BAGIAN 23 - Bagai Dua Kutub Berbeda

5.1K 407 12
                                    

Manika mengaduk minumannya. Dia menunggu kedatangan Ganendra saat rehat dari mengisi materi yang akan dilanjut satu jam lagi. Dia memutuskan untuk makan siang bersama suaminya di hotel tempat training karyawan bank dari cabang wilayah. Terlihat beberapa karyawan peserta training dan juga para tamu hotel yang sedang mengantri mengisi piring makan siang ala prasmanan itu.

Manika memandang ke arah pintu restoran hotel. Wajahnya semringah saat terlihat sosok gagah sang suami di balik balutan jas trendi warna navy. Ganendra memandang berkeliling. Jambang tipis yang menghiasi pipinya, entah kenapa membuat Manika panas dingin. Padahal dulu dia biasa saja dengan hal itu, tapi sekarang? Bawaannya ingin selalu menerkam. Ehem!

Manika melambaikan tangan, memberi tahu posisinya berada. Ganendra menangkap hal itu dan segera berjalan mendekat dengan senyuman lebar yang tak henti tercurah.

"Suamiku..." serunya manja saat Ganendra sudah berdiri di hadapannya. Mereka berpelukan dan Ganendra mendaratkan kecupan hangat di dahi Manika. Rasanya bikin meleleh.

"Hei, Sayang." sahutan Ganendra yang begini selalu sukses membuat Manika lemas. "Belum ambil makan?" tanyanya saat sudah duduk di hadapan Manika.

Manika menggeleng. "Aku nungguin Mas. Biar bisa ambil bareng." Manika tersenyum. Lalu mereka beranjak ke meja dan mulai memilih menu. Selang beberapa menit setelah mengantri karena pengunjung mulai ramai, mereka telah duduk di meja semula. Memakan dan bertukar lauk, saling icip menu satu sama lain. Sesekali mengobrol membahas pekerjaan hari ini dan tertawa.

"Nanti langsung pulang atau balik lagi ke kantor?" tanya Ganendra berikutnya.

"Belum tahu. Mungkin di sini sampe sore habis itu balik ke kantor." Manika menyuap brokolinya.

Ganendra mengangguk. "Bareng Pak Ranu lagi?"

Manika mengangkat bahu tak yakin. "Mending gocar aja nggak sih, Mas. Aku males sama dia." Manika teringat insiden tadi pagi dan dia menceritakannya pada sang suami.

Ganendra mengerutkan dahi. Apakah harus berlebihan begitu? Bukankah banyak karyawan lain yang lebih membutuhkan perhatian ketimbang Manika? Rasanya ini sudah melanggar privacy. Tampaknya dugaan yang sempat Ganendra tuduhkan pada Ranu memang benar adanya. "Aku jadi curiga, dia ada hati sama kamu."

Kalimat Ganendra barusan membuat Manika terbatuk. "Uhuk! Uhuk!"

Ganendra buru-buru mengambilkan air. Tangannya mengelus punggung sang istri perlahan. "Hati-hati. Saking syoknya sampe batuk gitu." Ganendra mengulum senyum.

Manika melotot sewot dan meninju lengan suaminya. "Masih aja ngegodain! Aku ini istri Mas. Mana ada ceritanya suami godain istrinya ditaksir atasan." Manika tak habis pikir.

Melihat ekspresi istrinya yang sudah siap mengomel lagi, Ganendra buru-buru menambahkan. "Becanda, kok. Becanda. Aku percaya kamu. Aku yakin, nggak akan ada laki-laki yang berhasil membuat kamu goyah." Ganendra mengelus punggung istrinya lagi.

Manika mencibir dan tak berapa lama, kemesraan mereka berdua harus terhenti saat sebuah piring dan gelas berisi makanan dan minuman, mendarat di meja mereka.

"Boleh saya gabung di sini?" tanya pria itu sopan.

Keduanya mendongak, menatap si pelaku. Ekspresi Manika seketika berubah, sementara Ganendra tampak menautkan alis dan mengingat-ingat.

"Pak Ranu." bisik Manika pada suaminya.

Ah, pria ini kan yang tampil bergitar di acaranya tempo hari. Ganendra langsung paham dan tanpa Manika duga, suaminya itu menyambut Ranu dengan antusias. "Atasan Manika? Tentu saja, silakan Pak." Ganendra mempersilakan sopan, bahkan berdiri sebentar untuk menunjukkan rasa hormatnya.

YAKIN NIKAH(?)Where stories live. Discover now