BAGIAN 17 - Kunjungan Yang Menyejukkan

4.4K 440 14
                                    

"Mas, bisa kita bicara?" ini adalah permohonan kesekian dari Cyntia semenjak tragedi makan siang beberapa hari lalu.

Ganendra menarik napas panjang dan menghentikan koreksinya dari laporan yang sedang dia pegang. Diamatinya Cyntia yang kini duduk menghadap di depan meja kerjanya. "Kalo semisal bahasan kita masih tentang makan siang tempo hari, sekali lagi aku mewakili Manika untuk minta maaf."

Cyntia mendengkus dan melipat tangannya di depan dada. "Harusnya Mbak Manika yang bilang begitu." Lagi, sikap Cyntia yang kekanakan terkadang membuat Ganendra kewalahan.

"Kamu emang nggak pernah berubah, ya?" Ganendra menggeleng letih. "Oke, aku akui. Semisal Manika nggak ngajak kamu makan siang, kejadian itu nggak akan ada. Tapi seharusnya kamu juga bisa bersikap bersahabat dengan Manika. Ini bukan yang aku harapkan, Cyn." Ganendra masih berusaha sabar. "Dia hanya pengen kenal dengan kamu, tapi sikap kamu justru menyulut dia."

"Aku nggak mencoba menyulut, Mas. Tapi aku memberitahu Mbak Manika dengan caraku." Cyntia membela diri.

Ganendra memijat bagian atas hidungnya. Mengapa dia harus terus berurusan dengan perempuan keras kepala? Sama-sama bertahan dengan pendapat masing-masing.

"Cyn..." Ganendra terdengar memohon. "Manika itu istri aku. Bagaimana reaksi kamu, bila suami kamu diperlakukan begitu oleh mantan kekasihnya? Bahkan punya catatan pernah melamar gadis itu?"

Cyntia siap bicara.

"Aku yakin reaksi kamu lebih dari Manika." Ganendra memang sangat mengenalnya.

Cyntia tak terima. "Ya, tapi nggak harus begitu juga, Mas. Orang-orang ngeliatin aku. Pasti mereka mikir aneh-aneh tentangku." Mereka saling pandang dan diam beberapa saat.

"Aku tahu tujuan kamu baik, tapi cara kamu menyampaikannya nggak benar. Aku tahu bahwa sikap Manika juga salah menanggapi kamu dengan cara begitu." Ganendra mencoba objektif. "Cyn... Aku dulu memang pernah ngelamar kamu, tapi semua itu aku anggap bagian dari masa lalu kita. Aku memutuskan untuk maju dan menikah. Jadi aku mohon, kamu hargai keputusan aku seperti aku selalu menghargai keputusan kamu selama ini." ujar Ganendra.

Mata Cyntia bergetar. "Mas udah berubah."

Ganendra menautkan alis. "Berubah? Maksud kamu?"

"Mas udah nggak peduli lagi denganku, kan?" Dia menggeleng. "Ingat, Mas udah janji untuk selalu ada buatku."

"Kenapa kamu jadi bahas itu?" Ganendra menatap tak habis pikir. Keduanya terdiam lagi.

"Cyntia." Panggilnya dengan penuh pengertian dan menatap gadis di hadapannya lekat-lekat. "Aku emang janji untuk menemani kamu, kalau... kamu rindu papa. Itu beda konteks dengan bahasan kita sekarang." jelasnya perlahan.

Cyntia tetap diam. Matanya sudah siap berkaca-kaca.

"Kita masih berteman dan sesuai janji aku ke mama kamu, aku akan selalu ada jika kamu kangen papa." Ganendra berhenti sebentar. "Tapi aku akan melakukan itu, setelah istriku memberi izin." Ganendra menatap ke dalam mata Cyntia. "Karena sekarang dia adalah tanggung jawabku melebihi apapun. Aku harap kamu bisa mengerti di sini." Akhirnya terlontar juga kalimat yang Cyntia khawatirkan itu. "Setelah ini, hal yang kita bicarakan selanjutnya nggak lagi mengenai masa lalu kita. Biar Manika mengenal aku dengan caranya sendiri. Oke?" Ganendra memandang memohon pengertian.

Cyntia menatap sendu. Dia tak percaya Ganendra yang selalu menjaga perasaannya, akan bicara segamblang itu padanya kali ini. Dia tak mengira, bahwa pernikahan atas dasar perjodohan ini telah berhasil menggeser posisinya di hati Ganendra seutuhnya. Tanpa sepatah kata pun, Cyntia keluar dari ruangan Ganendra.

YAKIN NIKAH(?)Where stories live. Discover now