Tiga |•| Pacar gue?

1.5K 188 290
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.

GRAZIELL gontai menuruni tangga, dengan menenteng tas berwarna coklat. Hari ini rambutnya ia biarkan tergerai indah. Hanya dengan polesan bedak, dan lipbalm warna bibir, cukup membuat wajahnya cantik natural.

"Makan dulu sayang" ucap Felisa sang Mamah.

Ziell tersenyum, ketika Mamahnya menyiapkan roti dengan selai kacang diatasnya. Felisa masih terlihat cantik, meski usianya telah memasuki kepala empat.

Namun senyum itu perlahan pudar, setelah Ziell melihat kursi yang ada dihadapannya kosong. Dulu, selalu menjadi tempat Ayahnya duduk. Tak terasa sudah hampir 7 tahun, ia tidak merasakan kasih sayang dari seorang Ayah.

Terkadang saat ingatan itu muncul ditengah malam, ia menangis. Ingatan tentang kecelakaan yang dialami Ayahnya dulu, sampai merenggut nyawanya. Namun Ziell selalu terlihat ceria, ia hanya tidak mau membuat mamahnya tambah sedih.

"Makasi mah" ucapnya sambil menerima potongan roti itu.

Felisa terus menatapnya sambil tersenyum. Ziell yang menyadari itu, mengerutkan keningnya. Sepertinya ada yanh ingin disampaikan oleh mamahnya.

"Ada apa mah? Pasti ada yang mau di omongin kan ke Ziell?"

"Kamu tau aja" Felisa tersenyum.

"Minggu depan kamu nggak ada acara kan?" lanjutnya.

Bola mata Ziell bergerak kesana kemari, alisnya menaut terlihat berpikir. "Kayaknya ngga mah"

"Nanti kamu ikut mamah ya"

"Kemana?"

"Ketemu om Bram" ucap Felisa sambil tersenyum.

"Om Bram? Siapa?"

Felisa menunduk, sedikit ragu untuk mengatakannya.

"Calon Papah kamu"

Uhuk uhuk....

Ziell tersentak kaget sampai ia tersedak roti. Felisa yang melihatnya panik, dan langsung mengambilkan air minum.

"Om Bram baik kok, Mamah yakin dia pasti jadi papah yang bertanggung jawab buat kamu"

Ziell menunduk, lalu kembali menatap kursi yang ada dihadapannya dengan sendu. Apakah ia siap menerima sosok papah baru selain Ayahnya?

"Ziell berangkat dulu"

Tanpa menghiraukan perkataan mamahnya tadi, Ziell beranjak dari duduknya. Setelah ia salim pada mamahnya, gadis itu berangkat ke sekolah. Ia berjalan ke arah halte, tempat bus itu lewat.

Pikirannya masih bergelut dengan nama Bram yang akan menjadi papahnya nanti. Satu dua tetes air mata, jatuh membasahi pipinya. Segera ia usap, tak ingin ada orang lain yang melihatnya menangis.

KENZIELLWhere stories live. Discover now