18. Father

12.3K 2.2K 1K
                                    

KETIKA PINTU kamar mandi terbuka, Taeyong yang tengah terduduk di tepi ranjang lantas menolehkan kepala. Saat itu pula kedua matanya refleks melebar, sebab Jaehyun berdiri di sana. Hanya mengenakan handuk untuk menutupi perut hingga lututnya. Tubuh juga rambutnya pun masih setengah basah.

Sebisa mungkin Taeyong mencoba untuk terlihat tenang. Namun degup di balik dadanya justru enggan berdusta. Begitu pun otaknya yang tiba-tiba kembali memikirkan mimpi buruknya. Dimana Jaehyun nyaris melecehkannya.

“Padahal tadi aku mengajakmu untuk mandi bersama, tapi kau tidak mau.” ucap Jaehyun lalu tersenyum jenaka.

Si lelaki manis memutar bola mata. Pemuda Jeong itu lagi-lagi menggodanya. Membuat ia ingin sekali menendang sang rekan kerja keluar dari apartemennya.

Entah kali ini Jaehyun sedang mengajaknya untuk bertanding dalam hal flirting atau semacamnya. Namun satu hal yang pasti, ia tidak ingin kalah. Ia tidak boleh terlihat pasrah.

Terlebih ketika ia kembali mengingat bahwa Jaehyun belum menceritakan perbuatan Ayahnya, Taeyong lantas mengurungkan niat untuk mendepaknya.

“Apa kau akan membiarkanku memakai handuk sampai besok pagi, kubis ungu?”

“Ambil lah baju yang cocok denganmu di lemariku,” jawab Taeyong malas. “Kau punya dua tangan. Tuhan menciptakannya bukan untuk dijadikan pajangan.”

Jaehyun menyeringai, “Tapi aku ingin mengajarimu dasar-dasar untuk menjadi bawahan.”

“Maksudmu?” Taeyong menyipitkan matanya sinis.

“Kau harus terbiasa untuk mendapat perintah dariku, Taeyong.” kata lelaki berlesung pipi itu, “Saat aku telah menjadi kepala bagian operasional nanti, tugasmu adalah mematuhi setiap ucapanku.”

“Teruslah bermimpi hingga malam berganti menjadi pagi,” balas si lelaki manis sebelum bangkit lalu berjalan ke arah lemari.

Taeyong kemudian mencari baju yang menurutnya pas di tubuh atletis si pemilik lesung pipi. Hingga pilihannya pun jatuh pada kaos merah muda dengan gambar beruang cokelat di bagian tengahnya. Juga celana hitam panjang pemberian Ibunya yang belum pernah ia kenakan sebelumnya.

“Ini,” Taeyong menyodorkan pakaian itu pada Jaehyun.

“Taeyong, merah muda bukan warna yang cocok untukku.” protes Jaehyun.

“Jika kau tidak suka maka cari lah sendiri.”

Berdecak kesal, si pemuda Jeong lantas menghampiri Taeyong yang masih berdiri di depan lemari. Namun saat rekan kerjanya itu hendak menepi, Jaehyun justru mengurung sang pemilik marga Lee di antara dua lengannya.

“Jaehyun, minggir atau aku akanㅡ”

“Akan apa?” Jaehyun memotong ucapan Taeyong lalu menyeringai.

“Akan melaporkanmu ke Human Resource atas tuduhan mengganggu ketenangan karyawan,” jawab Taeyong tanpa melepas tatapannya dari manik sang rekan kerja.

Si lelaki berlesung pipi terkekeh, “Dan aku juga akan melaporkanmu ke Human Resource setelahnya.”

“Apa?” alis Taeyong bertautan, “Memangnya apa yang kulakukan padamu?”

“Kau mengganggu ketenangan hatiku.”

Taeyong seketika bungkam. Degup jantungnya pun semakin kencang. Terlebih saat Jaehyun perlahan menunduk dan mempersempit jarak wajah mereka.

“Berikan padaku,” bisik sang asisten Tuan Jung.

“Hah?”

Taeyong masih terjebak dalam jurang kebingungan yang diciptakan oleh Jaehyun.

Rivalry | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now