Jawab

30 7 16
                                    

Maaf.

.
.
.



°•°•°•°

Aku mendecak kesal sembari menatap laki-laki yang ada di depanku sekarang.
Lihatlah, bahkan sekarang dia hanya sibuk dengan game yang ada di ponselnya.

"Masa gue doang yang makan?" dapat ku lihat kini dia menaruh ponselnya dan mengalih pandang ke arahku.

"Iyalah, orang gue bawa lo ke sini biar lo makan."

"Serah lo."

"Emang terserah gue." Yang benar saja, ingin rasanya ku jambak rambutnya itu sekarang.

"Oh iya Lin," ucap Aron kembali setelah diriku menyuapkan satu sendok makanan pada mulutku.

"Iya?"

"Lo belum jawab pertanyaan gue minggu lalu." Aku menghentikan makanku ketika pernyataan itu keluar dari mulutnya.
Dalam sekejab otakku kembali mengingat apa yang Aron pertanyakan saat di Rooftop sekolah siang itu.

"Sorry kalo bikin akward," sambungnya lagi sembari menggaruk tengkuknya yang bahkan ku pikir tidak gatal.

Jemariku menaruh sendok yang sedari tadi ku pegang dan menatapnya yang kini juga tengah menatapku dengan canggung.

"Gimana ya..." Aku memberi jeda sebentar pada kalimat yang ingin ku ucapkan sembari menggigit bibir bawah milikku.

"Gak usah dijawab juga gapapa kalau berat banget," sahut Aron hati-hati saat melihatku yang terlihat sedikit ragu sebelum menjawab pertanyaan miliknya.

"Enggak kok, apa yang berat juga." mulutku tertawa kecil dengan niat mencairkan suasana yang kini mendadak canggung untukku.

"Gue gak terlalu permasalahin, karena soal nyaman itu hak lo. Gue maupun orang lain gak punya hak dan gak bisa larang lo mau nyaman sama siapapun."

Aku menarik dua sudut bibirku tersenyum padanya yang kini juga menatap teduh padaku, ada sesuatu dalam tatapan laki-laki ini, seperti suatu hal yang tulus tengah disembunyikan dengan tatapan hangat penuh kasih miliknya.

Aku menarik dua sudut bibirku tersenyum padanya yang kini juga menatap teduh padaku, ada sesuatu dalam tatapan laki-laki ini, seperti suatu hal yang tulus tengah disembunyikan dengan tatapan hangat penuh kasih miliknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lilis," panggil seorang anak laki-laki yang sedikit lebih tua dibanding gadis itu dengan motornya yang dia berhentikan di depan Lilis.

"Iya kenapa Kak?" jawabnya sembari tersenyum manis menatap pada seseorang yang selalu dia dambakan selama ini, seseorang yang selalu dia harapkan agar suatu hari nanti dapat menjadi miliknya.

"Gak ada yang jemput ya? Pulang bareng Kak Rehan aja mau?" matanya sempat menatap senang dan ingin langsung mengiyakan tawaran tersebut, namun ponsel yang sedari tadi menampilkan sebuah room chat menghentikan apa yang ingin dia katakan sebelumnya.

"Gak usah kayaknya Kak, aku udah minta jemput sama Kak Aron, bentar lagi dia datang kok," ucapnya lembut menolak ajakan yang diberikan barusan.

Yang benar saja, jawaban itu benar-benar bertentangan dengan apa yang dia inginkan, tetapi gadis ini telah menetapkan bahwa dia ingin menghabiskan waktunya hari ini bersama kakak kesayangannya tersebut.

Like a Destiny [HIAT]Where stories live. Discover now