BAB 6 | AMARAH DAN AIR MATA

552 43 0
                                    

Selamat Membaca Kisah
Perjalanan Mereka

Now playing : Utopia - Rasa Ini Indah

***

BAB 6 | AMARAH DAN AIR MATA

Perasaan suatu manusia bisa dilihat dalam raut wajah

***

Sementara itu di tempat lain tampak seorang pemuda tengah luntang-lantung di jalanan malam ini. Dengan kaos oblongnya ia menyelusuri jalanan sepi, mungkin sekarang sudah sekitar jam 12 malam. Buktinya jalanan ini begitu sepi. Pemuda itu mengumpat dan sesekali menendang batu yang tidak berdosa itu sebagai pelampiasan kekesalannya.

"Blangsat!! Hidup gue benar benar blangsat! Semua ini gara gara adik pembawa sial itu hidup gue jadi melarat seperti ini! Rumah udah gue jual. Uang transferan Abang angkat sialan malah di blokir, akh!! Gue butuh duit dari mana lagi coba." Ia terus mengumpat sepanjang perjalanan.

Tanpa ia sadari rupanya ia sudah tengah jalan. Pikiran sama pandangan sungguh tidak singkronisasi hingga tanpa ia sadari datang mobil dari arah kanannya dengan kecepatan sedang ingin menabraknya. "Awas Bang!" teriak penumpang di dalam mobil itu.

Pemuda itu tampak sedikit terkejut. Dan sekarang umpatannya malah makin menjadi-jadi bahkan mengeluarkan kata-kata kasar. "Ogeb, sialan! Cari cari perkara sama gue aja belum tahu siapa gue hah!" umpat Ady yang langsung menemui mobil itu meminta pertanggungjawaban.

"Hei, buka! Buka gak!!" panggil Ady menggedor kaca mobil itu. Si pemilik mobil dan penumpang nya merasa terkejut, "bang bagaimana ini?" tanya Lesti. Rupanya didalam mobil itu adalah milik Rara dan ketiga kakaknya. Karena merasa tidak enak dan takut akhirnya meminta si pengemudi yang merupakan Abang satu satunya di keluarga nya turun dari mobil.

"Maaf ya ada apa?" tanya balik Ridwan. "Maaf, maaf ganti rugi dong! Mobil lo hampir bikin gue celaka," bentak Ady. "Ya sudah, maaf ya sekali lagi saya akan ganti rugi tapi izinkan saya pulang dulu ke rumah untuk mengantarkan adik saya dulu," pinta Ridwan.

"Lo bohong kan! Lo pasti bikin alasan agar lo bisa lolos dari gue kan! Ngaku lho!!" Ady semakin murka. "Gue gak bohong, coba Lo lihat sendiri keadaan adik gue." ucapan Ridwan membuat Ady penasaran, akhirnya ia mendekati mobil itu dan melihat di kaca mobil yang sudah terbuka sosok Rara yang tengah memandang dengan tatapan kosong. Sementara kedua cewek lainnya tampak menatap Ady dengan tatapan takut.

"Oke gue percaya." Ady langsung kembali berhadapan dengan Ridwan. "Kalau gitu gue sama adik-adik gue pulang dulu. Gue akan tepati janji gue, lo bisa datang ke alamat rumah ini," ucap Ridwan dengan memberikan kartu nama milik nya.

"Ridwan, nama lo Ridwan. Nama gue Ady," ucap Ady.

"Kalau gitu gue pamit dulu." Ridwan langsung masuk ke mobil dengan menancapkan gasnya untuk segera meninggalkan tempat itu. Sementara itu Ady tampak senang karena ia baru saja mendapatkan suatu peluang.

"Hahaha, cewek itu cantik juga. Bisa gue jadikan dia umpan." Ady berjalan berlawanan arah dan semakin lama semakin menghilang dari tempat itu.

***

Akhirnya Ridwan dan yang lainnya sampai di rumah. Setelah mendapatkan sedikit masalah tidak ada satupun yang bertanya pikiran mereka benar benar fokus kepada Rara. Setelah sampai akhirnya Ridwan menggendong Rara masuk agar segera istirahat di kamar nya.

Mereka semua masuk namun pada saat mereka membuka pintu utama, mereka di sambut oleh tatapan pria paruh baya yang telah menunggu kedatangan mereka semua. Ridwan, Selfi dan Lesti terhenti sebentar. Namun Ridwan langsung membawa Rara ke kamar dengan begitu mudahnya. "Dari mana saja kalian?" tanya Ramzi—Ayah Rara dan Ridwan.

"..." Hening. Tidak ada satupun yang berani angkat suara. Bahkan Ridwan yang sudah membawa Rara ke kamar tampak diam saja.

