Appa

3.5K 529 67
                                    

"Kalau begitu apa aku boleh mengambilmu jadi milikku?"

Wooyoung tak menjawab, hanya matanya saja yang berkedip lucu. "Kau ini kenapa?" Lalu kembali pada kegiatannya.

Dalam hati, padahal Wooyoung sudah sangat ingin berteriak. Sementara San, saat Wooyoung sudah keluar dari kamar, ia bergumam sendiri.

"Apasih, tidak peka."

Ah, setengah jam lagi waktu janjian. Sepertinya mereka hendaknya sudah mengangsur dari sekarang.

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Jujur saja, perjalanan yang cukup jauh, ditambah San yang berkendara seperti ini, membuat perut Wooyoung bergelonjak mual.

Kalau dari kantor ke rumah, atau tempat-tempat dekat, bisa saja Wooyoung tahan. Tapi ini—perumahan orang tuanyanya bisa dibilang cukup jauh.

"Menyetirlah dengan benar! Aku mual..."

Bagaimana tidak? Duduk disebelah San yang berkendara—rasanya kau tengah bermain-main dengan malaikat maut.

"Ah iya, maaf."

Pelan... Pelan... Sangat pelan sampai Wooyoung jadi sangat muak-

"Tidak usah pelan yang begini juga!"

Sudah berapa mobil yang menyalip mereka sedari tadi—sangking pelannya.

"Ck, sudahlah. Menyetir saja sebagaimana kau biasa menyetir..." Wooyoung menghela napas.

"Mian, kau marah padaku?"

"Tidak."

"Sungguh?"

"Hmm..."

San terdiam sebentar, "Nadamu seperti marah..."

"Ck- Aku tidak marah Jungso appa~ Sekarang menyetirlah dengan benar, nne?"

San terkikik, "Hehe, baiklah."

Jungso appa, San entah kenapa suka dengan panggilan itu. Rasanya ia ingin mendengarnya lagi, lagi, dan lagi sampai dia puas.

"Jangan senyum-senyum, kau menyeramkan."

Ah, ketahuan ternyata.

Percakapan random mereka terus berlanjut, Kadang-kadang San juga melibatkan Jungso juga dalam percakapan itu. Meski Jungso hanya merespon dengan sedikit bergumam atau mengutarakan kalimat tidak jelasnya, mereka sudah cukup senang.

Ya, beginilah orang tua.

"Rumah yang banyak bunga itu, masuk saja..."

Sudah jadi identitasnya, Jimin sangat menyukai bunga. "Kau masuklah dulu sebentar, aku segera kembali."

Wooyoung yang sudah ada di teras langsung menoleh, "kemana?"

"Sebentar saja..."

Tanpa babibu, San langsung kembali tancap gas. Wooyoung bersama Jungso yang ada di gendongannya—berangsur masuk. Dan seperti biasa, langsung ke halaman belakang.

"Aigoo, malaikat kecilku."

Bukannya menyambut sangat anak, Jimin malah langsung mengambil alih Jungso dari ibunya.

"Nah, biarkan aku menjaga anak ini, kau siapkan lah sisanya. Ada beberapa makanan yang belum di tata di meja," titahnya.

"Kenapa aku?!"

"Belajar! Kau harus berbakti pada suamimu nanti..."

Tanpa ditanya pun, Wooyoung sudah tau yang dimaksud sang ibu adalah San. Tapi—bukankah ini terlalu cepat?

"Oh iya, mana San?"

"Ada—tadi katanya pergi sebent-"

"Tidak ku sangka aku akan jadi kakek secepat ini..."

Wooyoung berdecak, tadi dia yang bertanya, sekarang mereka malah bertingkah tidak peduli. Apa-apaan ini?

Daripada berakhir tak di pedulikan, lebih baik Wooyoung merapikan meja saja. Ah, disana ada Subin, dengan santainya menggoyangkan kaki sambil membaca webtoon kesukaannya mungkin.

"Minggir, minggir. Aku mau merapikan ini."

Subin bergeser tanpa mengalihkan pandangannya, "Ayah Jungso mana?"

Lihat? Sepertinya satu keluarga Jung sudah tertular virus San. Semua orang sepertinya jadi candu melihat wajahnya itu.

Wooyoung memindahkan beberapa makanan ke empat--ah, tidak. Sekarang jadi lima piring, ditambah San.

"Tadi pergi sebentar, katanya dia akan kembali-"

"Oh, Choi San? Masuklah~"

Wooyoung menjengah ke dalam, disana ada San yang mungkin baru saja tiba. Di tangannya ada satu buket bunga dan buah tangan. Ah iya, benar juga—mereka datang dengan tangan kosong tadi.

"Aduh, kau sebenarnya tak perlu repot-repot~ Mari, duduklah!" Jimin mengiring San duduk, sementara Wooyoung menatap sinis ibunya. Rasanya ia seperti di perlakukan sebagai anak tiri disini.

"Halo, Jungso appa!"

San tersenyum, membalas sapaan Subin dengan panggilan kesukaannya, bagaimana bisa San tak senyum selebar ini?

Wooyoung duduk disamping Subin-

"Heh, yang suruh kau duduk disana siapa? Kemari!"

Dongkol, Wooyoung langsung bergumam tak jelas sembari pindah kursi. "Kau kira kenapa aku menyisakan kursi ini untukmu?"

Benar, kursi disamping San itu adalah tempatnya.

"Wah, kelihatannya enak," Taehyung menyaut, mengusap tangannya terlebih dulu dengan tisu.

"Baiklah, tunggu apa lagi? Silahkan makan~ San, kau juga."

"A-ah? Iya..."

San mengangkat sendok dan garpunya, mengambil beberapa daging, memotongnya sampai jadi bagian kecil.

"Kukira kau tak makan daging untuk sarapan," ucap Wooyoung menyadari ada yang aneh dengan kebiasaan makan San hari ini.

"Memang tidak, ini untukmu-" ditaruhnya daging itu di piring Wooyoung.

"Ah," Wooyoung tertunduk, "begitu rupanya..." Semoga Jimin tak melihat ini, "Terimakasih..." Atau Sang Ibu Ratu itu akan semakin menjadi-jadi untuk menjodohkan mereka.

Tapi sayangnya—Jimin sudah lihat. Haha. Berdua dengan Taehyung, mereka saling senggol-menyenggol melihat pasangan itu.

"Jadi—San. Tanggal berapa bagusnya kalian menikah?"

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Pendek~ Maap :vBayangin, pas ada saus di sudut bibir mereka, terus- 🌚🌚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pendek~ Maap :v
Bayangin, pas ada saus di sudut bibir mereka, terus- 🌚🌚

[✔] Sanwoo: InstagramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang