09. Rumor

10.7K 2K 495
                                    

TAEYONG MENYUNGGINGKAN senyum tipis ke arah Nyonya Kwon yang berjalan ke arahnya. Ia pun menundukkan kepala sopan saat si wanita paruh baya berdiri di depan mejanya.

“Kenapa kau belum istirahat, Taeyong? Sekarang sudah jam makan siang,” tanya Kwon Boa.

“Aku baru selesai memeriksa laporan yang masuk hari ini, Nyonya.” kata Taeyong.

“Apa kau akan makan di luar bersama Tuan Jung?” tanyanya dengan suara nyaris seperti bisikan. Sesekali ia melirik ke arah sang CEO yang tengah menghampiri Jaehyun di seberang sana.

“Ya, kami akan makan di luar bersama Ibu kami.”

Taeyong mengangguk paham, “Makanlah dengan baik, Nyonya.”

Nyonya Kwon tersenyum, “Kau manis sekali. Terima kasih, Taeyong-ah.”

“Ayo, kita harus pergi sekarang.” ucap Jung Yunho kepada adiknya sebelum berjalan meninggalkan ruangan terlebih dahulu.

Sesaat setelah kakak beradik itu hilang dari pandangan, Taeyong lantas beranjak dari kursi kerjanya. Ia kemudian menghampiri Jaehyun yang masih mengetikkan sesuatu pada MacBooknya. Duduk di hadapan si pemuda Jeong lalu berdeham pelan.

“Apa kau tidak ingin beristirahat?” tanya Taeyong.

“Kenapa?” balas Jaehyun lalu melirik ke arah si lelaki manis sejenak.

“Aku...” Taeyong mendesis seraya mengepalkan tangan di atas paha, “Aku ingin mengajakmu makan bersama. Aku yang akan membayarnya.”

“Dalam rangka?” Jaehyun menyipitkan mata curiga.

Taeyong tersenyum, “Aku menolak permintaan Victoria pagi tadi.”

Jemari Jaehyun yang semula bergerak lincah di atas keyboard seketika terhenti. Kedua bola matanya refleks bergulir ke arah Taeyong hingga atensinya hanya tertuju pada wajah lelaki manis itu.

“Aku mengingat ucapan kejammu padaku tempo hari,” Taeyong melanjutkan. “Meski awalnya sangat sulit, tapi aku merasa lega setelah menolak permintaan yang benar-benar tidak bisa ku lakukan.”

Taeyong akui menolak seseorang yang ingin meminta pertolongannya amat lah tidak mudah. Bahkan ketika ia berharap bahwa Jaehyun lah yang akan menolongnya pagi tadi dengan menegur Victoria, sesuatu dibalik rongga dadanya tetap saja diselimuti rasa takut dan tidak enak.

Tapi si lelaki berlesung pipi justru pergi dan tak kunjung kembali. Meninggalkan ruangan hingga yang tersisa hanya dirinya dan wanita tinggi berambut panjang itu. Alhasil, mau tak mau Taeyong lantas memberanikan diri. Mengucap kalimat penolakan yang ia perhalus sedetail mungkin.

“Kerja bagus, kubis ungu.” ucap Jaehyun lalu tersenyum.

Taeyong yang kembali melihat senyuman tulus itu lagi-lagi tertegun hingga mematung. Namun detak jantungnya justru tiba-tiba memacu dengan cepat kala Jaehyun mengacak rambutnya.

Apa ia sedang bermimpi?

Apa Jaehyun salah minum obat hari ini?

Taeyong mengedipkan kedua matanya berkali-kali. Masih dengan ekspresi wajah yang terkejut setengah mati. Hingga saat Jaehyun bangkit dari kursi, ia buru-buru berdeham lalu menghindari tatapan si lelaki berlesung pipi.

“Apa lagi yang kau tunggu?”

“Huh?”

Taeyong mau tak mau kembali memandangi wajah Jaehyun, sebab ia tidak paham akan makna dari pertanyaan rekan kerjanya itu.

“Kau bilang ingin membayar makanan untukku, lalu kenapa kau masih duduk di situ?” Jaehyun mendengus sebelum berjalan mendahului si lelaki manis.

Rivalry | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang