Chapter O5 : A Feelings.

454 52 4
                                    

(🎶Play : Andyc (Virgo and the Sparklings) - Suatu Kisah Hati)

    Jean pun meraih handuk yang berisikan es batu dan mengompresnya ke arah bibirku. "Kamu kenapa sih gak hati-hati? Gimana kalo tadi kamu kena bludgers itu?" Jean terus-terusan memarahiku meski tangannya kini sibuk mengobati bibirku dan juga mengompres beberapa bagian yang lebam. "Ya maap.. Gue kan gak tau bakal kejadian kek gitu," Jawabku. Jean mengingatkan ku kepada ibu, ibu selalu saja memarahiku dengan cara yang seperti itu. Seolah-olah ia menganggap bahwa ia sedang memarahi seorang anak kecil.
"Jean," Panggilku. "Iya kenapa?" Aku pun menggenggam tangan Jean dan menariknya hingga jarak wajah kami terasa dekat. "Lo kenapa sih masih peduli sama gue setelah apa yang gue lakuin ke temen-temen lo?" Aku menatap matanya dengan begitu dalam. "Aku gak tau masalah kamu apa, tapi aku yakin kamu pasti ada tujuan ngelakuin itu. Aku percaya, kamu itu orang yang baik. Cuman mungkin karena suatu hal, kamu jadi ngelakuin hal ini," Jawab Jean seraya tersenyum ke arahku. Matanya kini memancarkan kejujuran, seolah-olah ia benar-benar percaya dan meyakinkan ku.

   "Dan inget ya, kamu gak sendiri. Aku bisa kok jadi temen kamu kalo kamu gak keberatan," Jean mengusap pipiku dengan lembut. Kata-katanya membuatku seketika bungkam. Entah mengapa, aku merasa lega dan aman ketika mendengar perkataannya. Kata-katanya.. Ini pertama kalinya aku mendengar perkataan yang membuat hatiku tergetar ketika mendengarnya. "Semangat ya Draco. Sekarang kamu fokus istirahat aja, menang kalahnya gak usah kamu fikirin. Cepet sembuh ya.." Aku pun mengangguk dan kembali membaringkan tubuhku di ranjang.

Brakk

     Aku pun terbangun dan menoleh ke arah pintu. Ayah dan ibuku berdiri di depan pintu Hospital dan bertemu dengan Jean. Tidak.. Bagaimana ini? Ayah pasti akan langsung menyadari bahwa itu adalah Jean. "Permisi om, tante.." Ayah menghampiri Jean dan menatap intens wajahnya. "Jean.. Jeanna Ivanna Helga, memiliki saudara kembar yang bernama Joenathan Luciel Helga. Anak dari Albert Harrison Helga dan Elena Pamela Samantha. Apa saya benar?" Tanya Ayah. "Ayah.. Ibu.." Panggilku. Ayah mengacungkan jari telunjuknya, menyuruhku untuk diam.
"Benar, saya Jeanna Ivanna Helga. Kalo saya boleh tau, ini dengan Tuan dan Nyonya siapa ya?" Tanya Jean. "Lucius Malfoy. Narcissa Malfoy." Jawab Ayah. Gawat.. Ayah pasti akan merencanakan sesuatu agar Jean hidup dengan perasaan tidak aman. "Nice to see you, Mr. Malfoy and Mrs. Malfoy. Saya izin untuk pergi keluar," Jean tersenyum ke arah Ayah dan ibuku. Ayah dan ibu pun menghampiri ku. Ayah dengan wajah marahnya, dan ibu dengan wajah cemasnya.

    "Bodoh. Kamu mempermalukan Ayah di depan banyak orang dengan tindakan cerobohmu! Bagaimana bisa kamu kalah melawan Harry Potter?!" Aku hanya dapat terdiam dan menunduk. Ayah benar-benar marah kali ini kepadaku. "Sudahlah.. Sudah. Apa kamu tidak merasa kasihan sedikit pun melihat kondisi anakmu saat ini?" Ucap Ibu yang berusaha menenangkan emosi Ayah.
"Sekali lagi kamu berani mempermalukan Ayah, maka Ayah tidak segan-segan untuk memberikanmu hukuman." Aku pun semakin menundukkan kepalaku. "Maaf Ayah.." Ucapku.
"Kamu fikir dengan kata maaf semuanya bisa kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa?! Jawab pertanyaan Ayah, Draco!" Aku memejamkan mataku ketika Ayah menarik jubah Quidditch ku. Aku benar-benar ketakutan kali ini. "Dear please stop! He's just a boy, don't you understand?! Let's get out of here, aku fikir kamu butuh mencari udara segar agar emosi mu meredam," Tangan Ayah kini mulai melepaskan genggamannya di jubah Quidditch ku.

    Ayah pun pergi meninggalkan ku dan ibu berdua disini. "Tidak sayang, Ibu tidak akan memarahimu. I'm so sorry dear.. Please forgive me okay? Let's meet again later," Ibu memelukku dengan erat dan mencium keningku sebelum ia menyusul Ayah. Kini tinggal aku sendiri di ruangan ini, dengan emosi yang meluap-luap dan perasaan yang terombang-ambing. Aku pun membaringkan tubuhku kembali di ranjang Hospital dan menutup seluruh tubuhku menggunakan selimut.
Aku memukul tubuhku sendiri dengan emosi yang meluap. Aku benar-benar tertekan dengan perilaku Ayah. Sampai kapan aku harus merasakan tekanan dan hidup di bawah aturannya? Aku benar-benar muak. Aku muak dengan keluargaku sendiri. Hanya Ibu yang dapat mengerti tentangku, meski terkadang aku juga muak kepadanya yang tidak memiliki banyak waktu bersamaku. Ya.. Aku benar-benar sendiri. Sejak kecil, aku tidak memiliki teman. Aku hanya bermain dengan peri rumahku, Dobby. Meski aku memiliki Dobby, namun aku masih merasa kesepian dengan segalanya.

[✓] 𝐃𝐞𝐬𝐭𝐢𝐧𝐲 ¦¦ draco, cedric.Where stories live. Discover now