Is it love?

3.5K 515 48
                                    

San tengah memandikan anaknya, Jungso. Bebek karet kuning kesukaan si kecil itu terapung-apung di dalam kolam kecil miliknya. Air didalam kolam jadi bergelombang seiringan Jungso menepuk-nepuk airnya lucu.

Sambil memandikan Jungso, mulut Choi San tak berhenti diam. Ia terus mengajak anaknya itu berbicara. Yang ia lihat dari internet, bayi memang harus dibiasakan berbicara sejak kecil, supaya melancarkan ia belajar nantinya. Tapi kalau Jungso se-cerewet Wooyoung ditambah San, apa tidak akan terlalu ribut?

"Sudah selesai~" Didalam balutan handuknya, Jungso tertawa, mengepalkan jari-jari kecilnya dan menggelinjang kesenangan. Sekedar informasi, Jungso suka sekali mandi.

San membawa Jungso ke kamar, mengeringkan tubuh bulat Jungso dengan lembut, memberi bedak dan sebagainya. Sebenarnya San juga tengah memikirkan tentang sesuatu.

Menikahi Wooyoung.

Ya, tentang menikahi Wooyoung. San bahkan masih—ragu dengan perasaannya. Katakan lah ia memang jatuh cinta pada pemuda Jung itu, tapi apakah dia pantas? San tak lain dan tak bukan hanya menumpang dikehidupan Wooyoung setelah ia berhenti dari pekerjaannya yang dulu. Mau sampai kapan Wooyoung yang membiayai mereka?

Kalau tidak ada pekerjaan, bagaimana bisa dapat uang? Kalau tidak ada uang, bagaimana menikahi Jung Wooyoung?

"A-aku pulang~"

Tepat setelah San selesai menyisir rambut halus Jungso, seseorang menyahut dari pintu.

"Mmma ma! Mama!"

"Jungso mau ke mama?"

Tanpa anggukan Jungso, San sudah mengerti permintaan buah hatinya itu. Wooyoung yang tengah membuka sepatunya sedikit kaget.

"Katanya dia mau ke mama." Masih canggung, Wooyoung San bergantian menggendong Jungso. Setelah itu, seperti dua orang bodoh, mereka terdiam.

"Um, bagaimana pekerjaanmu?"

"Seperti biasa..."

Sangat canggung. "Kau tidak apa-apa? Tak mau ganti baju atau mandi dulu?" San ragu-ragu mengingat Wooyoung baru saja pulang, tapi sudah bergelut dengan perannya sebagai ibu di keluarga kecil—yang tak resmi ini.

"Tidak, aku tak apa-apa," kata si Jung. Wooyoung beralih beranjak masuk, meletakkan tasnya dan duduk di sofa, San mengikutinya.

"Aku merasa tak enak. Kemarikan Jungso, kau pergilah mandi dan beristirahat, biar aku yang buatkan makan malam nanti."

"A-ani—" Wooyoung terpaksa melepaskan Jungsonya. "Kubilang aku tak apa-apa!" Wooyoung tegak, lalu cemberut.

"Aku yang ada apa-apa," respon San. Ia langsung mendorong Wooyoung ke kamar, menyuruhnya untuk segera mandi dan beristirahat. "Cepat sana, kau bau."

"Huft! ( ̄へ  ̄ " di sela-sela San mendorong, Wooyoung menggapai handuknya yang tergantung tak jauh dari sana.

"Mandi yang bersih, kau suka berendam, kan? Berendam lah sepuas yang kau mau. Aku akan mengurus selebihnya~!"

"Dasar sok baik!!" pekik Wooyoung dari dalam sana.

"Uhhh?? Aku tulus tau!"

"Kenap- kenapa? Kenapa kau tulus?" Wooyoung meninggikan nadanya lalu bergumam kecil, "Bertingkah seperti kau menyukai aku saja... Jangan buat aku geer, Choi San."

Tentang pernikahan itu, bohong kalau ditanya Wooyoung tak memikirkannya juga. Entah itu tentang perasaannya, atau bahkan perasaan San. Wooyoung bahkan tak yakin San itu sebenarnya suka. Tidak mungkin laki-laki setampan—ya, setampan San itu suka pada Wooyoung yang biasa-biasa saja ini, kan?

"Kau melamun, ya?"

Seketika lamunan Wooyoung buyar. "Tidak, kok! Aku tengah buka baju." Kedengarannya agak ambigu,... Ah abaikan, Wooyoung hanya berbohong, dia cuma tak mau ketahuan dengan si Choi itu.

"Kau masi disini? Pergi sana!"

"Hehe, iya iya aku pergi."

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Kita beralih ke Subin sang adik. Kali ini anak kedua dari keluarga Jung itu tengah ada di pusat pembelajaan dekat kota. Mumpung minggu depan ia harus mulai bekerja, Subin memutuskan untuk membeli beberapa jas dan kemeja sebagai persiapan.

Ia sedikit kewalahan, ini pengalaman pertamanya, dan tentu Subin yang baru saja lulus ini tak tau apa-apa.

"Kau mencari apa anak muda?" tanya Si pemilik toko yang sudah berumur itu.

"Ah, aku—minggu depan mulai bekerja di perusahaan, bibi. Aku tak tau harus beli yang mana," ucapnya sambil mengusap tengkuk.

"Ohh, begitu rupanya." Wanita itu berjalan ke arah kanan, Subin mengikutinya dari belakang. "Kau masih muda tapi sudah bisa bekerja di perusahaan, ya? Coba saja anakku bisa sesukses dirimu." Kebiasaan para orang tua, membandingkan anaknya dengan patokan kesuksesan orang lain.

"Hehe, iya. Begitulah~"

"Eh, Subin?"

Sang empu nama menoleh, mendapati orang yang familiar wajahnya tengah ada di sisi lain dari toko ini.

"Eh?" Subin benar-benar tak tau orang ini tahu namanya dari siapa. Bahkan saat bertemu hari itu, mereka tak sempat berkenalan.

"Membeli baju untuk bekerja minggu depan, hmm? Perlu aku bantu?"

"Aih, darimana tuan tau?"

Orang itu tertawa, "Jangan panggil seperti itu. Aku jadi kelihatan tua. Panggil saja Seungwoo, atau dengan embel-embel hyung juga tak apa."

"Owh, oke. Hihihi~"

Sang bibi penjual toko sempat mengira mereka ayah dan anak. Ia hanya bisa geleng kepala melihat dua insan ini.

"Bibi, kamu kepercayaanku. Apa tidak mau keluarkan produk terbaikmu?"

Bini itu mengangguk semangat, "Ah iya iya. Aku ada menyimpan yang terbaik khusus untuk-" Ia berlalu dari Subin dan Seungwoo dengan cepat. Terlalu bersemangat.

Subin tertawa saat maniknya dan manik Seungwoo bertemu. Seungwoo terkekeh, "Ayo!" lalu mengusak surai Subin sebelum beralih pergi.

Ah, ini kedua kalinya orang itu membuat pipi Subin dipenuhi semburat merah. Orang itu tak menyadarinya, kan?

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆








setelah sekian lama, aku balik lagi :")
maaf ya, waktu itu aku hiatus nulis dulu. nah ini aku kasi apdet deh untuk mengobati rindu... ea

Btw, yang chapter ad seungwoo sebelumnya itu—KENAPA TIDAK ADA YANG BILANG KALAU AKU TYPO? HAN SEUNGWOO JADI HAN SEONGWOO, APA-APAAN? ಥ‿ಥ

[✔] Sanwoo: InstagramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang