07. Date

11.6K 2.1K 640
                                    

TAEYONG MELIRIK ke arah jam pada sudut layar MacBook nya. Mendapati angka yang telah menunjukkan bahwa sudah saatnya waktu pulang kerja. Tak lama berselang, Nyonya Kwon lantas keluar dari ruang kerjanya. Begitu pun dengan Tuan Jung yang juga tiba-tiba membuka pintu ruangan pribadinya. Nyaris bersamaan dengan sang adik.

“Apa kalian tidak ingin pulang?” tanya Nyonya Kwon seraya menatap heran kepada Taeyong dan Jaehyun bergantian, “Masih ada hari esok untuk menyelesaikan pekerjaan kalian.”

“Aku ingin membersihkan mejaku terlebih dahulu, Nyonya.” jawab Taeyong.

“Hm, baiklah.” si wanita paruh baya tersenyum tipis, “Ngomong-ngomong, good luck, Taeyong-ah.”

Mendengar penuturan sang atasan membuat Taeyong mengangkat kedua alisnya, “Maaf?”

“Ck, untuk kencanmu bersama Sehun setelah ini,” jelas Kwon Boa hingga Taeyong refleks tersipu malu dibuatnya. “Kalau begitu aku pulang dulu. Berhati-hati lah di jalan.”

“Kau juga, Nyonya. Hati-hati,” ucap Taeyong lalu menunduk sopan kepada Nyonya Kwon juga Tuan Jung yang melewati mejanya sebelum melenggang ke luar dari ruangan.

Seperti yang ia katakan sebelumnya kepada sang atasan, si lelaki manis pun bergegas membersihkan lalu merapikan meja kerjanya. Tak lupa pula menyemprotkan sedikit air pada tanaman bayi kaktus nya.

“Apa kau dan Sehun akan pergi ke cafe bersama?” celetuk Jaehyun tanpa mengalihkan pandangan dari layar MacBook nya.

“Tidak, kami akan bertemu di sana.” jawab Taeyong lalu melirik ke arah meja di seberangnya sejenak. “Kenapa?”

“Butuh tumpangan?”

Mendengar pertanyaan yang bahkan terkesan seperti ajakan itu terucap dari bibir si pemilik lesung pipi membuat Taeyong refleks terbelalak. Hingga saat Jaehyun menggulirkan mata ke arahnya, ia pun seketika berdeham. Guna mengusir kecanggungan yang tiba-tiba mendera.

Ada apa lagi dengan kue beras sialan ini?

Apa dia sedang berpura-pura baik untuk merencanakan sesuatu yang buruk?

Oh, atau jangan-jangan dia sedang demam?

Taeyong bergulat dengan batinnya sendiri. Sementara Jaehyun yang melihat si lelaki manis termenung lantas mendengus lalu bangkit dari kursi.

“Jika kau tidak butuh, ya sudah.”

“Aku ikut!” balas Taeyong, “Tapi aku ingin merapikan rambut dan bajuku terlebih dahulu.” katanya dan dibalas gumaman malas oleh si pemilik lesung pipi.

Ya, Taeyong tidak punya pilihan lain. Meski jarak Brown Cafe dari kantornya tidak terlalu jauh, namun akan sangat melelahkan jika ia harus berjalan kaki. Sedangkan untuk menumpangi taksi, hal itu justru akan membuat isi dompetnya terkuras lagi.

Taeyong harus bisa menghemat uang selama di Seoul. Ia tidak ingin kelaparan di akhir bulan nanti. Menumpang pada mobil rekan kerja sekaligus rivalnya sendiri bukan lah sebuah masalah besar. Lagipula hanya sesekali, pikirnya.

Lelaki manis itu pun mengeluarkan cermin berbentuk kotak dari laci meja kerjanya. Memandangi wajahnya seraya merapikan rambutnya yang acak-acakan akibat beraktivitas seharian.

Jaehyun sendiri telah selesai merapikan meja kerjanya. Ia kemudian menghampiri Taeyong, berdiri di samping kursi si pemilik marga Lee seraya mengamati gerak-geriknya.

Persekian detik berikutnya, mata Jaehyun refleks menyipit saat mendapati sang rekan kerja mengaplikasikan lip gloss pada bibir tipisnya. Ia pun seketika mendengus lalu melipat lengan di depan dada.

Rivalry | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now