"Ayah bertanya sama kalian!? Dari mana saja kalian?" Sekali lagi Ramzi bertanya dengan nada tinggi. Namun ketiga anaknya tidak menggubris perkataan ayahnya.

"Ayah baru saja mendapatkan beberapa laporan, Selfi. Kata teman teman kamu Selfi sudah dua hari tidak masuk sekolah! Lesti! Dosen kamu telpon papa katanya kamu bolos! Dan juga kamu Ridwan, kamu mangkir dari kantor dan meninggalkan klien dan pekerjaan kamu!! Apa yang sebenarnya ada di pikiran kalian! Hah!!!" Ramzi murka.

"Jangan jangan gara gara anak pembawa sial itu, ya."

"Jangan panggil Rara dengan sebutan seperti itu pah!!" Lesti akhirnya angkat bicara. "Sudah berani menentang papah ya Lesti," geram Ramzi.

"Maafkan Lesti pah, atas kelancangan Lesti tapi apakah papah selama ini tidak merasa bersalah atas apa yang lakukan papah selama 12 tahun, papah bukan hanya melukai fisiknya bahkan papah melukai hatinya hiks... hiks..hiks.. Papah kira Rara gak terluka. Kalau Lesti ada di posisi Rara, Lesti bisa jadi gila pah!!! Apa papah tahu. Bukan hanya papah yang kehilangan Mama Avi tapi lihat aku, lihat Selfi dan lihat Bang Ridwan. Mereka kehilangan sama seperti papah, sebenarnya aku merasa iri pah karena Rara masih punya papah tapi aku sama Selfi harus kehilangan keduanya secara bersamaan gara gara kecelakaan pesawat yang papah kira itu semua gara gara Rara karena dulu mama Avi ngidam sama masakan Malaysia hiks..hiks."

"Dan bahkan papah juga menyalahkan kematian bunda nya Rara. Mama Avi meninggal setelah melahirkan Rara dan itu bukanlah kesalahan nya Rara,  bahkan Rara tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu seharusnya papah rangkul Rara bukan malah menyiksa nya." Bahu dan  napas Lesti naik turun karena sudah mengeluarkan semua amarahnya.

Ramzi mendengar semua penuturan Lesti dan sekarang ia bingung dengan hati nya karena baru saja mendapatkan tamparan batin dari keponakan yang ia anggap sebagai anaknya sendiri. Lesti menjeda ucapannya lalu kembali menatap Om nya yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri, "tapi sekarang apakah papah sedih atau malah senang setelah mendengar hasil tes Rara," ucap Lesti lagi tegas.

Ramzi kembali menatap Lesti serta yang lainnya, "hasil? Hasih apa?" tanya Ramzi gemetar.

"Rara sakit pah, Rara terkena leukimia dan sudah stadium 2 lanjut!!" teriak Lesti di depan muka ayahnya. Ramzi tertegun dan tidak bisa berkata apa-apa hingga akhirnya ia memilih meninggalkan ketiga anaknya.

Sementara itu Lesti langsung rubuh tidak bisa menahan beban tubuhnya lagi, Ridwan dan Selfi menatap Lesti yang sendu lalu memeluk Lesti sekuat tenaganya. Sementara itu di tempat lain satu gadis yang awalnya tertidur pulas harus terbangun gara gara perdebatan tadi dan gadis itu mengetahui semua nya, kemudian gadis itu menangis di balik pintu sambil menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya.

Malam ini ternyata menjadi malam yang sangat penuh emosional. Dimana semua rasa tercampur menjadi satu hingga tidak ada yang tahu ada tahu apa isi otak mereka yang mereka tahu semuanya disini larut dalam kesedihan yang mendalam karena telah mendapatkan sebuah karma dari sebuah perbuatan.

***

Tbc.

Yeyeyeye akhirnya Lis bisa update lagi. Sebenarnya mau update tadi malam, tapi karena udah 2x up jadi lebih baik di simpan untuk hari ini. Mudah mudahan kalian tetap senang membaca cerita ini. Awalnya memang berat membuat cerita ini karena memiliki banyak unsur kesehatan yang perlu Lis pelajari akan tetapi Lis berusaha kembali belajar agar suatu cerita bisa terlihat nyata.

Sudah beberapa bulan Lis bimbang dengan cerita Lis, dimana dengan cara bahwa Sampai keluar dari zona nyaman membuat Lis harus berpikir ulang. Namun gara gara nonton TV apalagi acara dangdut membuat Lis kembali berimajinasi lagi dan menciptakan karakter dan juga alur cerita yang menyayat hati.

Mudah mudahan Lis bisa konsisten agar para pembaca Lis tidak merasa kecewa.

Jangan lupa vote and coment 👧
Tinggalkan Jejak 👣

Lis_author

(TERBIT) DLS [3] Goodbye And Go ✓  Where stories live. Discover now