MM : 30 Selalu Begini

9 3 0
                                    

The Writers Marigold Present

Mysterious Man - Kelompok 2

Created By : Amorischaaaa

Part 30 || Selalu Begini

"Selalu seperti ini. Kapan aku bisa menemukan orang yang tepat di hidupku?"

-Alena Maharani-

•••

"Al, lo gak papa?" tanya Alvero sembari menatap Alena.

Alena tidak menjawab ucapan Alvero. Hanya diam membisu. Namun, tatapan Alena ke Alvero menyiratkan sesuatu. Alvero yang melihat netra gadis dihadapannya, menyimpulkan bahwa Alena dilanda masalah.

"Al, jawab pertanyaan gue. Siapa yang bikin lo kayak gini?" tanya Alvero sekali lagi. Alvero terus mendesak Alena dengan segudang pertanyaan.

Alena diam. Lalu mengembuskan napasnya perlahan. "Al, kayaknya mulai sekarang lo jangan deketin gue lagi. Anggep aja kita enggak pernah kenal sebelumnya."

Alvero terkejut dengan ucapan Alena.

"Kenapa? Gue minta maaf sama lo kalo gue ada salah." Alvero meminta maaf dengan tulus pada Alena. Namun, Alena menganggap itu hanya candaan semata.

"Dengan lo minta maaf bisa mengembalikan batin gue yang sakit? Lo bisa jawab? Engga kan?" ucap Alena bertubi-tubi pada Alvero. Alvero kembali terdiam.

"Asal lo tau, Alvero. Lo enggak tau perlakuan tunangan lo, kan?"

Alvero ingin menjawab. Namun, kembali disela oleh Alena.

"Lo ga usah ngejawab pertanyaan gue. Gue udah tau jawabannya."

Alena meninggalkan Alvero sendirian. Alvero kini bertekad untuk ke rumah Brenda nanti malam.

Kenapa melupakan seseorang yang belum pernah dimiliki lebih sulit daripada melupakan seseorang yang sempat dimiliki? batin Alvero setelah melihat batang hidung Alena yang mulai menghilang.

•••

Matahari sudah mulai tenggelam, mengeluarkan cahaya kemerah-merahannya. Bulan mulai menghinggapi tempatnya. Burung-burung mulai kembali ke sarang mereka. Beberapa orang yang beraktivitas sejak pagi mulai mengistirahatkan diri, terkecuali Alena. Dia masih setia pada kanvas, kuas beserta catnya. Sejak siang tadi, lebih tepatnya setelah selesai berbelanja bersama Tania, Alena masih setia di dalam ruangan melukisnya. Tidak ada yang tahu bahwa Alena sangat suka melukis.

Tania juga masih setia menemani Alena dengan camilannya. Melupakan fakta bahwa dia belum mandi. Dia terlalu larut dalam kebersamaannya bersama Alena. Dia melupakan segala hal dan hanya ingin menghibur temannya itu agar tidak terlarut dalam kesedihan.

Saat Alena dan Tania sedang sibuk pada kegiatan masing-masing, Tania mengucapkan kalimat yang membuat atensi Alena teralihkan.

"Al, kenapa lo marah ke Alvero? Harusnya ke Brenda Renda itu. Ih sumpah yah, gue gemes sama tu cewek," Tania berkata sambil membulatkan tangannya menjadi sebuah tonjokan.

"Kenapa lo nanya gitu? Gue paling engga suka orang yang selalu minta maaf terus." Alena kembali berkutat dengan kuas dan canvasnya.

"Bukan maksud gue, gue cuma tanya aja." Tania tergugup melihat tatapan dari Alena.

•••

Alvero sekarang sedang bersiap-siap ke rumah Brenda. Dengan segera, dia segera menaiki motornya.

Sesampainya di rumah Brenda, Alvero segera mengetuk pintu rumah Brenda. Bukan Brenda yang membukakan pintunya. Namun, Mama Brenda lah yang membukakan pintunya.

"Eh, ada Alvero. Mau cari Brenda yah?"

"Iya."

"Brenda ada di kamarnya. Masuk aja."

Setelah berpamitan dengan Mama Brenda, Alvero segera mencari kamar Brenda. Brenda langsung membuka pintu kamar dan senang melihat Alvero yang datang.

"Alvero? Lo ada di sini? Lo kangen gue yah?" tanya Brenda bertubi-tubi.

"Gue mau tanya. Lo apain Alena?" Alvero segera bertanya to the point.

"Gue enggak ngapa-ngapain dia. Dia aja yang mentalnya lemah. Cewek kok lemah?" decih Brenda dengan tatapan malas karena Alvero selalu membahas cewek yang menurut Brenda lemah.

"Lemah? Lo bilang lemah? Atas dasar apa lo ngatain Alena lemah?" Alvero mengeraskan rahangnya. Matanya merah karena cewek yang dia sayang dihina.

"Oiya jelas. Alena Maharani adalah cewek terlemah yang pernah gue liat. Digituin aja langsung matanya berkaca-kaca, hahahhaha," tawa sinis Brenda pecah melihat Alvero semakin marah.

"Lo kenapa sih? Alena ada salah apa sama lo?" Alvero mencoba untuk tidak terbawa emosi. Bagaimanapun, ini adalah rumah Brenda. Jadi dia harus menghormati tuan rumahnya.

"Alena ada salah apa sama gue? Banyak Al. Pertama, Alena selalu dapet perhatian dari lo. Sedangkan gue? Gue yang suka terlalu lama sama lo ga dapet perhatian sama sekali. Itu yang pertama. Sekarang yang kedua, Alena selalu terihat baik di mata seseorang. Kenapa sih, semua selalu mengagungkan nama Alena? Gue selalu jadi beban." Brenda mulai mengeluarkan keluh kesahnya.

"Alena dapet perhatian dari gue karena gue suka sama dia. Tapi, terhalang oleh perjodohan gila orang tua kita. Gue sebenernya mau ngeberontak, tapi, gue gamau durhaka sama orang tua gue."

Selepas mengatakan hal itu, Alvero segera meninggalkan rumah Brenda. Brenda hanya terkekeh sinis.

"Kalo gue enggak bisa dapetin Alvero, lo juga gabisa dapetin, Alena sayang." Brenda sambil tersenyum sinis.

•••

"Al, lo enggak mau maafin Alvero?" tanya Tania pada Alena.

"Gue tadi udah bilang kan? Gue engga suka orang yang minta maaf terus-menerus dan selalu mengulangi kesalahan yang sama." Alena sekarang menatap Tania.

"Bukannya harus Brenda yang lo benci? Kenapa jadi Alvero?"

"Kadang ada sesuatu yang gabisa gue bilang ke lo. Kadang ada sesuatu yang bikin orang memendam sesuatu. Kadang kita harus bilang sedikit masalah kita ke orang lain." Alena berbicara seakan menyiratkan sesuatu.

"Al, lo gapapa kan? Lo ada masalah apa? Barangkali gue bisa bantu. Gue ngeliat, kisah cinta lo sama Alvero rumit," ujar Tania sembari menatap prihatin sahabatnya.

Namun, Alena tetap pada pendiriannya. Biarlah ia sendiri yang merasakan sakit ini, tanpa harus diketahui oleh orang lain.

•••

Mysterious ManWo Geschichten leben. Entdecke jetzt