BAGIAN 22 - It's A Beautiful Night

5.1K 403 13
                                    

"Sepi ya, Mas." Manika duduk di ruang TV seperti biasa, bersiap untuk menonton serial favoritnya.

Ganendra mengangguk.

Tiga hari lamanya keluarga keduanya berada di Jakarta dan siang tadi, mereka memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Rumah besar itu kembali sunyi. Hanya ada mereka berdua. Bi Yanti dan Pak Ahmad, entah mengapa sepakat untuk izin beberapa hari, guna mengunjungi anak mereka. Mengingat hanya dia dan Manika di rumah, membuat hati Ganendra kebat-kebit.

Dia melirik Manika yang kembali berhasil memukaunya dengan koleksi daster batik yang malam ini terlihat lebih menggoda dari biasanya. Apakah ini gara-gara efek jamu dari Bu Melati yang diseduhkan untuknya sebelum pulang tadi siang? Awalnya Ganendra ingin menolak, tapi melihat betapa gigihnya perjuangan sang ibu mertua untuk mewujudkan memiliki cucu secepatnya, Ganendra tak tega. Alhasil, dia minum hingga tandas. Bu Melati bilang, khasiatnya datang terlambat, tapi tahan lama sampai berhari-hari. Apakah khasiat yang dimaksud sudah terasa?

Ganendra tidak tahu. Yang jelas, dia merasakan debaran jantungnya begitu berpacu cepat dan keringat dingin mengalir memenuhi telapak tangannya. Hal lain yang dia sadari, setiap gerakan yang Manika lakukan bahkan yang normal sekali pun, terlihat memancing baginya. Ganendra berkali-kali menggeleng, mencoba untuk tetap sadar dan nyebut. Astaghfirullah...

"Mas? Kenapa?" tuh kan! Padahal Manika bertanya biasa saja, tapi di telinga Ganendra seperti memunculkan resonansi mendesah dan mengacaukan separuh saraf kesadarannya.

Ganendra menelan ludah. Dia menggeleng. "Nggak apa-apa."

Manika tak percaya. Perempuan itu justru mendekatkan wajahnya untuk memerhatikan raut muka Ganendra. "Wajah Mas merah. Demam lagi?" ekspresi khawatir terpancar dari Manika dan tangannya segera terulur menyentuh dahi Ganendra.

Blar!! Sentuhan itu meruntuhkan separuh dinding pertahanan Ganendra. Ditambah lagi aroma wangi yang menjadi favoritnya, tercium dari rambut serta telapak tangan Manika. Glek! Lagi, Ganendra menelan ludahnya.

"Aku nggak apa-apa." Ganendra menjauhkan dirinya dari jangkauan Manika.

Perempuan itu mengangguk. "Iya sih, nggak demam." Wajahnya tampak lega. Lalu fokus lagi pada layar TV.

Ganendra menghela napas panjang. Dia mencoba memikirkan hal lain. Kerjaan kantor yang menumpuk, karyawan yang bikin ulah, proyek yang terus mengalir tak kunjung usai, dan... leher! Manika mencepol rambut panjangnya. Memamerkan lekuk indah tulang selangkanya yang kuning langsat serta wangi lembut itu. Oh God! Ganendra berdiri.

"Mau kemana Mas?" suara lembut itu menggetarkan bulu romanya.

"Ke toilet." Sahutnya singkat dan beranjak ke lantai dua.

Manika menautkan alis. Bukannya ada toilet juga di sebelah dapur? Kenapa harus ke atas?

# # #

"Mas..." panggil Manika dari ruang keluarga di lantai bawah.

Tak ada sahutan. Sudah setengah jam Ganendra minta izin untuk ke toilet, tapi kenapa tak kunjung turun?

"Mas, filmnya udah mau mulai!" Panggil Manika lagi, kini dari bawah tangga.

Masih tak ada sahutan. Meninggalkan TV yang masih menyala, akhirnya Manika menyusul juga sang suami ke kamar. Setibanya di depan pintu kamar, Manika mengetuknya. Tok! Tok!

"Mas..." panggilnya lembut. Tetap tak ada sahutan. Manika menautkan alis. Apa ada sesuatu yang terjadi? Dia mencoba memutar kenop pintu. Tidak terkunci. Dibukanya perlahan, dia memandang kamar temaram itu menyeluruh. Bisa dia lihat suaminya yang duduk di tepi tempat tidur dan hanya berpenerangan dari satu lampu di meja nakas.

YAKIN NIKAH(?)Where stories live. Discover now