Bab 15

402 23 7
                                    


Kedua mata sipit itu baru saja membuka dari  delapan jam yang lalu ia terlelap dalam tidurnya. khenzo segera merapikan selimutnya kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk segera membersihkan tubuhnya, sebuah kebiasaan yang selalu ia lakukan, bangun dari tidur langsung mandi. Terlebih lagi ia akan segera mandi tanpa tambahan air hangat, ia sangat percaya hal itu akan membuat tubuhnya jadi 5 kali lebih siap menghadapi hari-harinya. 

Dengan bantuan Felix, ia segera mengenakan jaket kulit hitam dengan kaos putih untuk atasanya, sedang bawahannya ia kali ini mengenakan jeans hitam sedikit robek di lutut. sepintas seperti bukan pangeran. kali ini Khenzo ingin menggunakan lamborgini putihnya untuk sekedar melawati jalanan kota, sudah 4 hari ia berada di brunei namun belum juga ia keluar dan mengunjungi kota masa kecilnya ini. 

Ia sengaja tidak didampingi Felix, ia ingin menikmati kesendirian ini dengan mobil miliknya yang sudah sangat lama tidak ia kendarai. Pertama, ia pergi mengunjungi sebuah makam yang sangat ia rindukan sosok yang terkubur dibawahnya. Dengan kacamata hitamnya ia melihat begitu banyak rerumputan liar diatas tanah didepannya itu. 

" Maafkan aku, sudah lama sekali tidak mengunjungimu. aku tahu aku jahat. kali ini aku ingin menebus kesalahanku dengan membersihkan rumahmu ini jangan marah padaku ya " suaranya merendah dan lembut. khenzo dengan telaten mencabuti rerumputan tanpa memerintahkan orang lain. jika dipikir-pikir seorang pangeran mana yang mau tangannya kotor ulah rumput yang dicabuti dari atas tanah. namun khenzo yang sangat merasa bersalah itu dengan rapi membersihkan makam dengan tulisan nama lelaki yang meninggal saat berusia 14 tahun. 

Khenzo berkali-kali mengelap matanya karna air yang entah sejak kapan terus membasahi pipinya. lelaki itu adalah teman semasa kecilnya, lelaki yang selalu ia banggakan lebih dari kakaknya. Mateen. Lelaki yang lebih dewasa dari usianya. Lelaki yang selalu menghiburnya jika ia marah atau kesal karna sang ibu selalu tidak ada untuknya. Lelaki yang selalu ia panggil "kakak" dengan lantangnya. 

Sinar matahari sudah semakin terlihat, khenzo beranjak dari duduknya kemudian membersihkan celananya yang terkena tanah saat ia duduk tadi. celana hitamnya sedikit kotor tapi ia tidak peduli jika tidak begitu mungkin sang kakak tidak akan memafkannya. khenzo berjalan kembali ke arah mobilnya namun tanpa sengaja ia menyenggol tubuh seseorang kala ia berjalan tidak fokus. 

" Maaf " ucap orang itu lirih. khenzo refleks menengok ke samping. disampingnya kini telah berdiri seorang gadis berhijab broken white dengan jaket kulit hitam sedang menatapnya terkejut. " kau ?!! " tanpa sadar mereka berucap bersamaan. 

---------------------00----------------------------------------

Drrttt...drtttt ..

Suara ponsel terus bergetar di atas meja kerja aisya, gadis itu tertidur di sebuah sofa panjang yang biasa ia gunakan untuk menerima tamu. ia terlihat sangat lelah jam masih menunjukan pukul 8 malam namun ia sudah terlelap sejak jam 7 tadi selepas ia melaksanakan sholatnya. mukenah yang ia kenakan saat sholat masih melekat ditubuhnya. 

Matanya membuka ketika ia mendengar ponselnya berbunyi untuk yang ke 10 kali. ia sebenarnya bisa mendengar suara ponselnya namun tubuh juga matanya tidak dapat di ajak berkompromi. hasilnya ia masih tetap berbaring di atas sofa hingga saat ini. dengan sedikit memaksakan diri aisya terbangun kemudian segara meraih ponselny. benar saja 10 panggilan tidak terjawab dari ' haya ameera' tertulis di layar ponselnya. aisya segera menghubungi haya karna tidak biasanya gadis itu menghubunginya sebanyak ini. 

"Hal-- " baru saja ia ingin bertanya Haya lebih dulu mengoceh dari sebrang sana. 

" Aisya ! ahh akhirnya kau menghubungiku, ada hal yang mengharuskan kita menjadi diri kita lagi. ayahku akan mengunjungiku besok di rumah sakit bagaimana ini ?!" dengan tangan di kepala menandakan frustasi haya terus mondar-mandir. sedang aisya tidak bisa menahan tawa mendengar suara panik haya. 

SERENDIPITY [prince mateen]Where stories live. Discover now