Chapter 22

3K 460 97
                                    

Meski yang dilihatnya bukan hal pertama dalam hidupnya, Xiao Zhan masih juga takjub dengan bingkaian foto-foto di sepanjang dinding tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Meski yang dilihatnya bukan hal pertama dalam hidupnya, Xiao Zhan masih juga takjub dengan bingkaian foto-foto di sepanjang dinding tersebut. Lorong panjang berdinding putih, berjajar berbingkai-bingkai potret dari berbagai seniman. Dia suka melihat itu. Galeri yang sering dia kunjungi masihlah menghidupkan suasana hatinya.

Sebuah kamera polaroid menggantung di leher. Xiao Zhan tidak mencuri satu foto pun, kendati itu diperbolehkan. Melihatnya langsung tanpa menyimpannya adalah cara terbaik untuk menghargai pemiliknya.

Setiap kali berdiri di depan bingkaian foto, Xiao Zhan akan terdiam di sana dalam beberapa menit. Lalu berjalan untuk menemui potret lainnya. Wang Yibo mengekor dan ikut mematut gambaran tersebut. Tidak ada hal sepesial dari bingkaian besar di sepanjang dinding. Menurut Yibo, hasil tangkapan kamera Xiao Zhanlah yang terbaik.

Seperti Wang Yibo katakan, dia merayu Xiao Zhan sampai lelakinya mengiyakan pergi ke luar rumah. Ke tempat manapun asalkan mereka berkencan. Di sinilah mereka, berada di galeri foto. Tidak begitu banyak pengunjung, mengingat ini bukan hari libur. Di sini juga tidak ada orang yang mereka kenali, dengan begitu Wang Yibo dapat leluasan bersikap manja dan menatap Xiao Zhan intens.

Garis  wajah samping berkulit porselen itu begitu mengagumkan. Apel adam yang tidak terlalu besar, hidung mancung dan gigi kelinci. Wang Yibo dapat melihat mata lebar Xiao Zhan ketika terpana dengan pemandangan di depannya.

"Sangat cantik," gumam Xiao Zhan, mengagumi hasil potretan di depannya.

Wang Yibo menimpali, "Benar, sangat cantik." Tapi itu tidak ditunjukkan pada foto yang ditatap Xiao Zhan, melainkan wajah Xiao Zhan sendiri yang selalu menjadi daya tarik Wang Yibo.

"Lao Wang, kau tidak sedang membolos, kan?"

"Huh?"

Xiao Zhan mengingat dengan jelas jadwal kuliah Wang Yibo, dan hari apa saja dia berlibur. Pagi ini juga terlihat begitu aneh, Wang Yibo datang dan menempel padanya, memberikan bualan manis tanpa sedikit pun memaksa untuk peraduan. Jelas itu aneh. Lalu Wang Yibo memaksa mengajaknya berkencan. "Apa kau sedang memiliki masalah? Ayo ceritanya padaku."

Gedung menggemakan suara langkah, Wang Yibo tidak bisa bersuara, dia menarik Xiao Zhan untuk keluar, membawanya untuk menaiki motor. Pada dasarnya Wang Yibo memang tidak ingin menjawab, dia memakai kesempatan itu untuk menghindar.

"Kita akan ke mana?"

"Ke suatu tempat.. kau akan suka." Suara Yibo tersapu angin. Dia tidak memikirkan terlalu serius alih-alih memacu kuda besinya lebih cepat lagi. Jalan lebar dan lurus itu membawa mereka menuju tempat yang sepi, pohon-pohon di sepanjang jalan dan bau garam.

Xiao Zhan berjelalatan, memerhatikan tempat itu. Sebuah hamparan laut berada di kejauhan. Terlihat biru dan berkilauan, pasir putih tersapu gelombang, dan juga langit yang bersahabat. Ada beberapa burung laut di angkasa. Aroma ikan dan juga angin membuat perasaannya damai. Xiao Zhan merentangkan tangannya, menikmati embusan itu.

POLAROID [√] Where stories live. Discover now