Party

21 6 47
                                    

🎶: Will be fine (Park Boram)

.
.
.



°•°•°•°

Yogyakarta
06.30 WIB

Diriku sontak mengatur nafas sembari melihat jam yang melingkar di lengan kiriku, jelas tertera di sana bahwa jantungku berdetak dua kali lebih cepat dibanding sebelumnya.

Berlari dipagi hari sendirian sembari mengintari alun-alun benar-benar membawa ketenangan tersendiri untukku akhir-akhir ini.

Apalagi di hari libur seperti pagi ini.

Sontak mulutku mendecak sebal ketika ku dapati saku dari celana training yang ku kenakan kosong, bagaimana bisa aku lupa membawa uang sepeser pun.

Yang benar saja, tenggorokkanku benar-benar kering sekarang.

Aku menghela nafasku dan mendudukkan diriku di tempat sekitar sembari mengumpulkan tenaga untuk kembali berjalan pulang ke arah rumah, untungnya pagi ini matahari masih belum terlalu terik.

Sembari mengambil ponsel yang berada si saku milikku, matakku kembali melihat sekitar yang kini sedikit mulai dipenuhi beberapa orang yang tengah berolahraga pagi maupun hanya sekedar lewat.

Ku alihkan pandanganku pada layar ponsel yang sedari tadi ku matikan, menyedihkan rasanya melihat pantulan wajahku dari sini.

Bodoh memang, sekarang mataku benar-benar terlihat sembab karena menangisi seseorang semalaman.

Hai Elina kau bercanda? Kau yang memilih mengakhiri, tetapi kenapa sekarang kau yang terlihat benar-benar tersakiti?

Kepalaku sontak mendongak ketika ku dapati sebotol air mineral berada di depanku dari tangan seseorang yang sangat kukenali.

"Aron?" laki-laki itu tersenyum ketika mendapati wajahku yang kini melihat ke arahnya.

"Buruan ambil dulu, pegel nih tangan gue," ucapnya sembari menaruh botol tersebut pada jemariku dan mendudukkan dirinya di sampingku.

"Makasih, tapi kok lo bisa di sini?" Aron tertawa kecil mendengar pertanyaan yang baru saja ku lontarkan padanya, tawa itu benar-benar terasa hangat, sungguh.

"Gue cuman lagi olahraga pagi terus kebetuan liat lo kayak anak hilang sendirian di sini." Mataku menatap tajam padanya saat dia melontarkan pernyataan barusan.

"Mending lain kali ajak gue daripada sendirian kayak tadi," sambungnya lagi.

Aku menghela nafas sembari mengalihkan pandangan pada sepasang sepatu putih milikku "Lagi pengen sendiri aja tadi," ucapku diiringi tawa kecil.

Entah kenapa, tapi tawaku barusan malah terdengar hampa.

"Gue ganggu ya?" tanya Aron dengan sudut pandang mata yang menatap khawatir, pandangan itu terlalu jelas hingga aku ataupun orang lain juga dapat menangkap dengan mudah bahwa dia terlihat tengah khawatir.

"Engga kok." Kepalaku menggeleng cepat ketika menjawab pertanyaan miliknya, dia hanya tersenyum mentapaku tanpa menjawab pernyataan yang ku lontarkan, seolah laki-laki ini memang mengerti maksudku.

Dengan cepat suasana hening kembali menyelimuti kami berdua saat kuputuskan untuk mengalihkan pandangan ke arah lain dan tenggelam dalam pikiranku sendiri.

Kupikir ini kali pertama aku dan Aron terjebak dalam suasana seperti ini, seperti kamu dapat merasa tenang jika di dekatnya, tetapi keadaan terus terasa kian semakin canggung.

"Lin," sontak kepalaku menoleh ketika dapat kudengar suara berat miliknya memasukki pendengaranku.

Laki-laki itu merentangkan tanganya sembari tersenyum lebar padaku seolah ingin aku mengerti maksud dari tindakan yang dia lakukan sekarang.

Like a Destiny [HIAT]Where stories live. Discover now