BAGIAN 8 - What A Problem

3.9K 464 13
                                    

Manika begitu lelah. Keadaannya hari ini benar-benar di luar kendali. Segala pikiran dan tenaganya sudah sangat terkuras. Wajahnya tampak begitu pucat dan mengantuk saat keluar dari lift untuk menuju unit apartemennya di ujung koridor. Langkahnya terseok. Badannya sudah merindukan kasur. Ingin sekali besok dia ijin tidak masuk, tapi pekerjaannya masih menggunung. Belum lagi kunjungan yang harus dia lakukan ke tempat usaha para nasabah.

"Allahu Akbar..." lirihnya karena merasakan bahunya sudah tak kuat membawa tas dan dia biarkan terseret di lantai dengan menarik tali panjangnya. Sreeek... sreeek... sreeek...

Mood-nya juga sedang di level paling kritis. Pikirannya kembali mengingat gambar yang dikirimkan oleh Olivia. Foto yang menampilkan Ganendra dengan seorang gadis. Kepala gadis itu bersandar manja di bahu Ganendra dan tangan gadis itu menyusup di lengannya. Bersandar saja mungkin akan dia tolerir. Tapi ini harus ditambahi dengan manja, tidak lupa pula tangan yang merangkul lengan calon suaminya yang hingga detik ini, Manika pun belum pernah melakukannya.

Dia memijat lagi pelipisnya yang sering pening seharian itu. Pikiran buruk kembali merasuk. Dia mulai berperang batin. Apakah perempuan ini yang membuat Ganendra tak jadi datang ke tempatnya? Apakah perempuan ini juga yang membuat Ganendra tak memberinya kabar? Apakah perempuan ini pula yang hanya bisa membuat Ganendra berkeskpresi seperti itu? Entah kenapa melihat senyuman Ganendra di foto tersebut, membuat Manika merasa tersingkirkan.

Siapa perempuan itu? Manika benar-benar ingin tahu. Apakah dia tidak lancang jika menanyakan hal ini langsung pada Ganendra? Lancang? Bukankah perempuan ini yang telah lancang bersandar seperti itu pada calon suaminya? Calon suami?

Iya, Manik. Ganendra itu calon suami kamu. Kamu sangat berhak menanyakan hubungan tunangan kamu dengan perempuan itu.

Manika menggeleng keras. Menghilangkan segala hal negatif dari kepalanya. Dia harus percaya pada Ganendra. Mungkin perempuan itu hanya rekan atau sahabat yang sudah lama tak jumpa. Jangan sampai terpengaruh. All iz well... inhale - exhale... tarik - embus...

Tapi, my only special one? Manika teringat lagi caption yang tertulis di foto yang lain. Dia mengembuskan napas kasar. Ya Allah, Gusti. Kenapa aku jadi over thingking begini?

Di detik berikutnya, Manika merasakan tas yang tadi dia seret menjadi ringan dan tak menyentuh lantai. Apa yang terjadi? Apa tiba-tiba bumi kehilangan daya gravitasinya? Atau jangan-jangan, ada orang yang... Manika berbalik waspada. Dia justru terpaku saat melihat sosok yang telah membuat harinya buruk, berdiri di hadapannya. Ganendra. Pria menawan itu sudah berada di dekatnya sambil mengangkat tas miliknya.

"Saya udah nunggu kamu dari tadi. Malam ini pulang telat, ya?" Ganendra memajukan tubuhnya lebih dekat, hingga mereka berhadapan hampir tak berjarak.

Manika hanya mendongak tanpa berkata apapun. Tak mengalihkan pandangannya dari sosok tinggi Ganendra. Bisa dia tangkap aroma cologne dari tubuh pria itu yang dengan lancangnya masuk ke penciumannya. Membuat Manika melayang sesaat dan bisa menguapkan kemarahannya perlahan.

Ah, apakah wangi ini yang akan selalu dia rasakan nanti bila sudah sah menjadi istrinya? Kalau iya, pasti dia akan selalu bersusah payah untuk tak lepas kontrol. Ehem! Dia segera menyadarkan dirinya lagi. Kamu lagi marah, Nik.

Dengan mata yang juga menatap Manika, jemari pria itu menyentuh tali tas yang masih Manika genggam. Sekali tarikan lembut, tas kulit bermerk itu seutuhnya telah berpindah tangan. "Biar saya bawain. Sayang kalau harus jalan sendiri. Ini tas mahal. Kamu belinya pasti nabung susah payah." Tas Manika dia gantung di bahu. "Ayo, unit kamu nomor sebelas, kan?" dia mengulas senyum yang belakangan selalu bisa membuat Manika kepikiran.

YAKIN NIKAH(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang