BAGIAN 2 - Pemberitahuan Rasa Gledeg

5.6K 573 19
                                    

Manika terpekur melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Nama sang mama. Dia masih belum siap bila harus mendengar kelanjutan obrolannya dengan perempuan yang sudah melahirkannya itu. Terakhir, Bu Melati berpesan akan menghubunginya lagi bila keputusan sudah final. Dan malam ini, setelah hampir seminggu Manika tak mendengar kabar, Bu Melati kembali meneleponnya. Apa yang akan mamanya sampaikan itu? Sudah tibakah saatnya? Malam ini? Oh, Manika tak sanggup.

Dia menarik napas panjang dan mengatur nada suaranya agar terkesan baik-baik saja saat terdengar suara lembut wanita paruh baya di seberang.

"Halo, Nduk?"

"Inggih, Ma." Manika memeluk guling, tegang. Dia mempersiapkan diri untuk mendengar kabar yang akan disampaikan sang mama.

"Sehat kamu, Nduk?"

Manika yang sudah memakai daster batik dan baru saja membersihkan wajah, mengangguk. Sadar mamanya tak bisa melihat, dia menyahut pelan. "Alhamdulillah, Ma. Manik baik-baik aja."

"Alhamdulillah." Suara Bu Melati terdengar datar. "Apa menu makan kamu hari ini?"

Manika mengulas senyum. Perhatian sang mama yang seperti ini kadang membuatnya rindu akan kampung halaman. "Tadi pagi sarapan sandwich telur, dibawain Niken. Siangnya beli nasi padang deket kantor. Terus barusan Manik masak nasi sama nyambel tempe penyet dan telur dadar. Lagi bosen beli makanan jadi." Terang Manika.

"Wah, enak itu. Jadi kangen sambel buatan kamu, Nduk."

"Manik juga kangen sambel buatan Mama." Dia lebih rileks sekarang karena mamanya tak membahas hal yang dia khawatirkan secara berlebihan tadi.

"Oh iya, Niken itu anak buah yang sering kamu ceritakan?"

"Iya, Ma."

"Lain kali beliin dia sesuatu, Nduk. Makanan atau apa gitu. Dia anak kos juga kan, sama kayak kamu. Kasihan."

"Manik udah nggak ngekos, Ma. Udah bisa sewa apartemen." Manika membela diri.

"Sama aja itu. Sewa, kos, ngontrak, jauh dari keluarga. Merantau ke Jakarta. Mending duit sewa kamu dibuat nyicil rumah. Langsung tampak. Kalo masih sewa terus, setahun aja bunyinya segitu, kan sayang." Wejangan Bu Melati kembali terlontar. "Udah lima tahun kan, kamu nyewa apartemen. Coba dikalikan, bisa buat DP rumah, Nduk." masih berlanjut.

"Inggih, Ma." Sahut Manika.

Menit berikutnya, Bu Melati kini bercerita tentang kabar sepupu Manika yang baru melahirkan dan juga tetangga depan rumahnya yang seusia Manika, sudah hamil lagi anak ketiga. Mengantisipasi percakapan yang mulai mengarah pada dirinya, Manika mengalihkan pembicaraan.

"Papa mana, Ma?" tanyanya memotong cerita sang mama.

"Papa kamu masih di rumah Pak RT. Habis pengajian lanjut nggesah (ngobrol)."

"Gitu, ya." Manika mengangguk-angguk. "Oh iya, Lingga udah sampe Jakarta, Ma. Besok kita mau ketemuan. Tadi dia nge-chat Manik." Lanjut membahas sang adik.

"Iya, tadi dia juga telepon Mama. Baru nyampe hotel langsung kumpul di aula hotel buat pembagian atribut diklat." Sang mama berhasil teralihkan.

"Udah jadi dosen beneran ya tuh, anak. Nggak sia-sia dulu, Manik nganterin dia les kesana kemari." Manika teringat pada adik semata wayangnya yang kini berhasil menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Surabaya.

"Iya. Mama bangga sama kalian berdua. Kalo ingat, dulu sama-sama bandel dan susah banget dikasi tahu. Tapi sekarang, udah sama-sama berhasil." Nada suara Bu Melati berubah sendu.

YAKIN NIKAH(?)Where stories live. Discover now