Jeje, dia bener-bener nggak suka sama cara ngajar beliau. Selain beliau itu terlalu kalem buat seorang guru prakarya, beliau ini terlalu menjejalkan banyak sekali tugas-tugas.

Memang benar, beliau nggak terlalu mbacod. Tapi yang namanya prakarya itu supaya bener-bener jelas ya harus bacod. Beda sama beliau yang kelewat kalem.

Diakhir penjelasan beliau yang kelewat minimalis itu biasanya beliau juga membuka sesi tanya-jawab.

"Ada yang mau ditanyakan?"

Dan satu kelas akan dengan sangat kompak membalas, "Tidak!".

Rasanya sangat wajar kalau itu jawaban rata-ratanya. Selain biar cepet kelar dan biar cepet di suruh ngerjain soal. Mungkin mereka udah bosen sama penjelasan beliau yang pasti bakalan diulang-ulang dan pastinya bakalan nambah tingkat ke-budek-an mereka yang udah stadium akhir.

Suruh ngerjain soal. Itu sebenarnya hanya alibi, benarnya mereka cuma pura-pura mengerjakan soalnya dan Bu Lita bakalan percaya gitu aja. Entahlah beneran nggak tau atau pura-pura nggak tahu. Hanya Tuhan yang tahu jawabannya.

Nggak sedikit juga yang malah main sama temen sebangku atau main handphone.

"Cita-cita gue pengen ngalahin subscribers-nya Atta Gledek Za!" kata Jae. Zara yang sama bosennya setingkat sama Jae langsung noleh, kayaknya ngobrol pas pelajaran itu udah mendarah daging di hati anak-anak teladan ini.

"Halu terossss! Mentang-mentang halu gratis eh diborong semua." Memang teman tingkat kepedasan Zara kian hari kian meningkat dan nggak pernah turun.

Kok Jae bisa sama Zara? Jawabannya karena setiap bulan tempat duduknya bakal diacak.

Ini juga salah satu kebijakan ibu wali kelas tercinta. Kata beliau biar tidak suntuk kalau teman sebangkunya itu-itu saja.

Ini juga yang memunculkan kontroversi lainnya. Karena diacak otomatis mereka nggak bakalan bisa tahu siapa pasangan sebangkunya. Beda sama waktu kelas tujuh yang tempat duduknya itu-itu saja.

One Class | LengkapWhere stories live. Discover now