DuaTujuh |•| Setitik kasih sayang

636 57 30
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

KESIBUKAN Felisa di dapur, sudah terlihat sebelum matahari terbit. Tangannya yang lentik, lihai menata banyak roti dengan varian isi yang berbeda. Felisa sedang membuat sandwich untuk bekal anak-anaknya yang akan berkunjung ke panti asuhan.

"Harus bayar berapa, untuk semua ini?"

Kenzie datang, mengeluarkan botol mineral dari dalam kulkas, lalu meneguknya.

"Kenzie, sudah bangun?"

"Gausa sok akrab," kata Kenzie datar.

Tak mau berdebat, wanita paruh baya itu memilih melanjutkan aktivitasnya.

"Sampai kapan?"

"Sampai kapan, pura-pura baik kayak gini? Berapa nominal yang Tante butuhkan?" tanya Kenzie sarkas, langsung membuat aktivitas Felisa mendadak berhenti.

"Maksudnya?"

"Tante gausa sok polos. Saya tau, Tante ngincar harta Papah saya kan? Berapa yang Tante butuhkan? Lebih baik, berhenti disini. Sebelum papah saya sakit hati!"

Meskipun kata-kata Kenzie menusuk ke dalam hati, Felisa masih tersenyum. Bukankah jika api dibalas api, itu akan hangus?

"Sayangnya, Saya tidak butuh itu."

Tawa sinis, terdengar dari mulut Kenzie.

"Udahlah, jangan sandiwara lagi. Wanita yang dekat dengan Papah, semuanya hanya menginginkan harta. Hhh, munafik!"

Perlahan, Felisa meletakkan roti terakhir pada tempat yang akan dibawa Graziell dan Kenzie. Ia menunduk, membuat air matanya meluncur begitu saja di pipi. Felisa menghampiri Kenzie, tersenyum lembut.

"Ken, yang saya butuhkan adalah perlindungan dan kehormatan. Bukan sebuah nominal. 7 tahun menjanda, ditinggalkan suami, mendengar cacian dan fitnah dari sana-sini, sebenarnya alasan yang cukup, untuk Saya mengakhiri hidup. Tapi, Saya memilih bertahan. Bukan tanpa alasan, hanya karna ingin melihat putri kecil Kami bahagia." Felisa memegang dadanya yang berdenyut, belum lagi suaranya terdengar parau. Begitu sakit, ketika mengenang masa-masa sulit dulu.

Suasana hening. Kenzie terdiam sesaat mendengar penuturan Felisa. Dalam hatinya, terbesit sedikit rasa bersalah.

"Tapi setelah mendengar kamu berbicara seperti itu, sekarang ada satu hal yang saya inginkan." Lanjut Felisa menatap Kenzie hangat, jangan lupakan lengkungan senyum yang tak pudar sedikitpun dari bibirnya itu.

"Apa? Sekarang, Tante berubah pikiran menginginkan harta juga?" tanya Kenzie.

Langkah Felisa terayun mendekat ke arah Kenzie. Senyum di bibirnya masih terukir jelas, meski air matanya tak berhenti mengalir. Ia usap, bahu kanan Kenzie yang lebih tinggi darinya. Dengan suara serak, Felisa berkata, "Saya ingin mendengar kamu memanggil Saya dengan sebutan Ibu."

KENZIELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang