The Past

3K 529 105
                                    

Vote dong woi >:( marah aku ni. ngga ngga, becanda.














"Kau pernah bertaruh tentang Wooyoung waktu itu. Bagaimana? Berhasil?"

Rasanya ingin sekali San menyumpal mulut busuk Mingi dengan kaus kakinya.

"Itu dulu, sekarang sudah berbeda. Yang lalu biarlah jadi masa lalu, Mingi. Sekarang katakan, kau apakan Wooyoung-ku?"

Mingi terkekeh, "Wooyoung mu? Sejak kapan si kunyuk itu jadi milikmu? Jangan bilang kau yang sudah jatuh cinta padanya?"

"Kalau memang iya memangnya kenapa?"

"Miris. Karma, ya? Kalau begitu bergabunglah dengan dia dan bayinya, jadilah sekumpulan orang-orang bodoh dan malang."

San memejamkan mata, mengatur napasnya sedangkan rahangnya sudah mengeras. "Song Mingi..."

"Kenapa? Kau marah?"

"Kau apakan Wooyoung?" San benar-benar mencoba sabar sekarang.

"Aku? Aku cuma bilang tentang fakta. Aku bercerita kalau kita taruhan, lalu aku juga cerita tentang pekerjaanmu menghisap penis orang-orang, aku juga bilang bahwa sebenarnya dia cuma dipermainkan. Hehe. Memangnya kenapa?"

"Song Mingi, jangan muncul di depanku lagi. Atau didepan Wooyoung, atau di depan keluargaku, " San mencengkram erat kerah Mingi sampai orang didepannya sedikit terangkat.

"Kalau aku tidak mau?" Mingi menyungging. San melepaskan cengkramannya dengan kasar, secepat kilat merogoh kantongnya dan-

SRRAAKKK

"Atau ku congkel keluar isi kepalamu."

Semburan darah mengotori dinding dapur. Mingi tersungkur dan darah mulai mengalir di sekujur kakinya. Pria berambut merah itu meringsut, bersandar pada kabinet di belakangnya. San tersenyum, berjalan ke arah Mingi yang tengah kesakitan.

San menyamakan tingginya dengan Mingi, mengangkat dagu Mingi dengan pisau, menatapnya tajam.

"Keadaan sudah berubah Mingi. Aku tak mau lagi jadi bagian dari seonggok sampah masyarakat yang tak berguna," bisiknya.

"Aku akan melindungi Wooyoung. Tak ada yang boleh menyakitinya termasuk kau. Aku akan melindunginya, dan aku akan melindungi apa yang aku punya."

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Siang menjelang sore, Wooyoung tengah bersama Seonghwa sebelum San tiba-tiba datang dan mendobrak pintu didepannya. Wooyoung meminta Seonghwa untuk tetap tinggal, tapi San menyuruhnya keluar dengan menyeramkan.

Tentu saja Wooyoung bertanya-tanya. Kenapa pula aura San begini, bukankah harusnya dia yang marah?

Wooyoung beringsut duduk, bersandar pada tempat tidurnya yang sedikit di naikkan.

"Kau kenapa?"

San tetap saja berdiri di samping kasurnya seperti bodyguard yang menyeramkan. Lalu setelah itu tiba-tiba saja menyambar bibir ranum Wooyoung tanpa peringatan.

Tak peduli Wooyoung tengah sakit, San tetap menempelkan bibir mereka-sesekali melumat lembut. Wooyoung tentu bingung, di tambah lagi pipinya tiba-tiba basah karena ternyata San menangis.

Wooyoung menatap mata San yang tengah terpejam dalam diam. Dalam jarak sedekat ini, siapa pula yang bisa mengendalikan detak jantungnya dengan normal?

Tak lama, San melepaskan ciumannya. Mata mereka berdua kemudian bertemu dalam larutnya kesunyian.

"Maaf..."

Wooyoung bisa lihat manik San penuh air mata.

"Maafkan aku..."

Ini kelemahan Wooyoung, dia tak akan bisa melihat orang menangis karena dirinya ini. Wooyoung menggapai leher San, memberikan pelukan lalu sedikit mengelus punggung San yang berangsur duduk.

"Maafkan aku. Aku tak akan mengampuni Mingi kalau bicara buruk lagi tentang kau dan Jungso. Aku brengsek, aku cuma pria brengsek-dan pria seburuk aku seharusnya tak boleh jatuh cinta padamu. Aku tak pantas. Maafkan aku..."

"San, aku tau kau orang baik. Aku tau-"

"Tidak, aku tidak baik. Aku salah. Maafkan aku. Kalau kau mau, aku tidak akan muncul dihadapanmu lagi. Aku akan pergi. Atau-hukum aku, tolong benci aku supaya aku bisa tenang-"

"San!" Wooyoung menarik kepalanya untuk melihat San dengan lebih jelas. Dua tangannya di gapai oleh San, "tolong marahi aku..."

"Tapi aku tak bisa!"

"Kenapa tidak bisa!? Aku ini orang jahat! Aku orang hina yang pantas di caci!!"

"BUT I CAN'T! I BELIEVE IN YOU, CAUSE I KNOW YOU SO WELL!"

Kamar itu jadi hening. Untung saja hanya ada mereka berdua disini.

"I love you..."

Dan San harap Wooyoung benar-benar mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh. San jadi gelalapan sendiri.

"S-setidaknya tolong beri aku hukuman."

Cup...

"Tinggal denganku seumur hidupmu. Ayo hidup bersama. Aku menghukummu, Jungso appa."

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

"Mereka tadi berciuman?"

"Pura-pura saja tidak lihat..." jawab Taehyung atas pertanyaan Subin. Tak sengaja mereka melihat sebentar dari jendela kecil yang ada di pintu kamar. Dan itulah yang terjadi.

"Tapi Taehyung-ie, aku merasa familiar dengan wajah itu."

"Wajah siapa? Wajahku?" ujarnya percaya diri. Jimin mendaratkan sebuah pukulan di kepala sang suami.

"San, bodoh. Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Bukan di bar, di tempat lain selain itu..."

"Kau ini ada-ada saja. Memangnya kau melihatnya dimana?"

"Entahlah... Aku bilang aku sudah lupa!"

Taehyung memilih untuk bungkam saja daripada harus disemprot Jimin nanti.

"Park Seonghwa, kamu tau sesuatu tentangnya?" Jimin bertanya pada Seonghwa yang tengah menggendong Jungso.

"Ah, Sannie? Kami bertemu dengannya beberapa tahun lalu. Maksudnya 'tau' yang seperti apa?"

"Mungkin masa lalu atau semacamnya?"

Seonghwa nampak berfikir, mengerutkan kening. "Sebenarnya San pernah bercerita tentang sesuatu..."

"Tentang?"

"Itu..."

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆



















HEHEHEHEH 🌚🌚

[✔] Sanwoo: InstagramWhere stories live. Discover now