the secret

3.6K 565 93
                                    

"Jungso?"

"Eung..."

"Choi?"

"UHHUUKK!"

Sudah San duga, pasti mereka mengira yang tidak-tidak tentang dirinya dan Wooyoung.

"Kenapa? Apa aku benar?"

Wooyoung melirik San, "Bukan- bukan begitu... Dia cuma-"

"Menikahlah dengan anakku."

San tak tau berapa kali lagi ia harus minum air karena tersedak. "M-maaf?"

"Kalau kau serius—maka menikahlah dengannya," jawab Jimin santai, menoel pipi tembam Jungso.

"Eh atau jangan-jangan..." Taehyung mulai berasumsi sendiri, "Kalian sudah menikah, ya? Wah tega kau—anakku..."

"Tidakkk!!!! K-kenapa ba-bahas ini? Bukankah ini acara kelulusan Subin? Seharusnya dia yang jadi topik!" timpal Wooyoung kalang-kabut.

"Bagaimana bisa kau tak jadi topik utama. Kau yang tak pernah datang ke acara Subin tiba-tiba datang bersama si Choi ini, membawa anak pula..."

Wooyoung meremas rambutnya frustasi, kenapa orang tuanya keras kepala sekali? Rasanya kepala Wooyoung mau meledak.

"Bu, aku tau apa yang kalian pikirkan tapi bukan seperti itu kejadiannya~" Wooyoung mulai merengek. "Berhenti berfikiran yang aneh-aneh, bu~"

"Memangnya apa yang aku fikirkan?"

Hening, Wooyoung langsung menatap San, begitu juga sebaliknya. "Iya ya, memangnya apa yang ibu fikirkan?" Taehyung yang ada disebelah Subin cuma bisa geleng-geleng kepala.

Jimin terkekeh sebentar, "Apapun itu, aku sudah mengawasimu sejak lama. Bahkan pekerjaan lamamu—" Telunjuk Jimin mengarah pada wajah San,"—aku sudah tau itu. Baguslah kalau kau memilih untuk berhenti..."

"Kau berhenti?" Wooyoung yang tidak tau apa-apa langsung bertanya. San cuma mengusap lehernya canggung.

"Sungguh, aku tau isi hati anak muda seperti kalian. Aku juga pernah mengalaminya. Jadi—jangan rahasiakan apapun lagi. Aku tau, masing-masing dari kalian menyimpan sesuatu, ya, kan?"

Baik San maupun Wooyoung sama-sama menunduk, merenungkan perkataan Jimin yang dilontarkan barusan.

"Dan kau Choi, selagi kau tak berurusan dengan pekerjaan lama mu dan jadi pribadi yang lebih baik lagi—kau aku terima."

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Sungguh, San sangat tidak bisa fokus menyetir kalau begini canggungnya. Daritadi cuma suara Jungso dan radio saja yang terdengar. San tak mengira percakapan tadi akan membuat dampak sampai sebegininya.

Wooyoung sejak tadi hanya menoleh ke luar jendela sambil memangku Jungso. Bahkan saat keluar restoran tadi pun, mereka sudah langsung canggung.

"Maaf—tentang ibuku. Dia memang selalu begitu," Wooyoung memecah kesunyian tanpa mengalihkan pandangan.

"It's ok... Aku tidak apa-apa."

Bohong. Perkataan Jimin sudah terngiang sejak tadi dikepalanya. "Kita sudah sampai~"

Wooyoung turun dari mobilnya begitu juga San. Sementara Wooyoung menggendong Jungso, San sibuk memindahkan kursi khusus bayi Jungso ke bangku disamping supir. Setelah selesai, mereka bergantian menggendong Jungso.

"A-aku—pergi dulu."

Canggung sekali.

'Sial, sial Jung Wooyoung! Kenapa kau tambah membuat keadaan jadi canggung!?"

Wooyoung terus merutuki diri didalam perjalanan menuju ruangnya. Bahkan ia mengabaikan beberapa sapaan dari beberapa karyawan.

Brak!

"AAAAK!!!"

Bukannya menolong, Yeonjun malah tertawa melihat atasannya menggila seperti itu.

"Kenapa? Ibumu berulah lagi?"

"Dia menyuruh San menikahi ku!!" Wooyoung berteriak dengan wajah tenggelam di antara telapak tangan.

"Kenapa? Kan bagus... San itu tampan, aku juga merestui kalian kalau begitu. Lagipula—San sudah...umm," Yeonjun dengan senyum mesum menunjuk ke bibir Wooyoung. Dikepalanya terngiang bagaimana San dengan brutal mencicipi bibir Wooyoung waktu itu. Walaupun Yeonjun tak menguping sampai selesai...

"Aku tidak mau!!" Wooyoung kembali menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Memangnya apa yang salah?"

"A-aku..." Volumenya mengecil, "Aku belum siap..."

Yeonjun memutar bola matanya seraya tertawa remeh, "Kau kira manusia mana yang sudah siap kalau ditanya soal menikah? Tidak ada! Tidak percaya tanya saja ibumu!"

"Tapikan tetap saja!" Aku bahkan tak tau San benar-benar ingin menikahi ku atau tidak, lanjutnya membatin.

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

Hari sudah semakin sore, ini berkas terakhir yang belum selesai Wooyoung kerjakan hari ini. Tinggal menanda tangan, tapi hatinya berat. Bukan karena isi dokumennya, tapi kalau ini selesai—artinya ia harus pulang—dalam kata lain kembali berjumpa San.

"Umm, Yeonjun, apa ada berkas lagi yang harus aku isi? Jadwal besok bisa dipercepat sekarang? Atau pertemuan, begitu?"

"Tidak ada Tuan Muda Jung Wooyoung~ Tidak bisa dipercepat. Ayo selesaikan tugasmu agar kau bisa pulang."

"T-tapi..."

"Tidak ada tapi-tapian! Aku sudah menyusun jadwal, jangan berani-berani kau merusaknya. Sudah, pulanglah!"

Bibir Wooyoung mengerucut saat ia kembali memakai jas dan mengambil tasnya untuk bersiap pulang. Sementara Yeonjun merapikan mejanya, Wooyoung berhenti diambang pintu.

"Apa?"

'Tolong hentikan aku... Cegat aku untuk pulang, tolong~'

Tapi Yeonjun tidak peka. Alhasil, Wooyoung terusir dari ruangannya sendiri.

Wooyoung tak bisa bayangkan betapa sesaknya berada di keadaan canggung dirumah nanti. Ditambah lagi ia berbagi kamar dengan San. Apa seharusnya Wooyoung tak pulang saja?

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆

































hehe, work ini kayaknya up 2/3 kali seminggu ya :< ngga papa kan?

[✔] Sanwoo: InstagramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang