BAGIAN 9 - Penjemputan Krusial

3.9K 443 16
                                    

Olivia telah berada di apartemen Manika malam harinya. Sepulang dari rumah sakit, dia langsung menuju kediaman sahabatnya itu. Dia sudah menyalakan lilin aroma terapi, menyeduhkan teh chamomile dan menghadap Manika yang semuram langit mendung.

"Jadi, Mas Nendra tadi nemenin elo cuma dua jam?" Olivia memastikan.

Manika mengangguk. "Dia langsung pamit setelah dapet telepon dari Cyntia itu." Manika menarik napas panjang.

"Positif thinking aja. Mungkin dia sahabat Mas Nendra yang udah lama nggak ketemu."

"Nggak mungkin. Kalo emang sahabat, kenapa dia terima telepon tuh cewek sampe harus jauh dari jarak dengar gue?" Manika bersikukuh.

Benar juga, sih. Olivia mengangguk. "Elo nggak coba tanya siapa dia?"

"Apa hak gue? Itu urusan dia." Manika melipat tangannya di depan dada.

Olivia tersenyum miring. "Ya elo sangat berhaklah, Manika Salwa Pramudya. Dia tunangan elo. Calon suami. Kalian akan menikah kurang dari satu bulan aja. Bukan lagi hanya urusan dia kalo sampe elo jadi cemburu begini." Nada suara Olivia terdengar meledek.

Manika mengangkat alis. "Cemburu? Nggak mungkin." sangkalnya.

"Kalo bukan cemburu, coba jelasin ke gue, apa yang bikin elo ngambek sama dia sampe seawet ini? Hmm?" Olivia menaikkan alis, meminta jawaban.

"Ya... itu karena..." Manika tak menemukan alasan. "Karena..." Manika mati kutu. Dia tak bisa menjawab. Dia menutup wajahnya dengan bantal sofa.

Olivia terbahak. "Hahaha! Akuin aja, Nik. Untuk masalah hal yang satu ini, janganlah elo keras kepala. Boleh dibilang elo baru aja mengenal calon suami elo dalam kurun waktu singkat, bahkan pertemuan elo dengannya bisa dihitung dengan jari. Tapi, namanya tertarik, naksir, atau mungkin jatuh cinta, nggak butuh waktu lama. Bisa aja tiga detik, orang udah langsung menemukan jodohnya." Olivia menurunkan bantal dari wajah Manika. "Cobaan orang mau nikah emang macem-macem, Nik. Elo ingat dulu gue gimana kan?"

Manika mengangguk. Dia ingat betul saat Olivia mengurus pernikahan. Sahabatnya itu dihadapkan dengan musibah meninggalnya sang ayah. Tepat sebulan sebelum pernikahan. Mau tak mau, walaupun masih berduka, acara tetap dilaksanakan. Kalau dipikir lagi, Manika masih termasuk beruntung. Sangat beruntung. Dia tak repot wara-wiri mengurus tetek-bengek pernikahannya karena orang tuanya telah meng-handle semua. Sementara Olivia, dia masih sibuk meninjau lokasi pernikahan saat sang ayah dirawat di rumah sakit.

"Mempersiapkan mental untuk menikah itu jauh lebih berat dari segalanya, Nik. Apalagi saat elo udah menikah." Olivia memulai wejangannya sebagai senior yang telah mendahului mengarungi biduk rumah tangga. "Nggak hanya dua kepala dan dua pribadi yang bersatu, tapi dua keluarga dengan segala macam perbedaan juga kebiasaan. Elo nggak bisa egois, elo harus belajar memahami. Elo juga harus mau meninggalkan rasa gengsi demi kelancaran hubungan dengan suami nantinya." Olivia menepuk punggung tangan Manika. "Sekarang gue tanya, udah sejauh apa elo mengenal Mas Ganendra?" Olivia menatap lurus Manika.

Sejauh apa? Manika bahkan tidak bergerak sedikit pun untuk mencoba mengenal Ganendra. Selama ini justru Ganendra yang berusaha mengenal dia, berusaha dekat dengan keluarga Manika tanpa ada reaksi sebaliknya. Dia paham betul, selekat apa hubungan Ganendra dengan keluarganya, dan karena sikap Ganendra yang satu itulah yang membuat dia memutuskan untuk menerima perjodohan ini. Tapi bagaimana dengan dia sendiri? Menelepon ibu mertuanya sekali pun tak pernah. Dia tak menjawab.

"Gue udah duga kalo elo bakal diem aja." Olivia menggeleng lemah. "Pernikahan elo udah dalam hitungan minggu, Nik. Berbaik hatilah sama Mas Ganendra. Gue tahu, di lubuk hati yang terdalam, elo masih galau. Tapi elo nggak bisa memungkiri juga, kalo nyatanya udah mulai menganggap keberadaaan Mas Ganendra dalam hidup elo." Olivia mengelus bahu Manika. "Elo berprasangka buruk begini sama dia karena elo belum mengenal dia. Mungkin juga nanti jika kalian mulai dekat, gue yakin tanpa elo minta, Mas Ganendra bakalan cerita semua hal tentang dirinya ke elo. Itulah gunanya partner hidup."

YAKIN NIKAH(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang