A Mark

4.5K 600 91
                                    

"Jawab saat aku bertanya, kau punya mulut, kan?"

Maniknya bergetar takut menatap mata elang San. Ia juga menelan ludah karena demi apapun, San seperti malaikat pencabut nyawa yang mengintrogasi manusia sebelum menjemput ajal.

"A-aku—kau menyeramkan Choi San. Jangan membuatku takut..."

"Kenapa? Kau pikir cuma kau saja yang boleh marah?"

"Um, tidak." Wooyoung merendahkan pandangannya, menghindari tatapan tajam San.

Si jung cemberut, memainkan jari-jarinya gugup sambil was-was karena jujur, ia sangat takut kalau saja tiba-tiba San berlaku kasar.

Cup

Kecupan itu tentu membuat sang empu bibir membelalak kaget. Tiba-tiba?

"Jangan cemberut, nanti aku malah akan memakanmu hidup-hidup..."

Wooyoung sedikit terkekeh, "Kau kanibal?"

"Tidak juga... Tapi aku bersumpah aku benar-benar akan memakanmu kalau kau terus seperti itu."

"Haha, seperti apa? Maksudmu begini?" Wooyoung mengejek San dengan kembali memajukan bibirnya cemberut. Disela kegiatannya, ia cekikikan sendiri sebelum San benar-benar melahap bibir ranum itu.

"Ummm!???"

Tubuh Wooyoung terdorong ke belakang sampai kursi kerjanya terlihat condong. San dengan kasar mengangkat tubuh Wooyoung dari kursi menuju meja kerjanya. Ia melahap, menggigit, menghisap bibir Wooyoung sampai sangat empu kewalahan karena kehabisan napas.

Sembari menurunkan ciumannya pada leher Wooyoung, San kembali menekan tombol otomatis penutup tirai. Ah, tentang Yeonjun, dia sudah berhenti menguping, takut-takut nanti adiknya terbangun juga.

"Nnghh... s-stop..."

Tak peduli dengan Wooyoung yang memohon, San malah makin menarik tengkuk Wooyoung memperdalam ciumannya.

Untuk pertama kalinya, seorang Choi San meninggalkan sebuah tanda kemerahan di leher Wooyoung. Sang empu sedikit memekik, mendesah tertahan. Tak sadar, ia sudah mengalungkan tangannya sejak tadi di leher San.

"S-san, nghh stop... I'm-hhhng I'm sorry..."

Akhirnya, dengan berat hati, San menarik kembali tengkuknya. Kening dan kening bersatu, napas keduanya terengah-engah, masing-masing menatap mata yang lain dengan lekat.

"Satu kesalahan, satu tanda di lehermu. Ingat itu, kitten..."

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Dari Jung Wooyoung, kita beralih pada Sang adik yang baru saja pulang dari belanja bulanan. Total ada tiga kantong besar yang Subin tenteng di kedua tangannya. Sesekali ia menggerutu tak jelas, berujar kesal kenapa barang bawaannya sangat banyak.

Setelah sedikit berjalan, Subin akhirnya sampai di persimpangan jalan, menunggu lampu pejalan kaki berubah jadi hijau. Saat waktunya tiba, dengan susah payah Subin kembali berjalan, dan sialnya-

Brak!!

-salah satu kantong plastiknya terjatuh. Botol-botol deterjen dan sabun mulai berserakan di tengah jalan. Subin langsung mengutip belanjaannya yang bergeletakan atau lampu akan kembali berubah jadi merah sementara dia masih ada di tengah jalan.

"Biar ku bantu," Subin sempat menoleh sedikit, lelaki itu terlihat lebih tua darinya, mengenakan kemeja putih dan nampak tinggi. "Terimakasih, tuan..."

"Sudah, biar aku saja yang bawa," ujar orang itu saat Subin ingin berterimakasih dan mengambil kembali belanjaannya. Di luar dugaan, orang itu juga membawakan kantong-kantong lain di tangan Subin. Apa dia maling?

"Dimana rumahmu? Biar ku antar saja,"

"A-ah, aku tinggal di penginapan dekat sini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"A-ah, aku tinggal di penginapan dekat sini. Tidak usah repot-"

"-tidak... Biar aku saja yang bawa, oke? Jangan menolak kebaikanku."

Subin merendahkan pandangannya, "Baiklah, terimakasih lagi kalau begitu..."

Seperti yang kalian kira, si lelaki itu mengantar Subin sampai ke pintu kamar miliknya. Subin tinggal di semacam penginapan khas mahasiswa atau semacamnya, jadi tempatnya cukup sederhana.

"Dimana harus ku taruh ini?"

"Ah, taruh di meja saja."

Subin sempat membuatkan orang itu segelas air minum, lalu si tamu malah bilang ia akan pergi karena ada urusan, jadi Subin kembali mengantarnya sampai depan pintu.

"Terimakasih bantuan anda sekali lagi..." Subin membungkuk, menggaruk tengkuknya malu-malu. Orang itu mengusak surai Subin tiba-tiba, "Sepertinya kau mahasiswa. Semangat untukmu, ya..."

Pipi Subin langsung di penuhi semburat merah. Bahkan kakaknya Jung sialan itu tak pernah memperlakukan ia selembut ini.

"Iya... Terimakasih~" Subin tersenyum lebar, mirip seperti senyum ayahnya.

"Baiklah, aku pergi dulu, ya?" Setelah mendapat anggukan dari Subin, ia pergi setelah kembali melempar senyum.

Demi apapun, kenapa rasanya hati Subin meleleh?

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆





Eyyy, cek sebelah kuy.
Untuk pertanyaan yang kemarin, udah aku buat oneshot-nya :D 🌚
Ea. Disana juga kalian bisa request plot woosannya juga. Judulnya Woosan : Twilight. So, jangan malu jangan segan, ada ide—boleh jalan 🌚

Eh btw, aku nge-ship banget Subin sama Seongwoo, apa aku cuma sendirian disini? :<

[✔] Sanwoo: InstagramWhere stories live. Discover now